Babat Puluhan Hektar Mangrove Tanpa Izin, Pemerintah Stop Kegiatan Pabrik Nikel di Teluk Balikpapan
Pemerintah menghentikan pembukaan hutan mangrove dan hutan darat tanpa izin lingkungan di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Kegiatan perusahaan pengolahan nikel yang membuka lahan itu dapat dikategorikan tindak pidana.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemerintah menghentikan pembukaan hutan mangrove dan hutan darat tanpa izin lingkungan di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Kegiatan perusahaan pengolahan nikel yang membuka lahan itu dapat dikategorikan tindak pidana.
Sebelumnya, pada 2 Maret 2022, Koalisi Peduli Teluk Balikpapan melaporkan adanya dugaan perusakan mangrove, penutupan sungai, dan vegetasi di sekitarnya tanpa izin ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kaltim. Koalisi itu terdiri dari Pokja Pesisir, Stabil, dan Walhi Kaltim. Dalam laporan itu, mereka mengirimkan bukti foto dan titik koordinat temuan sejak Desember 2021.
Setelah adanya laporan, perwakilan DLH Kaltim, DLH Kota Balikpapan, serta tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan verifikasi lapangan pada 31 Maret 2022 serta 3-4 April 2022. Hasilnya, pemerintah mendapati mangrove sudah dibuka seluas 19,2 hektar tanpa adanya persetujuan lingkungan.
Saat pemerintah menyidak, sudah tak ada kegiatan alat berat di lokasi. Dari informasi yang dihimpun pemerintah, PT Mitra Murni Perkasa (MMP) sudah menghentikan kegiatan alat berat pada pertengahan Maret 2022. Pemerintah kemudian menyegel tempat tersebut.
Kepala Balai Penegakan Hukum KLHK Wilayah Kalimantan Eduward Hutapea mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengumpulkan data dan informasi dari perusahaan. Ada konsekuensi hukum yang harus dilalui oleh perusahaan.
”Konsekuensi tentunya melihat (sesuai) dengan pelanggaran yang dilakukan dan peruntukan lahan. Perihal memulai kegiatan tanpa persetujuan lingkungan, (itu) tidak dibenarkan dan dapat dikategorikan perbuatan pidana,” ujar Eduward, dihubungi dari Balikpapan, Jumat (8/4/2022).
Ketika ditanya apakah proyek pembangunan smelter nikel itu bakal berhenti atau berlanjut, Eduward menjawab itu perlu dilihat dari bentuk pelanggarannya. Ia berjanji akan menginformasikan kembali hasil dari pendalaman kasus yang pihaknya lakukan.
Saat Kompas mengunjungi lokasi itu pada Kamis (31/3/2022), lahan yang dibuka berada di dekat Sungai Tempadung, Kelurahan Kariangau, Kota Balikpapan. Tempat itu terletak sekitar 300 meter dari bentang panjang Jembatan Pulau Balang.
Di lokasi hanya terdapat enam orang yang menjaga kawasan. Mereka berjaga di sebuah pondok tepi pantai. Di belakang pondok, mangrove sudah diratakan dan ditutup oleh pagar seng berwarna putih-biru.
Namun, terlihat jelas akar-akar mangrove berserakan di beberapa sudut, seperti baru saja ditebang. Di balik seng penutup itu, terlihat sejumlah truk dan ekskavator terparkir.
Para penjaga tak mengizinkan wartawan masuk dan memotret kawasan itu. Namun, penjaga beberapa kali memotret wartawan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim EA Rafiddin Rizal mengatakan, PT MMP sudah mendapat izin prinsip dari Pemkot Balikpapan pada 2021. Kemudian, pada Maret dan April 2021, Pemkot Balikpapan dan pihak perusahaan meninjau lokasi proyek untuk verifikasi lapangan.
Segera lakukan pemulihan secara berkala atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT MMP di Teluk Balikpapan. (Khairil Anwar)
Rafidin menyebutkan, kegiatan pembukaan hutan mangrove oleh PT MMP sudah dilakukan sejak November 2021. Padahal, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) belum terbit. PT MMP baru mengajukan kerangka acuan dalam kajian amdal pada Februari 2022 yang saat ini sedang dalam perbaikan.
”Dalam satu proyek rencana kegiatan, kawasan tersebut harus ada amdal dahulu, termasuk proses prakonstruksi, apakah itu land clearing dan segala macam,” ujarnya.
Meski ada prosedur yang dilangkahi, proses amdal PT MMP di DLH Provinsi Kaltim tetap berjalan. Rafidin menjelaskan, hal itu sesuai dengan kesepakatan dari hasil pertemuan pada 5 April 2022. Pertemuan itu dihadiri perwakilan KLHK, Pemkot Balikpapan, dan perwakilan perusahaan.
Adapun pihak perusahaan, kata Rafidin, mengakui bahwa mereka sudah melakukan kelalaian. ”Alasan mereka, PT MMP, adalah karena investasi, termasuk karena pinjaman bank sehingga mereka harus segera progres. Itu alasan dari perusahaan,” katanya.
Husein Sarwono dari Koalisi Peduli Teluk Balikpapan mengapresiasi langkah pemerintah atas laporan mereka. Namun, ia meminta pemerintah memberi sanksi tegas bagi perusahaan yang telah merusak hutan mangrove sebelum terbitnya amdal. Bahkan, ada pasal lain yang diduga dilanggar PT MMP.
Pasal 73 UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan, setiap orang tidak diizinkan merusak ekosistem mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman. Itu dapat dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun. Adapun pidana denda paling sedikit Rp 2 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
”Koalisi menyerukan sikap, (pemerintah) tidak hanya menghentikan kegiatan sementara, tetapi memberikan sanksi yang tegas kepada pemilik berupa pencabutan izin usaha PT MMP. Selain itu, memberi sanksi pidana sesuai peraturan,” kata Husein.
Chairil Anwar dari Walhi Kaltim juga menuntut agar publik dilibatkan agar proses penanganan kasus lebih transparan. Selain itu, ia menuntut agar ekosistem yang sudah rusak segera dipulihkan.
”Segera lakukan pemulihan secara berkala atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT MMP di Teluk Balikpapan,” ujarnya.