Belum Berizin, Pabrik Nikel Babat Puluhan Hektar Mangrove di Teluk Balikpapan
Hutan mangrove dan hutan darat seluas 23 hektar di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, dibabat oleh perusahaan pengolahan nikel meskipun izin lingkungan belum terbit.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Hutan mangrove dan hutan darat seluas 23 hektar di Teluk Balikpapan dibabat oleh perusahaan pengolahan nikel meskipun izin lingkungan belum terbit. Masyarakat sudah melaporkan hal itu kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur. Sejauh ini pemda telah meninjau lokasi, tetapi belum menjatuhkan sanksi.
Kamis (31/3/2022), Kompas mengunjungi lokasi itu melalui jalur air bersama perwakilan Koalisi Peduli Teluk Balikpapan (KPTB). Letaknya berada di dekat Sungai Tempadung, Kelurahan Kariangau, Kota Balikpapan. Lahan yang dibuka terletak sekitar 300 meter dari bentang panjang Jembatan Pulau Balang.
Di lokasi itu terdapat enam orang yang menjaga kawasan. Mereka berjaga di sebuah pondok tepi pantai. Di belakang pondok, mangrove sudah diratakan dan ditutup oleh pagar seng berwarna putih-biru.
Namun, terlihat jelas akar-akar mangrove berserakan di beberapa sudut, seperti baru saja ditebang. Di balik seng penutup itu, terlihat sejumlah truk dan ekskavator terparkir. Para penjaga tak mengizinkan wartawan dan KPTB masuk dan memotret kawasan itu. Namun, penjaga beberapa kali memotret wartawan dan tim KPTB.
Salah seorang penjaga mengaku bernama Pak Jenggot (60). Ia mengatakan, sekitar 20 ekskavator sudah diturunkan untuk membuka lahan di sana sejak November 2021. Pekerjaan itu terus dilakukan setiap hari dengan penjagaan Pak Jenggot dan kawan-kawannya.
”Sejak Sabtu (26/3/2022) sudah tidak ada pekerjaan lagi. Waktu itu ada 70-an orang yang bekerja. Menurut informasi, lahan yang dibuka sekitar 23 hektar,” katanya.
KPTB sudah memantau aktivitas itu sejak Desember 2021. Saat itu, mereka mendapati truk dan ekskavator masih beroperasi merobohkan hutan mangrove yang tersambung dengan hutan darat di sana. Dari penghitungan mereka, sedikitnya 10 hektar hutan mangrove ditebang dan sekitar 10 hektar hutan darat diratakan.
Bahkan, mereka mendapati adanya pengerukan Sungai Tempadung sepanjang 70 meter akibat aktivitas tersebut. Mereka kemudian mengecek perizinan pembukaan lahan di sana melalui situs resmi pemerintah.
Dari informasi yang mereka kumpulkan, ada perusahaan yang mendapat izin lokasi di sana untuk pembangunan pengolahan nikel. Namun, perusahaan itu belum mendapat izin lingkungan untuk melakukan pembukaan lahan mangrove dan hutan darat di sana.
”Ternyata pada Januari 2022, mereka baru rapat untuk membahas kerangka acuan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Berarti, amdal itu kan belum terbit pada tahun 2022, tetapi mereka sudah melakukan pembukaan sejak 2021,” ujar Husein Sarwono dari Pokja Pasisir dan Nelayan, bagian dari KPTB.
Padahal, dalam Pasal 73 UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, orang tidak boleh dengan sengaja merusak ekosistem mangrove tanpa izin. Ancamannya, penjara paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 2 miliar.
Husein dan koalisi sudah melaporkan temuan itu kepada Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan. Akan tetapi, KPTB diminta untuk melaporkan hal tersebut kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kaltim.
Pada 2 Maret 2022, KPTB kemudian melaporkannya ke DLH Kaltim beseta bukti foto dan titik koordinat dugaan perusakan lingkungan tanpa izin itu. Husein menyebutkan, pekan lalu pihaknya sudah diundang DLH Kaltim untuk memberi penjelasan mengenai temuan koalisi.
Meninjau lapangan
Dihubungi terpisah, Kepala DLH Kaltim EA Rafiddin Rizal mengatakan, laporan dari KPTB sudah ia terima pada pertengahan Maret 2022. Ia juga sudah mendengar langsung aduan dan temuan KPTB sebagai pelapor.
Mereka sedang berproses untuk persetujuan lingkungan. Harusnya tidak boleh (proyek berjalan). (EA Rafiddin Rizal)
Ia menyebutkan, aktivitas pembukaan lahan itu seharusnya belum bisa dilakukan. Sebab, perusahaan nikel itu masih memproses izin lingkungan. ”Mereka sedang berproses untuk persetujuan lingkungan. Harusnya tidak boleh (proyek berjalan),” ujar Rafiddin.
Ia mengatakan, perwakilan DLH Kaltim sudah meninjau langsung lokasi yang dilaporkan. Kunjungan lapangan itu juga dihadiri oleh DLH Kota Balikpapan yang memiliki kewenangan mengenai izin pengelolaan mangrove. Rafiddin masih menunggu hasil tinjauan langsung lapangan itu.
Sementara itu, Kepala DLH Kota Balikpapan Sudirman Djayaleksana mengatakan, pihaknya meninjau ke lapangan bersama Satpol PP, DLH Provinsi Kaltim, Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat Kaltim, pihak kecamatan, dan kelurahan.
Dari tinjauan lapangan itu, para instansi akan berkoordinasi untuk membahas langkah lanjutan yang akan dilakukan. Sudirman belum bisa bicara banyak soal temuan dari kegiatan itu.
”Dari Pemkot Balikpapan, sekali lagi, kalau dia (perusahaan) belum melengkapi perizinan, dia harus melengkapi perizinan itu. Cuma, nanti langkah apa yang harus dilakukan, itu wewenang DLH Provinsi Kaltim,” ujar Sudirman.