Di balik kelancaran jemaah haji Indonesia beribadah di Arab Saudi, ada para petugas yang berjibaku memenuhi kebutuhan jemaah. Mereka bekerja mengurus berbagai hal, mulai dari transportasi, akomodasi, sampai konsumsi.
Oleh
ILHAM KHOIRI
·6 menit baca
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Jemaah Indonesia sedang menyeberangi jalan di kawasan Mahbas Jin di Mekkah, Arab Saudi, Sabtu (18/6/2022) siang. Untuk memastikan keamanan jemaah, petugas haji Indonesia membantu proses penyeberangan dari halte bus menuju hotel.
Sabtu (18/6/2022) siang yang terik. Suhu sekitar 40 derajat celsius. Di tengah panas ekstrem itu, Novianto Hakim (30) dan Farid Marjan (27) dengan rompi hijau bertuliskan ”Indonesia”, sibuk membantu jemaah haji menyeberangi jalan di kawasan Mahbas Jin, Mekkah, Arab Saudi.
”Bapak, Ibu, ayo jalan sini,” kata Novianto sambil memegang tangan seorang lelaki dari rombongan jemaah yang berjalan dari arah terminal.
Saat berbarengan, Farid mengangkat dan mengayun-ayunkan tongkat berwarna merah hijau untuk meminta mobil dan bus yang melaju di King Abdul Aziz Road mau berhenti sejenak.
Jemaah pun selamat mencapai seberang jalan, lantas bergegas menuju Hotel Sofwat Albayt. Di situ, mereka bersama ribuan anggota jemaah haji Indonesia menginap selama di Mekkah. ”Makasih, ya,” seru jemaah sambil melambaikan tangan. Dua pemuda itu membungkukkan badan.
Kelar satu rombongan, muncul lagi rombongan jemaah lain. Kali ini, mereka dari arah hotel dan mau menyeberangi jalan menuju Terminal Bus Mahbas Jin. Mereka akan naik bus menuju Masjidil Haram yang berjarak sekitar 2,5 kilometer. Dua pemuda itu kembali beraksi. Satu pegang tongkat untuk menahan laju mobil. Satu lagi mengarahkan orang-orang menuju halte.
Setelah rombongan jemaah kelar menyeberang, dua pemuda itu berteduh di bawah atap Halte 79. Keduanya lantas minum dan mengusap peluh dengan kain. ”Kalau pas kosong, kami harus segera berteduh. Tidak bisa berlama-lama kena panas matahari, bisa dehidrasi nanti,” kata Novianto.
Pemuda itu masih belajar di Jurusan Syariah di Kuliah fi al-Masjid an-Nabawi, Madinah. Temannya, Farid, kuliah di Prince Sattam bin Abdulaziz University di Riyadh. Keduanya lolos seleksi sebagai petugas pendukung lokal dari warga Indonesia yang tinggal di Arab Saudi untuk musim haji tahun 1443 Hijriah/2022 ini.
Kenapa keduanya membantu menyeberangkan jemaah di Mahbas Jin? Jembatan penyeberangan di kawasan itu masih belum selesai dibangun. Jalur itu cukup ramai dengan lalu lalang kendaraan yang melaju kencang. Sebagian jemaah kesulitan menyeberang, apalagi di tengah suhu ekstrem. Saat sekira pukul 14.00 waktu setempat, suhu bisa mencapai 47 derajat celsius.
Untuk mengatasi panas ekstrem, petugas harus sering-seing membasahi topi dengan air, menyemprot kepala dan wajah, atau meminum air, meski belum haus. ”Kalau tidak banyak minum, kami pusing, mata buram, telinga berdenging. Kalau sudah merasa begitu, kami berteduh, minum lagi banyak-banyak,” kata Farid.
Dua pemuda itu adalah petugas pendukung yang direkrut melalui proses seleksi oleh Kementerian Agama RI. Umumnya mereka para mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Arab Saudi. Mereka punya modal bahasa Arab, memahami kultur lokal, dan mengenali lapangan. Mereka membantu Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
Di Tanah Air, PPIH dipilih dari beberapa daerah dan instansi. Setelah mengikuti beberapa pelatihan teknis, mereka kemudian ditempatkan di berbagai divisi sesuai keahlian dan profesinya. Ada petugas bagian transportasi, konsumsi, atau akomodasi. Ada pula bagian kesehatan, administrasi, media, dan keamanan. Mereka semua bertugas melayani jemaah haji.
Sejumlah anggota Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sedang menyiapkan bus Sholawat untuk mengantar jemaah haji Indonesia di Mekkah, Arab Saudi, Minggu (12/6/2022). Bus ini beroperasi selama 24 jam untuk menjemput jemaah haji Indonesia dari halte di dekat hotel tiap-tiap jemaah dan mengantarkan mereka menuju Masjidil Haram.
Tidak mudah
Tak mudah menjadi petugas haji. Bagaimanapun, jemaah berasal dari beberapa daerah dengan budaya, bahasa, dan tingkat pendidikan beragam. Sebagian mereka berasal dari pelosok kampung dan tidak bisa berbahasa Indonesia. Bagi sebagian, pergi haji ke Arab Saudi adalah perjalanan ke luar negeri pertamanya.
Simak saja cerita Hilman Farid (57), anggota PPIH asal Bandung, Jawa Barat. Tahun 2011, dia juga menjadi petugas dari daerah Jawa Barat. Saat itulah, dia punya pengalaman mengesankan.
Suatu hari, di tengah jalan di kawasan Misfalah, Mekkah, Farid bertemu seorang kakek anggota jemaah haji Indonesia. Kakek itu hanya mengenakan satu sandal jepit. Sandal satu lagi ditenteng karena talinya putus.
Kakek tampak kebingungan, tidak tahu arah pulang ke hotel tempatnya menginap. Saat ditanya di daerah mana hotelnya, kakek itu juga lupa. Setelah ditenangkan, pelan-pelan mulut kakek itu seperti mengeluarkan suara membentuk potongan-potongan kata ”az az az… zuk zuk.”
”Oh, mungkin hotelnya di Aziziyah, kawasan hunian jemaah haji Indonesia,” pikir Farid.
Kakek itu pun diajak ke hotel tempat Farid menginap, diberi minum, dan duduk biar tenang. Tak lupa, dia kasih juga sandal pengganti.
Setelah memastikan kakek itu memang menginap di satu hotel di Aziziyah, Farid pun mengantarkannya ke petugas sektor. Petugas itulah yang kemudian membawa kakek telantar itu kembali ke hotelnya.
Lebih dramatis lagi pengalaman Letkol TNI AU Slamet Budiyono (51), yang kini menjadi Sekretaris Sektor Khusus Masjidil Haram. Pada 11 September 2015, saat dia menjadi anggota PPIH, terjadi kecelakaan crane atau mesin pengangkat berat untuk pembangunan masjid.
Dia masih ingat betul, saat itu, sekira pukul 17.00 waktu setempat, tetiba langit gelap, hujan turun, dan badai bertiup kencang. Crane pun jatuh. ”Suaranya, blang!” kenang Slamet.
Dia sontak bergegas ke area kecelakaan. Banyak anggota jemaah tertimpa crane. Darah berceceran di lantai masjid. Banyak orang merintih kesakitan.
Bersama sesama petugas, dia berjibaku menggotong jemaah Indonesia yang bergeletakan. Ada jemaah yang patah tulang, mungkin juga ada yang meninggal di tempat. Semua dibawa ke mobil pengangkut.
Untuk membantu identifikasi korban, Slamet memotret nama-nama jemaah yang tertera di gelang atau di kartu identitas haji. Evakuasi sampai sekitar pukul 20.00. Puluhan anggota jemaah Indonesia menjadi korban, baik luka maupun meninggal. ”Waktu itu, saya menangis,” kata Slamet.
Beberapa anggota Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sedang memeriksa kawasan tenda untuk jemaah Indonesia di Mina, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (19/6/2022). Mina menjadi salah satu situs penting dalam amalan haji, yaitu untuk mabit (bermalam) dan melempar jumrah.
Bekerja sampai 90 hari
Pada musim haji tahun 2022 ini, ada 1.900-an petugas PPIH yang mengurus 100.051 anggota jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan jemaah selama beribadah haji, mereka ditempatkan dalam tiga wilayah kerja, yaitu di Daerah Kerja Mekkah, Madinah, dan Bandara di Jeddah. Para petugas terbang ke Tanah Suci secara berangsur-angsur sesuai tugas dan masa kerjanya, antara 60 dan 90 hari.
Sebagian petugas punya masa kerja lama karena bertanggung jawab untuk menyiapkan bebagai fasilitas jauh hari sebelum jemaah tiba. Sebagai misal, petugas bagian akomodasi yang mesti memeriksa kesiapan hotel. Contoh lain, petugas bagian transportasi yang memastikan bus antar jemput dari hotel ke Masjidil Haram tersedia dan nyaman digunakan. Begitu pula petugas yang mengurusi konsumsi dengan menu Nusantara untuk jemaah haji.
Asep Rohadian, Kepala Seksi Konsumsi Daerah Kerja Mekkah, menjelaskan, proses seleksi perusahaan katering penyedia konsumsi jemaah Indonesia sudah dimulai pada Februari-Maret 2022. Petugas memilih perusahaan katering di Mekkah yang punya dapur cukup luas, peralatan masak memadai, akses distribusi, adanya koki Indonesia, dan mampu menyediakan menu sehat dan sesuai lidah jemaah Indonesia.
Hasilnya, 31 perusahaan katering terpilih untuk memasok konsumsi jemaah haji Indonesia di Mekkah. Sebanyak 13 perusahaan di antaranya menyiapkan makan malam dan 18 perusahaan untuk makan pagi dan siang. Saat jemaah mulai tiba di Mekkah, ada petugas yang rutin mengontrol dapur katering untuk memastikan proses memasak berjalan sesuai jadwal.
”Kami ingin jemaah bisa makan lahap sehingga menjadi energi untuk beribadah,” kata Asep.
Dalam beberapa kesempatan bimbingan petugas, Ketua PPIH Arsad Hidayat mengingatkan bahwa ibadah petugas itu melayani jemaah. ”Tugas itu mulia karena menjamu tamu Allah,” katanya saat malam pelepasan petugas sebelum terbang ke Mekkah, awal Juni 2022.