Presiden Jokowi: Akar Masalah Pengungsi Rohingya Harus Diselesaikan
Presiden Jokowi menyatakan, akar masalah pengungsi Rohingya harus diselesaikan. Mereka berhak hidup damai di rumah mereka di Myanmar. Namun, guna menjamin keselamatan, kini ada 105 pengungsi Rohingnya ditampung di Aceh.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demi kemanusiaan, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia telah memutuskan untuk menampung sementara 105 pengungsi Rohingya di Aceh. Selanjutnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia akan terus bekerja sama dengan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi atau UNHCR serta Organisasi Internasional untuk Migrasi atau IOM.
”Akar masalah pengungsi Rohingya harus diselesaikan. Mereka berhak hidup damai di rumah mereka di Myanmar,” ujar Presiden Jokowi dalam cuitan di laman media sosial Twitter resminya, Jumat (31/12/2021).
Seperti diberitakan Kompas.id berjudul ”Pengungsi Rohingya Dievakuasi ke Lhokseumawe”, Pemerintah Republik Indonesia telah mengevakuasi 105 pengungsi Rohingya ke darat pada Jumat (31/12/2021). Proses evakuasi berlangsung hingga pukul 01.00 dini hari. Dari tengah laut, kapal pengungsi Rohingya dari Myanmar ini ditarik menggunakan kapal TNI AL.
Evakuasi dilakukan melalui Pelabuhan Krueng Geukuh, Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, Jumat (31/12/2021). Mereka ditampung sementara di Balai Latihan Kerja Kota Lhokseumawe. Menurut rencana, setelah ditampung 10 hari di Lhokseumawe, para pengungsi akan dipindahkan ke Medan, Sumatera Utara.
Sebelumnya, di beragam forum, Presiden Jokowi sempat beberapa kali menegaskan bahwa masalah pengungsi Rohingya memang harus segera diselesaikan. Ketika berbicara pada Summit for Democracy 2021 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (9/12/2021), Presiden Jokowi menyampaikan komitmen Indonesia untuk terus memajukan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), baik pada level kawasan maupun global, termasuk terkait Myanmar.
Tentang Myanmar, Indonesia berkomitmen untuk terus berkontribusi agar kesepakatan ASEAN mengenai five points of consensus dapat diimplementasikan. Presiden Jokowi meyakini bahwa demokrasi di Myanmar akan dapat dipulihkan melalui dialog inklusif.
Dalam pernyataan pers bersama antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri bin Yaakob pada Rabu (10/11/ 2021) di Ruang Teratai, Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, kedua pemimpin negara juga bertukar pikiran mengenai beberapa isu kawasan, termasuk yang berkaitan dengan Myanmar.
Terkait isu Myanmar, Presiden Jokowi dan PM Ismail Sabri bersependapat bahwa isu Myanmar perlu diselesaikan. ”Malaysia amat terkesan karena kegawatan yang berlaku di Myanmar akan menambahkan lagi refugee ataupun pelarian Rohingya ke Malaysia, dan sekarang ini kita sedang menampung lebih dari 200.000 pelarian Rohingya ke Malaysia,” ujar PM Ismail Sabri kala itu.
Tentang Myanmar, Indonesia berkomitmen untuk terus berkontribusi agar kesepakatan ASEAN mengenai five points of consensus dapat diimplementasikan.
Pemeriksaan kesehatan
Seperti diberitakan Reuters pada Jumat (31/12/2021), pejabat UNHCR Oktina Hafanti mengatakan bahwa terdapat 105 pengungsi, termasuk 50 wanita dan 47 anak-anak. Mereka dievakuasi ke gedung balai latihan kerja milik Pemerintah Kota Lhokseumawe dan akan dikarantina selama 10 hingga 14 hari dan menjalani pemeriksaan kesehatan.
Pengungsi Rohingya, yang beberapa di antaranya termasuk wanita yang sedang hamil, dilaporkan ditemukan oleh nelayan di lepas pantai Provinsi Aceh setelah 28 hari berada di laut. Nelayan yang mendekati kapal tersebut mengatakan bahwa kapal mengalami kerusakan mesin, bocor, dan terancam tenggelam. Para pengungsi juga membutuhkan makanan.
Seperti dikutip Reuters, Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, mengatakan, Pemerintah Indonesia terlambat bereaksi. Namun, ia menghargai bahwa pihak berwenang telah mendengarkan para nelayan Aceh dan menerima para pengungsi.
Pengungsi Muslim Rohingya dari Myanmar telah bertahun-tahun berlayar untuk mengungsi ke negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Mereka berlayar antara November dan April ketika laut tenang. Ratusan dari mereka datang ke Aceh secara berkala dalam beberapa tahun terakhir.
Indonesia bukan penanda tangan Konvensi PBB 1951 tentang Pengungsi. Sebagian besar pengungsi Rohingya menjadikan Indonesia sebagai negara transit sebelum mereka mencari suaka ke negara lain, seperti Malaysia. Banyak di antara pengungsi yang ditolak setelah menghabiskan perjalanan berbulan-bulan di laut.