Siswa Sakit Jangan Dipaksakan Ikut Pembelajaran Tatap Muka
Pembelajaran tatap muka (PTM) dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan siswa akibat pandemi Covid-19. Namun, siswa yang sedang sakit jangan dipaksakan mengikuti PTM untuk mencegah penularan penyakit di sekolah.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembelajaran tatap muka dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan siswa akibat pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir. Namun, kesehatan peserta didik harus diprioritaskan. Oleh karenanya, siswa yang sedang sakit jangan dipaksakan mengikuti PTM untuk mencegah penularan penyakit di sekolah.
Setelah menerapkan pembelajaran daring dan luring terbatas selama pandemi, sejumlah sekolah di Tanah Air kembali menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen, Senin (11/7/2022). Pemberlakuan protokol kesehatan (prokes) di sekolah menjadi syarat yang tidak bisa ditawar di tengah meningkatnya penularan Covid-19 dalam sebulan terakhir.
Di Sekolah Dasar Negeri Palmerah 07 Pagi, Jakarta, misalnya, siswa dicek suhu tubuhnya di pintu gerbang sekolah. Di setiap kelas juga disediakan wastafel sebagai tempat cuci tangan siswa sebelum memulai pelajaran.
Siswa, guru, dan staf sekolah lainnya wajib memakai masker. Guru juga berkomunikasi intensif dengan orangtua untuk memantau kondisi kesehatan siswa. Sekolah tetap menyediakan pembelajaran daring bagi pelajar yang sakit.
“Mungkin karena lelah mengajari anak di rumah, sebagian orangtua berpikir ngotot menyertakan anaknya mengikuti PTM. Hal ini tidak boleh dipaksakan. Kesehatan anak tetap yang utama,” ujar Kepala SDN Palmerah 07 Pagi, Setianingsih.
Setianingsih memastikan, hak anak untuk memperoleh pembelajaran tidak akan hilang meski tidak mengikuti PTM. Jadi, pihaknya tetap menerapkan pembelajaran campuran (luring dan daring) jika diperlukan.
SDN Palmerah 07 Pagi mempunyai 264 siswa yang dibagi dalam 10 rombongan belajar (rombel). Kecuali siswa kelas I yang baru masuk sekolah, semua siswa telah divaksin Covid-19 dosis lengkap.
Siswa mengikuti PTM pada pukul 06.30-10.15. Untuk menghindari kerumunan, sekolah mengatur waktu kepulangan siswa secara bergantian.
Hak anak untuk memperoleh pembelajaran tidak akan hilang meski tidak mengikuti PTM. Jadi, pihaknya tetap menerapkan pembelajaran campuran (luring dan daring) jika diperlukan
“Jika dipulangkan sekaligus, akan sulit menerapkan jaga jarak. Jadi, kepulangan setiap kelas diberi jeda 10-15 menit yang dimulai dari kelas rendah (I-III),” katanya.
Imbauan menerapkan prokes di sekolah juga disampaikan Kepala Sekolah Menengah Pertama 16 Jakarta Bambang Sukri kepada para siswa saat memulai PTM 100 persen. Sekolah tersebut memiliki 890 siswa dengan 24 rombel.
Sebanyak 16 rombel mengikuti sif pagi pada pukul 06.30-12.15, sementara delapan rombel lainnya pada sif sore pukul 12.30-17.30. Untuk mencegah keramaian, sekolah memisahkan akses tangga masuk dan kepulangan siswa.
“Dengan begitu, siswa yang masuk sif pagi tidak berkumpul dengan sif sore. Guru juga selalu mengingatkan siswa untuk tidak melepas masker meskipun sudah pulang,” katanya.
Bambang menuturkan, hampir semua orangtua siswa menginginkan anaknya mengikuti PTM 100 persen. Namun, pihaknya tetap mengutamakan faktor kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
“Jika siswa sakit akan diberi tugas untuk dikerjakan di rumah. Tidak perlu memaksakan masuk sekolah. Dengan catatan, ada keterangan sakit dari dokter,” ujarnya.
Bambang menambahkan, kerawanan pelanggaran prokes terjadi saat siswa pulang sekolah menuju rumah. Oleh karenanya, pihaknya selalu berkoordinasi dengan orangtua melalui grup aplikasi pesan untuk mengingatkan hal itu.
Kekhawatiran ini meningkat seiring mulai naiknya kasus Covid-19 dalam sebulan terakhir. Penambahan kasus harian Covid-19 di Tanah Air mencapai 1.681 kasus, Senin (11/7). Jumlah itu meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan sebulan lalu dengan 574 kasus.
Pengamat kebijakan pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menuturkan, salah satu disrupsi pandemi Covid-19 terhadap dunia pendidikan adalah ketidakpastian dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, pemerintah dan sekolah harus siap dengan perubahan menerapkan sistem pembelajaran dalam waktu yang singkat.
“Saat ini (pembelajaran) luring, beberapa waktu ke depan mungkin bisa (pembelajaran) daring. Namun, prokes harus dipastikan dilaksanakan dengan disiplin oleh siswa dan guru,” ucapnya.
Cecep menganjurkan orangtua untuk menyiapkan bekal makanan siswa dari rumah. Hal ini untuk menghindari kontak fisik siswa saat membeli makanan.
Kehilangan pembelajaran
Sekolah akan memanfaatkan PTM untuk mengatasi learning loss atau kehilangan pembelajaran akibat pandemi Covid-19. Pandemi menyebabkan menurunnya capaian belajar selama penerapan sistem daring.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril mengatakan, sejumlah negara di dunia memberlakukan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan kualitas yang bervariasi. Ia mengatakan, pemulihan pendidikan global sangat penting dibahas dalam untuk meraih tujuan pulih bersama.
“Siswa di seluruh dunia menghadapi masalah akses mendapatkan pembelajaran dan risiko kehilangan pembelajaran atau atau atau learning loss. Ini yang harus kita sikapi bersama-sama,” ujarnya dalam diskusi daring 'Pentingnya PTM di Negara-ngera G20', Kamis (7/7).
Setianingsih menambahkan, pembelajaran daring dan PTM terbatas selama pandemi mendatangkan berbagai kendala bagi guru, siswa, dan orangtua. Salah satunya, banyak anak-anak tidak fokus belajar karena tidak diawasi langsung oleh guru.
“Sebelum pandemi, siswa kelas II yang akan naik ke kelas III sudah menguasai perkalian dasar dengan baik. Sekarang, masih banyak yang tertinggal. Ini yang akan kami kejar selama PTM,” jelasnya.