Kepala Sekolah Pengeroyok Guru di Kupang Harus Diproses secara Hukum
Kepala sekolah dasar di Kabupaten Kupang yang menganiaya guru bawahannya harus diproses sampai ke pengadilan. Langkah Ini untuk memberikan efek jera bagi guru-guru lain yang sering bersikap arogan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Dua guru di SDN Oelbeba Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, berupaya menenangkan seorang pelaku pengeroyokan terhadap guru Ansel Nale di sekolah itu, Selasa (31/5/2022). Pelaku diapit dua guru yang berpakaian keki, sementara korban berada di sebelah kiri pelaku yang tidak tampak.
OELAMASI, KOMPAS — Kepala Sekolah Dasar Negeri Oelbeba Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, dan enam pelaku lain, yang melakukan pengeroyokan terhadap guru pegawai negeri di sekolah itu harus diproses sampai ke pengadilan. Langkah ini sebagai pembelajaran terhadap sejumlah kepala sekolah lain agar lebih mengedepankan persaudaraan dan musyawarah mufakat dalam setiap mengambil keputusan, bukan emosional dan bahkan melakukan kekerasan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur Manuel Buan di Oelamasi, Selasa (7/6/2022), mengatakan, kasus pengeroyokan terhadap guru pegawai negeri sipil, Anselmus Nale (40), saat pertemuan para guru di sekolah itu sangat disayangkan.
Kasus penganiayaan tersebut sebenarnya tidak terjadi jika kepala sekolah lebih bijaksana menanggapi pertanyaan korban, Anselmus Nale, saat sesi tanya jawab.
Dari peristiwa itu, menurut Buan, kepala sekolah dan enam anggota keluarganya, yang melakukan pengeroyakan, harus diproses sampai ke pengadilan. ”Jangan sampai kasus ini didiamkan atau hilang di tengah jalan dengan berbagai alasan,” ujarnya.
Penganiayaan terhadap guru oleh kepala sekolah ini dapat menjadi pembelajaran terhadap sejumlah kepala sekolah, tidak hanya sekolah dasar tetapi juga tingkat menengah, yang selama ini cenderung bertindak arogan, otoriter, dan tidak mengedepankan nilai-nilai musyawarah mufakat dalam sekolah.
Dalam pertemuan evaluasi ujian sekolah dan penilaianakhir semester itu, korban, guru Anselmus Nale, menanyakan soal konsumsi bagi para guru yang tidak disediakan sampai menyinggung dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Menurut korban, guru pengawas ujian sekolah tersebut perlu mendapatkan snack, sebagai salah satu bagian penting dari pelaksanaan ujian akhir semester siswa karena makanan ringan itu sudah dianggarkan.
Pertanyaan dan pernyataan korban tersebut membuat kepala sekolah, Alexander Niti (54), berang, marah, dan berteriak-teriak dari tempat duduknya sambil menggebrak meja di depannya.
Melibatkan keluarga
Ia lalu bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Ansel Nale, berjarak sekitar 4 meter, serta memukul korban dengan kepalan tangan di bahu kiri korban. Tidak puas dengan pukulan itu, pelaku mengambil kursi kayu di sampingnya kemudian melempar ke arah korban, tetapi ditangkis korban dengan tangan kanannya sehingga terluka.
Di ruangan itu pun adaanak kandung dari kepala sekolah, Alexander Nitti, bernama Elionora Katerina Niti, sebagai guru honor.
Ia pun bergegas menghampiridan memarahi korban sambil berteriak-teriak dengan kata kasar. Guru honor lalu keluar ruangan kemudian berteriak memanggil warga sekitar bahwa kepala sekolah, yang juga ayah kandungnya itu, dianiaya oleh Ansel Nale. Rumah kepala sekolah berjarak sekitar 10 meter dari sekolah.
Teriakan itu terdengar istri kepala sekolah dan anggota keluarganya yang lain. Jumlah mereka sekitar enam orang, termasuk Elionora. Mereka ke sekolah dan beramai-ramai melakukan pengeroyokan terhadap Ansel Nale. Pengeroyokan mulai dari dalam ruang pertemuan kemudian berlanjut sampai di halaman sekolah saat korban berupaya melarikan diri.
Korban mengalami luka memar di wajah, bahu, dan tangan. ”Korban sempat melarikan diri, tetapi tidak begitu cepat sehingga ditangkap para pelaku lalu dianiaya beramai-ramai lagi,” kata Buan.
Menurut Buan, mestinya Alexander Niti selaku kepala sekolah tidak perlu marah, apalagi menganiaya guru bawahannya.
”
Namanya evaluasi bersama, apalagi dengan kepala sekolah, hal-hal terkait kegiatan ujian akhir semester bisa ditanyakan. Kalau kepala sekolah langsung menjawab dengan baik, tidak akan muncul masalah pidana seperti ini,
”
katanya.
Ia menilai, permusuhan antara kepala sekolah dan para guru sering terjadi di Kabupaten Kupang bahkan Nusa Tenggara Timur, di tingkat SD-SMA. Situasi ini, antara lain, dipicu oleh pengelolaan danabantuan operasional sekolah (BOS) yang dinilai tidak transparan.
Jika kepala sekolah itu jujur, transparan, dan melaporkan dana BOS secara rinci, tidak menimbulkan salah paham antara kepala sekolah dan guru di sekolah itu. Dana BOS bukan milik perseorangan, tetapi wajib dikelola secara jujur dan bertanggung jawab oleh kepala sekolah demi kelancaran pendidikan dan peningkatan mutu sekolah itu.
Korban Anselmus Nale saat ini sudah dipanggil Manuel Buan untuk bekerja sementara di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Ini untuk menghindari keributan lanjutan jika korban masih diberi kesempatan mengajar di sana. ”Setelah kasus pidana ini selesai ditangani, mungkin saja korban dikembalikan ke sekolah, tetapi bukan lagi di SD semula,” katanya.
Ketua Dewan Pendidikan NTT Simon Riwu Kaho mengatakan, kasus itu sangat mencoreng nama
”besar” guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda. Profesi guru itu sangat mulia, menjadi contoh dan teladan bagi anak murid dan masyarakat sekitar.
”Ada apa sampai kepala sekolah cepat tersinggung saat ditanya soal uang konsumsi dan dana BOS. Karena itu, selain menangani kasus pidana penganiayaan, polisi juga mendalami pemanfaatan dana BOS di sekolah itu,” katanya.
Setelah kasus pidana ini selesai ditangani, mungkin saja korban dikembalikan ke sekolah, tetapi bukan lagi di SD semula, (Manuel Buan)
Kepala Polres Kabupaten Kupang Ajun Komisaris BesarFX Irwan Arianto dalam rilisnya, antara lain, menyebutkan, selain melakukan pengeroyokan terhadap korban, para pelaku juga mengambil ponsel merek SamsungA 20 S milik korban. Korban mengalami luka memar di bahu kiri, jari kelingking, dan jari tengah korban lecet dan keseleo saat menangkis kursi yang dilempar pelaku.
Kasus ini ditangani Polres Kabupaten Kupang. Kepala sekolah dan enam pelaku lain, termasuk istri pelaku, juga sedang diperiksa. ”Penyidik tentu bekerja sesuai prosedur dan secara professional,” kata Arianto.
Siswa SD Inpres Liliba Kota Kupang mengenakan pakaian adat suku masing-masing di NTT. Mereka bernyanyi dan menari dalam memperingati Hari Guru Ke-75, 25 November 2021, penguatan pemahaman Pancasila, dan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2021 di SD Inpres Liliba Kupang.