Festival Musik Indonesia akan diadakan pada 20-21 Agustus 2022 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ada tujuh kelompok musikal Indonesia yang akan tampil.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia memiliki akar dan sejarah panjang pertunjukan musikal yang tampak dari keragaman budaya. Kesadaran akan ini digali dan dikembangkan melalui Festival Musik Indonesia.
Festival Musik Indonesia (FMI) merupakan program yang digarap Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Yayasan Eksotika Karmawibhangga Indonesia. FMI akan diadakan pada 20-21 Agustus 2022 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra mengatakan, publik telanjur mengetahui seni pertunjukan musikal berasal dari Inggris dan Amerika. Padahal, seni dengan unsur musikal (tari, musik, akting) sudah ada di sejumlah pentas tradisional, antara lain lenong Betawi, wayang kulit, dan ludruk dari Jawa Timur.
”FMI diharapkan menjadi wadah ekspresi bagi pelaku seni. Wadah ini juga diharapkan membuat kebaruan (seni pertunjukan musikal) tanpa menghilangkan nilai lokal,” kata Mahendra pada pertemuan daring, Selasa (7/6/2022).
Festival ini sejalan dengan pemanfaatan budaya yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Menurut Mahendra, kekayaan budaya Indonesia tidak cukup jika hanya dilindungi. Kebudayaan juga mesti dapat dikembangkan dan dimanfaatkan.
FMI baru pertama kali diadakan pada 2022 dan direncanakan berlangsung setiap tahun. Ada sejumlah kegiatan selama FMI, antara lain seminar, pameran, dan pertunjukan musikal. Pertunjukan itu melibatkan tujuh kelompok musikal, yaitu Artswara, EKI Dance Company, Flodanzoka, Jakarta Movin, Kampus Betawi, Swargaloka, serta Teman Production.
Mereka akan menyuguhkan pertunjukan dengan tema Sejarah Indonesia. Jakarta Movin, misalnya, akan membawa pertunjukan berjudul 9 Sembilu yang menceritakan sembilan perempuan dari Kendeng, Jawa Tengah. Mereka memperjuangkan tanah mereka dari pendirian pabrik semen. Pada 2017, mereka menyemen kaki mereka di depan Istana Negara, Jakarta.
Perwakilan kelompok Artswara, Patty, mengatakan, mereka akan menampilkan kisah hidup Cut Nyak Dien setelah dibuang ke Sumedang oleh Belanda lewat pertunjukan Dien. Sementara perwakilan EKI Dance Company, Ara Ajisiwi, mengatakan, kelompoknya akan menampilkan cerita Ken Dedes.
”Kami akan mengangkat sosok Teka Iku, pahlawan dari daerah Sikka, Flores Timur, yang memperjuangkan tanah leluhur mereka di masa penjajahan Belanda, lalu meninggal saat pembuangan di Sawahlunto,” ujar perwakilan kelompok FlodanzSoka, Aidil.
Menurut Direktur FMI, Rusdy Rukmarata, tema sejarah dipilih agar generasi muda bisa menghargai sejarah bangsa. Sejarah juga dapat diolah menjadi beragam karya seni yang menarik, baik dalam bentuk pertunjukan musikal, monolog, maupun film.
Menurut produser FMI, Reda Gaudiamo, anak muda mempunyai minat terhadap pertunjukan musikal. Itu sebabnya pemahaman tentang sejarah seni drama dan tari, termasuk musik, di Indonesia mesti dikenalkan.
”Kita juga punya musikal sendiri,” katanya. ”Mumpung anak muda lagi senang dengan musikal, misalnya di Broadway, mereka perlu tahu juga bahwa kita punya akar yang cukup dalam dan sejarah panjang soal ini,” ujar Reda.
Produser FMI dan Ketua Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta Yola Yulfianti mengatakan, FMI dapat mewadahi perkembangan seni tari yang progresif. Perkembangan itu kian signifikan dengan perkembangan teknologi yang dimanfaatkan dalam proses seni.