GPIB Immanuel Gelar Konser Jazz untuk Merawat Cagar Budaya
GPIB Immanuel di Jakarta mengadakan konser Jazz Goes to Immanuel pada 12-14 Agustus 2022. Konser diadakan untuk menggalang dana demi perawatan gedung gereja yang merupakan bangunan cagar budaya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat atau GPIB Immanuel, Jakarta, menggelar konser musik bertajuk ”Jazz Goes to Immanuel” pada 12-14 Agustus 2022. Yang menarik adalah konser ini untuk menggalang dana perawatan gereja yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional.
Konser yang terbuka untuk umum ini digelar di pelataran gereja tertua di Jakarta tersebut. Ada 20 musisi jazz yang akan tampil, antara lain Gerald Situmorang and Sri Hanuraga Quartet, Barry Likumahuwa and Rhythm Service, Echa Soemantri, Tompi, Monita Tahalea, Nonaria, serta Yance Manusama.
Ketua Majelis Jemaat GPIB Immanuel Abraham Ruben Persang mengatakan, gereja sempat direvitalisasi pada 2021 dengan dukungan Pemprov DKI Jakarta. Namun, menurut penilaian tim konservasi gedung gereja, kondisi gereja yang baik pascarevitalisasi hanya akan bertahan sekitar tiga tahun ke depan. Karena itu, rencana pemeliharaan gedung perlu dipikirkan dari sekarang.
”Kami sepakat bahwa kesadaran dan tanggung jawab jemaat untuk memelihara gedung ini mesti dibangun. Kami sepakat untuk menggalang dana melalui konser karena musik adalah bahasa universal,” kata Abraham, Jumat (12/8/2022), di Jakarta.
Selama ini, dana pemeliharaan gedung didapat dari persembahan jemaat gereja. Namun, pihak gereja kini memutuskan untuk merangkul masyarakat luas ikut terlibat dalam pemeliharaan gedung. Sebab, ketika gedung gereja ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, gedung ini praktis telah menjadi milik masyarakat Indonesia.
Jika potensi dimanfaatkan, cagar budaya bisa membiayai dirinya sendiri untuk pemeliharaan dan pelestarian.
Dana pemeliharaan gedung gereja juga berasal dari penyewaan gedung untuk masyarakat non-jemaat gereja, salah satunya untuk menggelar pernikahan. Gereja juga kerap dikunjungi wisatawan. Adapun pergelaran konser jazz diharapkan bisa merangkul generasi muda untuk mengenal dan peduli dengan bangunan cagar budaya Indonesia.
Sebelumnya, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta, Candrian Attahiyyat, mengatakan, potensi ekonomi sebuah cagar budaya dapat dieksplorasi. Jika potensi dimanfaatkan, cagar budaya bisa membiayai dirinya sendiri untuk pemeliharaan dan pelestarian.
Ia juga meminta agar pengelola bangunan cagar budaya untuk berkonsultasi dengan tim sidang pemugaran terlebih dahulu. Adapun renovasi gedung juga agar didampingi tim sidang pemugaran atau tim ahli cagar budaya.
Mencontoh masa lalu
Penggalangan dana juga mencontoh semangat pembangunan gereja beberapa ratus tahun silam. Rencana pembangunan gereja dicetuskan pertama kali pada 1830 oleh orang-orang Kristen Belanda di Batavia. Mereka pun menggalang dana untuk mewujudkan rencana tersebut.
Gereja akhirnya dibangun pada 1834 dan rampung pada 24 Agustus 1839. Saat itu, gereja diberi nama Willemskerk untuk menghormati Raja Willem I, Raja Belanda pada 1813-1840. Pada tahun 1984, gereja ini dinamai Immanuel.
Secara terpisah, Kepala Bidang Perlindungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo menyampaikan, pemprov memberi perhatian terhadap bangunan cagar budaya yang berfungsi sebagai rumah ibadah semua agama. Harapannya, nilai-nilai pelestarian cagar budaya bisa diteruskan jika masyarakat memanfaatkannya.
Norviadi mengapresiasi inisiatif penggalangan dana oleh Gereja Immanuel. Sesuai ketentuan UU Cagar Budaya, perawatan bangunan cagar budaya merupakan tanggung jawab pemilik dan pengelola gedung.
Pemilik atau pengelola gedung yang kesulitan dapat mengajukan permohonan bantuan dana ke pemerintah untuk merawat gedung. Permohonan untuk bangunan cagar budaya tingkat daerah bisa diajukan ke pemprov, sementara bangunan cagar budaya nasional ke pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.