Pimpinan KPK Lili Pintauli Akhirnya Hadiri Sidang Etik
Sidang etik perkara dugaan penerimaan gratifikasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar akhirnya digelar secara terbuka setelah sempat tertunda selama satu pekan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah mangkir, akhirnya pada Senin (11/7/2022), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar hadir dalam sidang etik di Dewan Pengawas KPK. Lili, yang diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika, Nusa Tenggara Barat, datang lewat pintu belakang gedung KPK lama.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, sidang etik dibuka sekitar pukul 10.30. Sidang hanya dibuka kemudian diskors untuk dilanjutkan lagi pada pukul 12.00. Sidang, menurut rencana, akan dibuka untuk umum. Wartawan akan disediakan akses layar monitor untuk jalannya persidangan.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Harjono, sebelum sidang etik dimulai, mengatakan, lima anggota Dewas akan menjadi majelis etik. Secara teknis, sidang akan dibuka oleh majelis, kemudian terlapor Lili Pintauli Siregar akan dipanggil masuk.
Dewas tidak boleh bersifat permisif dan pemaaf jika berkaitan dengan pelanggaran pimpinan, tetapi keras dan tegas pada pegawai di level bawah. Dewas tak boleh menegakkan etik tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Ketua KPK Firli Bahuri juga tampak hadir ke Dewas KPK. Namun, saat ditanya oleh wartawan, Firli tidak menjawab sepatah kata pun. Firli langsung masuk ke ruangan Dewas KPK.
M Praswad Nugraha dari IM57+ Institute berpendapat, melihat pelanggaran Lili yang sudah berulang, jangan sampai ada upaya main mata lagi dari Dewas KPK. Dewas tidak boleh bersifat permisif dan pemaaf jika berkaitan dengan pelanggaran pimpinan, tetapi keras dan tegas pada pegawai di level bawah. Dewas tak boleh menegakkan etik tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
”Pelanggaran Lili sudah berulang, vonisnya harus bersifat pemberatan, harus berupa pemecatan,” kata Praswad.
Lebih lanjut, Praswad juga berpandangan bahwa terduga penerima gratifikasi yang sedang menjalani proses sidang kode etik tidak pantas memberikan ceramah dan nasihat untuk tidak menerima gratifikasi bagi seluruh pejabat di Indonesia. Seharusnya, seluruh pihak baik Dewas dan Pimpinan KPK bersama-sama menjaga marwah lembaga antirasuah yang sudah tercoreng oleh tindakan pimpinannya sendiri. Selain itu, Lili juga harus nonaktif agar bisa fokus menjalani proses sidang etik di Dewas, tanpa ada alasan tugas-tugas lain ke daerah.
”Nonaktifkan Lili selama proses sidang agar terhindar dari conflict of interest (CoI). Sebagai pimpinan KPK, Lili akan memutuskan naik atau tidaknya ekspose perkara gratifikasi untuk tersangka lain. Padahal, dia sendiri sedang menghadapi sidang kode etik perkara gratifikasi,” terang Praswad.
Praswad menambahkan, jika penerimaan gratifikasi akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika ke Lili diketahui oleh Ketua KPK dan pimpinan lain, seluruh pihak yang terlibat harus dijatuhi sanksi yang seberat-beratnya. Ini untuk memberikan efek jera agar tidak ada lagi pimpinan dan pegawai KPK menerima gratifikasi ke depannya.
Senada dengan Praswad, peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, juga mendorong agar pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian gratifikasi akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika diusut. Baik pemberi akomodasi dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina, maupun penerima selain Lili. Berdasarkan informasi yang dikantongi ICW, selain Lili ada oknum jaksa yang juga menerima gratifikasi akomodasi dan tiket menonton MotoGP.
”Kami mendorong agar pihak yang terlibat baik pemberi maupun penerima gratifikasi diusut tuntas,” kata Kurnia.