Pemerintah harus mengambil langkah cepat dalam menangani pengungsi Rohingya. Membiarkan pengungsi lama berada di posko darurat dapat membuat pengungsi memburuk baik secara fisik maupun mental.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BIREUEN, KOMPAS - Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) masih menunggu keputusan terakhir untuk memindahkan pengungsi Rohingya. Saat ini pengungsi Rohingya masih bertahan di posko darurat di Kabupaten Bireuen.
Juru bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, Kamis (24/3/2022), mengatakan, saat ini UNHCR sedang berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mempercepat pemindahan 114 pengungsi Rohingya di Bireuen.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI meminta UNHCR, Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization of Migration/IOM), kepolisian, Keimigrasian, Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Provinsi Riau untuk menyusun rencana relokasi pengungsi Rohingya.
”Saat ini kami tengah menjalankan diskusi dan komunikasi yang krusial dengan pihak otoritas di berbagai tingkatan dan lokasi agar tak ada kendala di lapangan,” kata Mitra.
Kemenko Polhukam menunjuk Kota Pekanbaru sebagai lokasi penampungan pengungsi dari Bireuen.
Dalam surat yang diterbitkan pada 16 Maret 2022 itu, pemindahan diminta telah dilakukan pada 19 Maret 2022. Namun, Mitra mengatakan, persoalan akomodasi ditentukan oleh pihak yang ditunjuk sebagai penampung. Apabila sudah ada keputusan akhir terkait dengan penampungan UNCHR dan mitra, pengungsi siap dipindah.
Mitra menambahkan, UNHCR tidak dapat memindahkan pengungsi jika belum ada persetujuan dari pemerintah yang ditunjuk sebagai lokasi penampungan.
Asisten I Pemerintah Kabupaten Bireuen Mulyadi yang dihubungi pada Rabu (23/3/2022) mengatakan, Bireuen tidak memiliki tempat penampungan yang layak untuk pengungsi. Membiarkan pengungsi Rohingya di Bireuen justru akan membuat kondisi mereka menjadi lebih buruk.
Sebagian pengungsi mulai sakit lantaran lokasi penampungan tidak memenuhi standar. ”Kami berharap mereka segera dipindahkan. Kami sudah memperlakukan mereka dengan baik,” kata Mulyadi.
Sebanyak 114 pengungsi Rohingya terdampar di Bireuen pada 5 Maret 2022. Para imigran itu meliputi 79 orang dewasa dan 35 anak. Pengungsi dewasa terdiri dari 58 laki-laki dan 21 perempuan. Selama di Bireuen mereka ditempatkan di balai desa dan balai kecamatan. Selama 19 hari pengungsi tinggal di sana, sedangkan kebutuhan makanan dan obat-obatan dipasok oleh UNHCR, IOM, dan lembaga lain.
Mulyadi mengemukakan, Bireuen bukan daerah yang ditunjuk untuk menampung pengungsi Rohingya. Selama ini saat ada pengungsi Rohingya yang terdampar direlokasi ke Medan, Sumatera Utara.
Provinsi Aceh kawasan paling sering disinggahi pengungsi Rohingya. Secara geografis, Aceh berhadapan dengan Selat Malaka dan Samudra Hindia yang sangat memungkinkan kapal pengungsi diseret gelombang ke daratan Aceh.
Dalam catatan Kompas, sudah belasan kali kapal pengungsi Myanmar itu masuk ke Aceh dengan total 1.802 orang sejak 2011. Gelombang Rohingya berpotensi terus berdatangan ke Aceh jika akar konflik tidak diselesaikan.
Sekretaris International Concern Group for Rohingya (ICGR) Adli Abdullah mengatakan, pemerintah harus mengambil langkah cepat dalam menangani pengungsi Rohingya. Membiarkan pengungsi lama berada di posko darurat dapat membuat pengungsi memburuk baik secara fisik maupun mental.
Di sisi lain, Adli mendesak para pejabat negara-negara Asia Tenggara untuk sama-sama menyelesaikan persoalan Rohingya. Sebagai negara yang menjunjung nilai-nilai kemanusian, persoalan Rohinga harus dilihat sebagai persoalan bersama.
”Sebagai manusia, warga Rohingya berhak untuk hidup layak seperti kita. Persoalan Rohingya harus diselesaikan oleh negara anggota ASEAN mengingat masalah itu telah mengganggu politik negara di ASEAN.” kata Adli.