Mengulang Kembali Romantika Tunjungan Romansa
Pelestarian kawasan bersejarah Jalan Tunjungan dan pemulihan aktivitas sosial ekonomi dalam masa pandemi Covid-19, misalnya Tunjungan Romansa, demi merawat keunikan dan kejayaan jantung kehidupan Surabaya, Jawa Timur.

Warga melihat pelukis wajah saat Tunjungan Romansa di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Rabu (24/11/2021). Tunjungan Romansa diresmikan pada Minggu (21/11/2021) merespons pandemi Covid-19 yang melandai. Selain untuk memopulerkan kembali Jalan Tunjungan, kegiatan digelar Pemerintah Kota Surabaya sebagai langkah cepat untuk memulihkan ekonomi masyarakat. Selain menikmati makanan yang dijual, warga yang berkunjung disuguhkan oleh penampilan pemusik.
Rek ayo rek mlaku mlaku nang Tunjungan… Ngalor ngidul liwat toko ngumbah moto…
Penggalan bait lagu karya maestro Alphonsius Is Haryanto itu selalu kontekstual untuk melukiskan romantika atau lika-iku suka-duka aktivitas sosial ekonomi Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur.
Ada ungkapan, siapa pun yang ke Surabaya tidak akan lengkap jika belum mampir ke Jalan Tunjungan. Ruas yang membentang cuma 800 meter ini komplet karena menjadi salah satu pusat ekonomi Bumi Pahlawan. Jalan Tunjungan menyimpan narasi perjalanan Arek Suroboyo sejak awal abad ke-20, terutama melalui peninggalan arsitektur kolonial yang sebagian masih terawat.
Tidak berlebihan ketika Pemerintah Kota Surabaya dan Bank Indonesia Perwakilan Jatim meluncurkan program Tunjungan Romansa, Minggu (21/11/2021) malam. Tunjungan Romansa bertujuan menggairahkan aktivitas ekonomi di Surabaya, khususnya di kawasan Tunjungan, dalam masa pandemi Covid-19 yang melandai. Pandemi sejak Maret 2020 memukul semua aspek kehidupan dunia sehingga perekonomian morat-marit alias lesu.
Tunjungan Romansa yang berlangsung sepekan diharapkan menyentuh sanubari kalangan warga Surabaya, terutama yang terdampak pandemi. Semoga mereka yang merasa menderita karena pukulan ekonomi bisa sejenak tersenyum dan terhibur ketika datang ke Jalan Tunjungan untuk melihat penghiburan dari seniman/seniwati, perubahan fasad lingkungan menjadi lebih warna-warni, dan interaksi sosial antarwarga.
Baca juga : Mengikat Kenangan ”Mlaku-mlaku nang Tunjungan”

Warga melewati deretan penjual makanan saat mengunjungi Tunjungan Romansa di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Rabu (24/11/2021). Tunjungan Romansa diresmikan pada Minggu (21/11/2021) merespons pandemi Covid-19 yang melandai. Selain untuk memopulerkan kembali Jalan Tunjungan, kegiatan digelar Pemerintah Kota Surabaya sebagai langkah cepat untuk memulihkan ekonomi masyarakat. Selain menikmati makanan yang dijual ,warga yang berkunjung juga disuguhkan oleh penampilan pemusik.
Karena masih berada dalam masa pengendalian pandemi, Tunjungan Romansa bergerak dalam koridor penerapan protokol kesehatan. Siapa pun boleh datang ke Jalan Tunjungan, tetapi mau tidak mau terjadi pembatasan dan pengendalian kerumunan oleh aparatur terpadu (Satuan Tugas Penanganan Covid-19).
Pengunjung berkendaraan bisa memarkir mobil atau sepeda motor di Gedung Siola, Hotel Double Tree, Jalan Tanjung Anom, Gedung TEC, Jalan Genteng Besar, Hotel Majapahit, Pasar Tunjungan, dan Jalan Kenari dengan kapasitas total 1.700 sepeda motor dan 500 mobil.
Ada tampilan dan suasana baru selama Tunjungan Romansa. Perubahan fisik, terutama pemasangan lampu-lampu jalan atau tata cahaya dan penambahan bangku di trotoar. Sebagian dinding gedung-gedung yang belum kembali dimanfaatkan dipakai untuk seni mural. Suasana itu terutama senja mungkin sempurna untuk memuaskan hasrat berfoto.
Di Jalan Tunjungan ada setidaknya 12 obyek wisata heritage atau bangunan cagar budaya.
Kurun pukul 19.00-21.00 ada penampilan hiburan dari kelompok musik dan atau pantomim di dekat pertigaan Jalan Tanjung Anom, depan toko Optik Seis, setelah kantor Bank Hakagita, dan depan Toko Edison. Sebelum pertigaan Jalan Genteng Besar ada deretan gerobak ”centil” usaha mikro kecil (UMK) yang menjajakan penganan tradisional. Komunitas perupa juga terkadang menyempatkan diri untuk mengenalkan aktivitas mereka kepada pengunjung.
Sebelum malam, Jalan Tunjungan merupakan pusat aktivitas bisnis dan pelayanan publik. Gedung Siola adalah Mal Pelayanan Publik Pemerintah Kota Surabaya untuk mengurus, misalnya, administrasi kependudukan. Di prasarana yang sudah ada setidaknya sejak 1920 itu berderet gedung untuk kantor, bank, hotel, toko untuk busana, alat kantor, kendaraan, dan restoran atau kedai makan minum.

Lokasi parkir di sekitar Jalan Tunjungan Surabaya sejak Minggu (20/11/2021).
Di Jalan Genteng Besar berderet toko oleh-oleh khas Suroboyoan atau Jawatimuran sekaligus Pasar Genteng. Kerupuk kulit ikan, lorjuk, terung laut, ikan asin, bandeng asap, atau segala kerupuk dan kue lokal bisa didapat di sini. Jalan Genteng Besar sudah melegenda sebagai pusat oleh-oleh khas Surabaya. Di belakang Pasar Genteng atau Jalan Genteng Durasim terdapat kedai rujak cingur dan sop buntut yang legendaris. Kedai itu tentu sudah banyak berubah dari warung mungil sejak 1936.
Lihat juga : Berkunjung ke Tunjungan Romansa
Kesinambungan
Mengembalikan kejayaan Jalan Tunjungan, seperti di era kolonial sebagai Nieuwe Surabaia atau Surabaya Baru, menjadi semangat Tunjungan Romansa. Namun, pada prinsipnya, kegiatan terkini itu berkesinambungan dengan program lama, yakni Festival Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang dimulai pada Desember 2017.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tentu masih ingat ketika festival itu berlangsung pada masa kepemimpinan Tri Rismaharini (kini Menteri Sosial). Ketika itu, Eri menjabat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya yang notabene tangan kanan Risma. Bisa ditarik benang merah setidaknya Tunjungan Romansa sebagai kelanjutan festival tadi.

Kapasitas gedung parkir di kawasan Jalan Tunjungan Surabaya, Minggu (20/11/2021).
Eri masih ingat ketika festival berlangsung, Jalan Tunjungan ditutup pada Sabtu/Minggu malam. Di sana diadakan gelar produk UMK kepada pengunjung. Pemilik atau pengelola gedung-gedung di Jalan Tunjungan juga diberi tempat untuk mempromosikan produk khasnya, terutama kuliner. Pada prinsipnya, kegiatan festival ketika itu dan Tunjungan Romansa saat ini ingin mengundang kehadiran banyak orang.
”Sebagai langkah untuk menggairahkan kembali perekonomian dalam koridor normal baru sekaligus ingin mencoba mengembalikan roh kejayaan Tunjungan,” kata Eri.
Baca juga : ”Rek Ayo Rek, Mlaku-mlaku Nang Tunjungan”…

Petugas menutup Jalan Tunjungan dalam rangka pemberlakukan kawasan Tertib Physical Distancing, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (27/3/2020). Pemberlakukan kawasan tersebut dalam rangka menekan penyebaran wabah Covid-19.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, Jalan Tunjungan cukup banyak memiliki narasi sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa terkenal tentunya perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato atau kini menjadi Hotel Majapahit. Setiap tahun, peristiwa bersejarah itu selalu dikenang dan diadakan festival atau parade yang digagas oleh komunitas pencinta sejarah dan difasilitasi oleh pemerintah.
”Di Jalan Tunjungan ada setidaknya 12 obyek wisata heritage atau bangunan cagar budaya,” kata Antiek. Interaksi sosial antarwarga untuk mendapatkan narasi atau cerita dari gedung bersejarah itu akan menjadi komunikasi sosial yang baik.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jatim Budi Hanoto mengatakan, dalam konteks ekonomi, Jalan Tunjungan tetap memiliki potensi besar mendukung pertumbuhan ekonomi regional (Jatim) dan Surabaya (lokal).
”Jalan Tunjungan masih menjadi salah satu jantung ekonomi di Surabaya,” kata Budi. Sebagai salah satu ikon Surabaya, Jalan Tunjungan tetap dijadikan desitinasi wisata kuliner, seni, budaya, dan sejarah sekaligus memberi panggung bagi pengelola UMK. Bank Indonesia mendukung Tunjungan Romansa dengan membangun gerai UMK dan sarana pendukung lainnya.
Lestari
Pemerintah Kota Surabaya berencana melanjutkan program Tunjungan Romansa dengan harapan aktivitas di Jalan Tunjungan tersebut bisa lestari. Untuk mengikat pengunjung bisa menikmati Jalan Tunjungan, memang perlu semacam aktivitas khusus yang menarik perhatian. Harapannnya, kegiatan sosial di sana melanggengkan perekonomian sekaligus identitas kawasan yang bersama Jalan Embong Malang dan Jalan Blauran merupakan segi tiga emas ekonomi Surabaya.
Baca juga : Menjelajah Atmosfer Asia, Timur Tengah, hingga Eropa di Kota Tua Surabaya

Fragmen rekontruksi perobekan bendera merah putih biru di Hotel Yamato di Jalan Tunjungan, Surabaya. Peristiwa 76 tahun lalu bermula saat sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr WVCh Ploegman tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya mengibarkan bendera merah putih biru di tiang teratas Hotel Yamato yang saat ini bernama Hotel Majapahit.
Pengusaha UMK makanan minuman bisa kembali memanfaatkan gerobak saji bantuan BI untuk menjajakan produknya tidak terbatas pada malam. Mereka bisa secara bergiliran buka sejak pagi sampai malam. Yang harus menjadi perhatian adalah keberadaan lapak itu jangan sampai menutupi atau mengganggu unit usaha yang beroperasi. Sementara ini, deretan lapak memanfaatkan teras gedung yang belum beroperasi.
Selain itu, perlu dipikirkan mekanisme pengaturan lalu lintas dari dan ke Jalan Tunjungan. Karena merupakan jalan penting atau vital di pusat kota, penutupan prasarana secara permanen tidak disarankan.
Barangkali bisa dipertimbangkan ruas jalan searah yang cuma dua lajur ini steril dari parkir kendaraan di badan jalan. Selain itu, bisa larangan melintas bagi kendaraan besar, kecuali angkutan umum atau yang bersifat kedaruratan (mobil atau truk pemadam, ambulans, kebencanaan).
Sebelum pandemi, Jalan Tunjungan juga menjadi salah satu lokasi ruas bebas kendaraan bermotor setiap Minggu pagi. Ketika itu berlaku, jalan biasanya ditutup setidaknya enam jam atau pukul 06.00-12.00. Jika mekanisme itu kembali ditempuh, di Jalan Tunjungan berpeluang diadakan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi publik, misalnya olahraga bersama atau parade seni dan kesejarahan.
Sementara ini, ngumbah moto alias cuci mata terlebih dulu menikmati perubahan Jalan Tunjungan yang ciamik soro (mantul alias mantap betul).