Sarinah Lahir Baru Merangkul Sejarah dalam Modernitas
Setelah melalui proses renovasi 18 bulan, pekan depan Sarinah akan kembali hadir bagi publik Tanah Air. Sarinah lahir kembali dalam perwujudan lebih modern, tetapi tetap merangkul sejarahnya.
Berdiri di halte Transjakarta Sarinah dan memandang ke arah utara, pemandangan sungguh berbeda terlihat. Gedung bertingkat Sarinah yang dalam 18 bulan terakhir tertutup pagar proyek renovasi kini terlihat jelas. Perubahan yang tampak jelas itu begitu menarik dan berbeda, mengundang hasrat untuk masuk dan menemukan kejutan-kejutan di dalamnya.
Pemandangan pertama yang tertangkap retina tentu saja gedung kokoh dan megah berlantai 15 yang dibangun pada 1962-1966 itu. Lalu, aneka pepohonan yang memenuhi halaman bangunan cagar budaya yang dirancang terbuka tanpa pagar terlihat jelas.
Yang beda kini, keberadaan undakan lebar tepat di bagian depan bawah gedung yang kini tak lagi tampil tunggal sebagai tangga. Kemudian, bagian bawah yang dulu tampil dengan warna-warna mencolok kini tampil dengan warna lebih lembut dan bermotif gabungan batik sidomukti dan tenun.
Baca Juga: Menguak Takdir Misteri Relief Orde Lama di Gedung Sarinah
Cobalah melangkah masuk gedung dari lobi atau dari arah seberang gedung Jakarta Teater di Jalan Wachid Hasyim. Lobi itu dulunya bagian dari sudut gedung yang menjadi pusat nongkrong 24 jam warga Ibu Kota dengan beroperasinya gerai makanan cepat saji.
Pada Senin (14/03/2022), Kompas memasuki gedung cagar budaya yang proses pemugarannya kini sudah 100 persen. Dengan lorong masuk yang lebar, langkah masuk kita disambut layar LED lebar tempat aneka iklan atau promosi nantinya ditayangkan.
Kejutan pertama menyambut. Tepat di belakang layar LED lebar itu terpampang nyata relief patung yang menghebohkan di awal renovasi. Relief yang ditemukan di awal renovasi gedung, sekira pertengahan 2020, itu menjadi magnet untuk mendekat dan melihat karya anak bangsa dari masa Orde Lama.
Relief itu bercerita tentang keseharian rakyat Indonesia yang bersahaja. Patung petani, patung pedagang perempuan, pedagang laki-laki dengan pikulannya, serta patung kerbau terpampang di bentangan relief sepanjang 11-12 meter dan setinggi 3 meter. ”Ini kita buka dan menjadi center point kita,” kata Direktur Utama PT Sarinah (Persero) Fetty Karwati.
Baca Juga: Relief Sarinah Ruang Belajar
Menjadi center point atau pusat perhatian, relief yang tersembunyi selama 50 tahun di ruang mesin atau ruang AHU gerai makanan saji, pengelola Sarinah ditantang untuk bisa melestarikannya. Apalagi, relief itu berada di gedung cagar budaya.
Seperti dituturkan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta Candrian Attahiyyat, kondisi relief itu sedikit rusak karena posisi yang tersembunyi akibat keperluan tata ruang kala itu. Tantangan selanjutnya adalah pelestarian relief itu.
Konservasi relief
Fetty menyebut, upaya konservasi relief itu cukup panjang. Pengelola Sarinah, dari diskusi dengan TACB dan TSP DKI, akhirnya meminta ahli patung yang juga paham sejarah untuk membantu meneliti dan mengonservasi relief itu.
Proses restorasi relief berlangsung seiring proses renovasi gedung. ”Selama itu prosesnya,” ucapnya.
Baca Juga: Menanti Sarinah ”Baru” pada 2021
Asikin Hasan, Kepala Tim Konservasi Relief Sarinah, menyatakan, yang membuat lama upaya pelestarian relief adalah persiapannya. Dengan tim beranggotakan 25 orang, terdiri atas para pematung, arsitek, dan sejarawan ahli Bung Karno, mereka bekerja.
Pekerjaan pelestarian relief diawali riset atas relief-relief yang dibuat tahun 60-an atau di masa Bung Karno untuk identifikasi. Relief di ruang VVIP bekas Bandar Udara Kemayoran menjadi jujugan. Dari identifikasi, tiga relief di Kemayoran itu diketahui tidak sekompleks relief di Sarinah.
”Di Sarinah, relief itu mengombinasikan juga dengan 15 patung. Ini lebih canggih, lebih kompleks,” kata Asikin yang juga kurator di Galeri Nasional Indonesia.
Yang membuat tim bekerja lebih keras lagi, karena relief di Sarinah tidak ditemukan adanya penanda pembuat seperti relief pada umumnya. ”Di Sarinah ini tidak ada prasasti, tidak ada ditemukan, padahal ini untuk rekonstruksi. Sepertinya mereka tidak sempat membuat prasasti,” ujarnya.
Namun, melihat karakter relief, jelas Asikin, relief itu dimungkinkan dibuat para seniman yang pernah tergabung Sanggar Pelukis Rakyat waktu itu. Di zaman itu, mereka SDM yang paling terampil, paling giat mematung selain melukis.
Dari proses riset dan identifikasi, tim kemudian menggunakan big data relief Sarinah untuk membuat digital sculpting. Terima kasih ditujukan kepada kemajuan teknologi hari ini yang memungkinkan tim mengidentifikasi dan menyusun pemodelan bentuk asli relief patung itu. ”Karena kami mesti memenuhi kaidah-kaidah pelestarian, yaitu dengan mengembalikan ke bentuk awal,” tutur Asikin.
Lihat Juga: Wajah Baru Sarinah
Dari sana, dimulailah proses di lapangan, yaitu pembongkaran fondasi yang melekat di relief patung itu. Lalu, tim bekerja mengembalikan tapak. ”Yang patah, kita perbaiki,” ucapnya.
Perbaikan bagian yang rusak didasarkan pada literatur terkait materiał yang dipakai pada masa itu. Material relief itu terdiri atas beton semen yang dicampur pecahan batu gunung, sedangkan untuk membuat kuat ada rangka besi. ”Pada zamannya itu material utama di tahun 60-an, cara membuat relief termodern,” ujar Asikin.
Lalu, juga ada pengecatan. Oleh karena tersembunyi selama 50-an tahun, ada bagian relief patung yang warnanya pudar. ”Pada waktu awal, relief belang betong karena ada tetesan air terus-menerus. Itu mempengaruhi warna dan ada yang kekuningan kena cat,” tutur Asikin.
Lihat Juga: Fakta tentang Sarinah dan Peristiwa Penting sejak 1960-an
Tim pelan-pelan memperbaiki. Pekerjaan itu bersamaan dengan pekerjaan renovasi. Untuk proses pemulihan itu, mulai dari awal hingga selesai perlu 3 bulan. Kini, proses pemulihan yang dimulai awal 2021 itu sudah selesai. Warna dan bentuk relief terpulihkan melalui proses konservasi yang panjang.
Seperti terlihat pada Senin lalu, dari pelestarian yang dilakukan, tampak perbaikan-perbaikan kecil di bagian jari-jari, tanduk kerbau, juga di bagian ikan. Upaya itu berbuah. Proses konservasi relief membuat relief itu bisa dinikmati umum. Namun, pengelola memasang semacam pembatas di depan relief sehingga masyarakat nantinya tidak bisa memegang.
”Saat kita buka untuk umum, untuk menjaga relief, masyarakat nanti tidak bisa pegang. Karena itu nanti bisa rusak, jadi kita beri pengamanan yang bagus sesuai estetika sehingga tidak mengganggu seperti dipageri begitu tidak. Tapi orang tidak bisa memegang saja,” papar Fetty.
Masyarakat akan menikmati relief dari narasi yang disiapkan pengelola. Narasi akan ada dalam bentuk tertulis, juga akan ada disiapkan secara digital.
Terbentang sebagai center point, semangat kerakyatan yang dipancarkan dari patung-patung relief itu juga yang memberi pengaruh pada pengelolaan tata ruang di dalam gedung Sarinah.
Relevansi Sarinah
Seperti dituturkan Ketua Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta Boy Bhirawa, dari relief itu ada pesan yang hendak disampaikan tentang aspek keseharian rakyat Indonesia yang banyak dilakukan di pasar juga pertanian. Produk-produk terbaik dibawa ke pasar dan diperdagangkan dalam interaksi banyak orang. Apabila sawah tidak menghasilkan, para wanita hadir sebagai penopang ekonomi keluarga melalui perdagangan. Tempatnya adalah ruang pasar yang membuka tanpa sekat.
Semangat itu yang diadopsi dalam penataan ruang di Sarinah hari ini. Sebelum proses renovasi, lantai per lantai Sarinah yang diperuntukkan sebagai pusat perbelanjaan tertutup antarlantainya. ”Sebelum renovasi, sangat sedikit orang yang tertarik mengunjungi bagian atas Sarinah. Yang ramai yang bagian depan saja,” ujar Boy.
Melalui renovasi, ada sejumlah kompromi arsitektur juga tata ruang yang terjadi dan ini memberikan kejutan lain yang menyenangkan. Ruang-ruang yang dibuat seterbuka mungkin, membuat pengunjung bisa melihat ruang atau lantai atas dari bawah, demikian sebaliknya. Sebagai bangunan cagar budaya, juga ada penguatan struktur yang menempatkan keselamatan pengunjung serta membuat bangunan berdaya tahan lama.
Konsep itu menjadi adaptasi Sarinah untuk menyesuaikan diri dengan konsep pusat perbelanjaan zaman sekarang yang terbuka. ”Karena memang tujuan renovasi Sarinah itu supaya Sarinah relevan dengan zaman sekarang,” kata Fetty.
Yang relevan dengan Sarinah sekarang adalah Sarinah sebagai wadah mempromosikan produk-produk unggulan kerakyatan yang hari ini disebut usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). ”Jadi, Sarinah bukan hanya sebagai the window of Indonesia, window yang intip-intip, tetap juga untuk perform, untuk mentas. Makanya, slogan Sarinah diganti menjadi Panggung Karya Indonesia,” papar Fetty.
Panggung, artinya untuk mentas. Karya yang artinya produk-produk unggulan yang sudah diseleksi. Lalu, Indonesia, ini artinya inklusif untuk karya-karya unggulan dari Indonesia.
”Jadi kita akan menjadi panggung. Window of Indonesia waktu itu sangat cocok. Namun, kalau sekarang, kan, kita harus push lagi, bawa produk Indonesia ke next level, yaitu untuk naik kelas. Untuk naik kelas, harus ditampilkan, harus manggung. Harus memang pantas untuk ditonton,” tutur Fetty.
Menurut Boy, spirit kerakyatan, keseharian kegiatan rakyat yang didominasi kegiatan agraris, serta sosial ekonomi yang disimbolkan lewat relief itu, mengejawantah dalam renovasi Sarinah menjadi pasar modern yang terbuka, serta menjadi panggung bagi produk unggulan lokal.
Selain di dalam tower, mementaskan karya terbaik anak bangsa juga bisa dilakukan di amfiteater. Apabila anda sering mengunjungi Sarinah sebelum renovasi, di halaman depan dulunya ada tangga menuju gedung tambahan bagian depan menara. Tangga itulah yang dilestarikan dengan cara dilebarkan dan dikonsep sebagai amfiteater.
Karya-karya terbaik UMKM, kesenian, hingga budaya bisa dipanggungkan di sana. Didukung konsep lanskap yang terbuka tanpa pagar, warga yang berkegiatan di sekitar Sarinah akan bisa menikmati pementasan itu.
Panggung karya juga bisa dilakukan di dalam menara. Tepatnya di eskalator pertama di Indonesia yang sengaja dipertahankan keberadaannya, tetapi pengoperasian hanya dilakukan sesekali karena aspek kekuatannya. ”Kita bisa melakukan fashion show di eskalator yang kita pertahankan itu. Karena dia masih akan kita jalankan juga di waktu-waktu tertentu,” tutur Fetty.
Masih dalam aspek merangkul sejarah yang diwujudkan kembali, juga ada kolam pantul. Meski kali ini tidak tampil utuh, tetapi sepotong di sisi kanan lobi, kolam yang dimaksudkan sebagai kolam refleksi dari awal gedung berdiri dihadirkan lagi.
Juga penampakan muka gedung yang mengembalikan aksen vertikal gedung dimunculkan lagi dałam warna-warna tanah yang elegan sebagai konsekuensi status gedung cagar budaya. Masyarakat nantinya akan bisa memahami transformasi Sarinah melalui galeri yang akan dibuat pengelola.
Upaya renovasi itu, ditegaskan Boy, memang menjadi cara Sarinah yang berstatus gedung cagar budaya untuk memperlakukan gedung sebagai living monument, monumen yang hidup. Dengan begitu, TSP memandang perubahan sebagai kompromi atas konsep masa kini untuk bisa mengundang banyak orang untuk datang berkegiatan di gedung cagar budaya itu bisa diterima. Ada aspek pelestarian akan gedung dan benda cagar budaya yang merupakan bagian dari sejarah, yang dirangkul dalam modernitas.