Bantu Pengungsi Rohingya Kabur, Tiga Warga Bireuen Ditangkap Polisi
Pelaku dijanjikan upah Rp 2 juta dari setiap pengungsi yang dapat dibantu kabur dari posko penampungan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BIREUEN, KOMPAS — Aparat kepolisian menangkap tiga warga Kabupaten Bireuen, Aceh, karena membantu pengungsi Rohingya kabur dari posko penampungan. Mereka dijanjikan bayaran Rp 2 juta dari setiap pengungsi yang berhasil dibawa kabur.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Winardy, Senin (18/4/2022), menuturkan, tiga warga yang ditangkap adalah SR (35), FA (28), dan BRH (30). Mereka ditangkap pada Minggu (17/4/2022) pagi.
Peristiwa usaha membawa kabur pengungsi dari posko terjadi pada waktu sahur. Saat petugas membagi makanan untuk sahur, seorang pengsungi melaporkan ada beberapa pengungsi kabur dari posko.
Sebanyak 114 pengungsi Rohingya terdampar di Bireuen pada 5 Maret 2022. Para imigran itu meliputi 79 orang dewasa dan 35 anak.
Pengungsi dewasa terdiri dari 58 laki-laki dan 21 perempuan. Mereka ditampung sementara di posko Kantor Camat Jangka.
Petugas menyisir jalur yang diduga digunakan untuk keluar dari posko. Pada jarak 300 meter dari posko, petugas menemukan dua mobil minibus Toyota Avanza.
Setelah dilakukan pemeriksaan, di dalam mobil itu terdapat empat pengungsi dan tiga warga Bireuen. ”Mereka akan diantar ke Langsa, masing-masing pengungsi membayar Rp 2 juta,” kata Winardy.
Informasi dari pelaku, pengungsi Rohingya akan diantar ke Langsa. Dari sana, mereka akan melanjutkan perjalanan ke Sumatera Utara.
Polisi masih mendalami kasus ini sebab ada kabar di Langsa pengungsi tersebut akan dijemput agen yang lain.
Para pelaku dan pengungsi kini ditahan di Polres Bireuen untuk diperiksa. Telepon genggam mereka disita untuk diperiksa kemungkinan ada percakapan mengatur rencana kabur.
Pengungsi Rohingya telah ditampung di kabupaten itu sejak pertama terdampar. Pada 16 Maret 2022, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI meminta UNHCR, Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization of Migration/IOM), kepolisian, keimigrasian, dan Pemerintah Provinsi Aceh untuk merelokasi pengungsi itu Pekanbaru. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut.
Asisten I Pemerintah Kabupaten Bireuen Mulyadi berharap pengungsi itu segera direlokasi ke tempat lain yang lebih layak. Bireuen tidak punya fasilitas untuk menampung pengungsi sebab kabupaten itu tidak dipersiapkan sebagai lokasi penampungan pengungsi.
”Kami belum dapat penjelasan mengapa sampai sekarang pengungsi Rohinga belum direlokasi,” katanya.
Mulyadi mengatakan, meski menempati posko darurat, pengungsi Rohingya diperlakukan dengan baik. Kebutuhan pangan dan kesehatan pengungsi terpenuhi.
”Secara kemanusiaan, kami telah memperlakukan pengungsi dengan baik. Namun, kami berharap relokasi dipercepat,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris International Concern Group for Rohingya (ICGR) Adli Abdullah mengatakan, pemerintah harus mengambil langkah cepat dalam menangani pengungsi Rohingya. Membiarkan pengungsi lama berada di posko darurat dapat membuat kondisi mereka memburuk, baik secara fisik maupun mental.
Aceh adalah kawasan paling sering disinggahi pengungsi Rohingya. Secara geografis, Aceh berhadapan dengan Selat Malaka dan Samudra Hindia yang sangat memungkinkan kapal pengungsi diseret gelombang ke daratan Aceh.
Dalam catatan Kompas, sudah belasan kali kapal pengungsi Myanmar itu masuk ke Aceh dengan total 1.802 orang sejak 2011. Gelombang pengungsi Rohingya berpotensi terus berdatangan ke Aceh jika akar konflik tidak diselesaikan.