Negara G20 Bersinergi Memperkuat ”Data Sharing” Kesehatan
Mekanisme ”data sharing” terkait analisis patogen yang dapat berpotensi menjadi pandemi telah disepakati oleh negara-negara anggota G20. Untuk sementara, GISAID Plus diusulkan sebagai platform untuk pelbagai data itu.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
LOMBOK, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya keterbukaan data kesehatan di tingkat global. Optimalisasi pelbagai data atau data sharing terkait analisis patogen yang berpotensi menimbulkan pandemi amat diperlukan. Negara-negara G20 pun sepakat akan menyiapkan platform untuk berbagi data kesehatan secara universal.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha dalam acara The Second Health Working Group Meeting di Lombok, Selasa (7/6/2022), menyampaikan, penguatan mekanisme berbagi data yang tepercaya menjadi salah satu aspek penting untuk membangun ketahanan sistem kesehatan global. Pandemi Covid-19 telah membuktikan bahwa dengan berbagi data kesehatan, terutama terkait patogen yang dapat menyebabkan penyakit, penanganan kesehatan menjadi lebih baik dan cepat.
”Negara-negara G20 pun telah sepakat kalau sharing data dan informasi itu sangat diperlukan. Tentu itu tidak semua data yang harus dibagikan, tetapi data terkait penyakit yang kemungkinan menimbulkan pandemi,” ujarnya.
Melalui mekanisme berbagai data dan informasi yang tepat, menurut Kunta, keterbukaan informasi dapat berjalan dengan optimal. Setiap negara pun dapat mengakses sekaligus memberikan analisis data terkait dari pelbagai sisi.
Negara-negara G20 pun telah sepakat kalau ”sharing data ” dan informasi itu sangat diperlukan. Tentu itu tidak semua data yang harus dibagikan, tetapi data terkait penyakit yang kemungkinan menimbulkan pandemi.
Hal itu telah terjadi selama pandemi Covid-19 melalui data sharing pada platform Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Banyak negara melaporkan data genom virus korona ke platform tersebut. Dari data yang terkumpul ini, analisis lebih lanjut bisa dilakukan dengan lebih baik, termasuk untuk melihat karakteristik virus di suatu wilayah serta melihat kecepatan penyebaran mutasi virus.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, atas dasar penggunaan GISAID yang sudah luas oleh sejumlah negara, Indonesia mengusulkan untuk menggunakan GISAID sebagai platform untuk berbagi data universal. Namun, itu akan diperluas dengan pembentukan GISAID Plus. Melalui platform ini, setiap negara tidak hanya bisa berbagi data dan informasi mengenai Covid-19, tetapi juga patogen lainnya yang memiliki potensi pandemi di masa depan.
Negara anggota G20 pun telah mendukung usulan tersebut dengan beberapa rekomendasi dan klarifikasi. Pembahasan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan mekanisme pembagian data pada platform tersebut, khususnya dalam hal aksesibilitas, manfaat, dan dampak bagi tiap-tiap negara.
”Kita juga perlu memastikan ada persetujuan dari negara anggota G20 agar semua laboratorium di dunia mau berbagi data patogen, baik virus, kuman, maupun bakteri jika ada pandemi berikutnya. Dengan begitu, mekanisme pelaporan data genomic sequencing sudah terbentuk,” ujar Budi.
Keamanan data
Kunta menyampaikan, sejumlah koridor telah ditetapkan untuk memastikan keamanan data yang dibagikan pada GISAID Plus. Koridor tersebut meliputi aspek transparansi, keberlanjutan, kualitas data, akuntabilitas data, pemerintahan, dan identifikasi patogen.
Ia menuturkan, larangan komersialisasi pemanfaatan data yang dilaporkan dinilai tidak bisa dilakukan. Namun, sejumlah pembatasan akan diberlakukan agar data bisa dimanfaatkan secara bijak. Terkait kepentingan komersialisasi, pihak yang berkepentingan pun dapat langsung berhubungan dengan ilmuwan yang melaporkan hasil analisis data.
Menurut Kunta, tantangan saat ini ada pada kuantitas data yang dilaporkan serta kecepatan dalam pelaporan. Selama pandemi, terdapat sejumlah negara yang banyak melaporkan data, sementara ada pula negara yang hanya melaporkan data dalam jumlah terbatas. Selain itu, ada pula negara yang cepat melaporkan data dan ditemukan juga negara yang lambat dalam pelaporan. Keterlambatan ini dapat terjadi karena kapabilitas analisis data yang terbatas.
Presiden GISAID Peter Bogner menyampaikan, selama ini setidaknya sudah ada 210 negara dan wilayah yang menggunakan mekanisme pelaporan GISAID untuk membagikan data terkait wabah dengan cepat. Ia pun optimistis dengan pemanfaatan GISAID sebagai wadah untuk berbagi data terkait analisis patogen secara global.
Bogner juga memastikan perlindungan data yang dilaporkan pada platform GISAID. Sejumlah aturan telah diberlakukan bagi semua pihak yang mengakses data pada GISAID.
”Tantangan yang ada sekarang ialah keberpihakan politik untuk melihat apakah semua negara memiliki pemahaman yang sama untuk memperluas GISAID ke GISAID Plus. Dari sisi GISAID, kami tetap ingin fokus pada patogen tertentu yang memiliki potensi pandemi,” ucapnya.