Bakal Kurangi Pakan Harimau, Berburu Babi Hutan di Sumbar Mesti Dilokalisasi
Olahraga tradisional masyarakat Minangkabau itu mesti dilokalisasi agar risiko harimau kekurangan pakan dan konflik dengan manusia bisa ditekan.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kegiatan berburu babi hutan di Sumatera Barat berpotensi menjadi salah satu pemicu berkurangnya pakan harimau sumatera apabila dilakukan secara masif dan tak terkendali. Olahraga tradisional masyarakat Minangkabau itu mesti dilokalisasi agar risiko harimau kekurangan pakan dan konflik dengan manusia bisa ditekan.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi Usama Putra, Senin (14/2/2022), mengatakan, berburu babi hutan dengan menggunakan anjing memang menjadi budaya di Ranah Minang. Olahraga ini juga sudah memiliki persatuan dan punya larangan yang tidak boleh dilanggar anggotanya.
Harapannya, kata Yozarwardi, perburuan mestinya dilokalisasi, misalnya dengan menetapkan kawasan sebagai taman buru. Langkah ini dalam rangka menuju ke arah sana. Upaya lain yang terus dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi kepada teman-teman pehobi berburu.
”Realitasnya ada yang berburu babi hutan dan berburu rusa menggunakan anjing,” kata Yozarwardi dalam webinar ”Masa Depan Harimau Sumatera” yang digelar secara hibrida di Universitas Andalas, Padang.
Yozarwardi melanjutkan, dinas kehutanan selalu mendukung upaya yang dilakukan BKSDA Sumbar dalam memastikan mangsa harimau ini tidak berkurang. Kalau seandainya satwa atau pakan harimau berkurang, tentu Panthera tigris sumatrae itu akan pergi ke daerah penyangga untuk mencari makan.
”Jangan disalahkan nanti ketika ada kambing berkeliaran di daerah penyangga, perbatasan kawasan hutan dengan APL (area penggunaan lain), menjadi korban karena sangat sulit memantau arah jelajah harimau,” ujarnya.
Yozarwardi menambahkan, dalam rangka perlindungan dan pelestarian harimau, masyarakat pencinta olahraga buru babi perlu diajak bekerja sama. Langkah itu bisa dengan membuat arena taman buru dan berburu tidak dalam skala besar.
Kepala Resor Konservasi Wilayah (RKW) Agam BKSDA Sumbar Ade Putra dalam kesempatan itu mengatakan, BKSDA dan instansi terkait juga sudah berkomunikasi dengan para pencinta olahraga buru babi ini. RKW Agam sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan persatuan olahraga tersebut.
Jangan disalahkan nanti ketika ada kambing berkeliaran di daerah penyangga, perbatasan kawasan hutan dengan area penggunaan lain, menjadi korban karena sangat sulit memantau arah jelajah harimau. (Yozarwardi Usama)
Sebenarnya pihaknya sudah menjalin silaturahmi dan menyosialisasikan regulasi yang ada, misalnya berburu babi tidak boleh dilakukan di dalam kawasan hutan, termasuk di mana saja kawasan hutan tersebut.
Regulasi
”Bahkan, khusus di hutan konservasi, sudah ada rambu-rambu atau papan larangan berburu satwa di dalam kawasan. Itu menjadi semacam peringatan bagi rekan-rekan pencinta buru babi,” kata Ade.
Selain itu, menurut Ade, pihaknya juga berkomunikasi dengan pembina komunitas tersebut jika dirasa kegiatan berburu sudah melenceng dari regulasi yang ada.
Kemudian, di Agam, ia juga pernah meminta pengurus persatuan olahraga itu supaya tidak melakukan perburuan selama sebulan. Selain karena merebak flu babi afrika (ASF), hal ini juga karena petugas sedang menggiring harimau di Kecamatan Palembayan.
”Tidak hanya ke komunitas buru babi, kami juga masuk ke komunitas olahraga lain, seperti Perbakin (Persatuan Berburu dan Menembak Seluruh Indonesia). Kami jalin komunikasi. Tentu, bagaimana kami tidak mengganggu orang lain, tetapi orang lain itu tetap berada dalam jalur yang ada,” ujarnya.