Kekurangan Pakan akibat ASF, Harimau yang Berkeliaran di Agam Dievakuasi
Harimau yang diperkirakan keluar dari hutan karena kehabisan pakan akibat wabah flu babi Afrika dievakuasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat supaya tidak berkeliaran.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat mengevakuasi seekor harimau sumatera yang berkeliaran di perkebunan dan permukiman warga di Agam, Sumbar. Harimau itu diperkirakan turun dari kawasan hutan karena kehabisan pakan akibat wabah flu babi Afrika atau ASF.
Harimau tersebut masuk perangkap yang dipasang BKSDA di perkebunan sawit masyarakat di Kampung Maua Hilia, Jorong Kayu Pasak Timur, Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Agam, Senin (10/1/2022) sekitar pukul 14.00. Lokasi itu sekitar 200 meter dari rumah warga.
Selasa (11/1/2022) pagi, harimau betina usia sekitar tiga tahun ini dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD). ”Harimau dibawa ke PRHSD untuk dilakukan observasi,” kata Ardi Andono, Kepala BKSDA Sumbar, Selasa.
Ardi menjelaskan, Panthera tigris sumatrae itu muncul pertama kali pada 30 November 2021. Sejak itu, harimau terus berkeliaran dan memangsa seekor anak sapi dan menyerang induk sapi. Keberadaan harimau juga membuat warga resah dan enggan ke kebun.
BKSDA Sumbar melalui Resor Konservasi Wilayah Agam bersama tim Patroli Anak Nagari (Pagari) berupaya menghalau dan menggiring satwa ke dalam hutan dengan bebunyian meriam karbit dan senjata api selama 40 hari. Namun, upaya itu tak membuahkan hasil, harimau justru mendekat ke permukiman.
”Menghindari kerugian warga yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa, termasuk keselamatan harimau sumatera tersebut, kami memutuskan menangkap harimau dengan kandang jebak,” ujar Ardi.
Kematian massal
Ardi menambahkan, harimau itu turun dari hutan Cagar Alam Maninjau. Berdasarkan analisis, penyebab keluarnya harimau adalah kekurangan pakan. Beberapa waktu lalu, penyakit flu babi Afrika merebak dan menyebabkan kematian massal babi hutan.
”Hasil analisis penyebab harimau sumatera ini turun dari hutan Cagar Alam Maninjau adalah kekurangan pakan akibat adanya penyakit ASF yang menyebabkan kematian massal babi hutan di Agam sebanyak kurang lebih 50 ekor,” katanya.
Secara terpisah, Wali Nagari Salareh Aia Iron Maria Edi mengatakan, keberadaan harimau itu diketahui setelah ada sapi warga yang diterkam harimau. Setelah itu, harimau terus berkeliaran di sekitar perkebunan dan permukiman warga.
Menghindari kerugian warga yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa, termasuk keselamatan harimau sumatera tersebut, kami memutuskan menangkap harimau dengan kandang jebak. (Ardi Andono)
”Ada masyarakat yang bersua langsung dengan harimau, ada yang melihat jejaknya, ada pula yang melihat harimau mengejar kambing dan sapi. Sering terjadi konflik dengan masyarakat sehingga mereka takut ke kebun untuk panen dan merawat sawitnya,” ujar Iron.
Iron menduga harimau turun karena kekurangan pakan akibat wabah ASF. Sebelumnya tidak pernah ada konflik dengan harimau di perkampungan yang berada di kawasan hutan lindung itu. ”Jadi, memang kesimpulannya suplai makanannya terganggu,” ujarnya.
Iron menambahkan, masyarakat mengusulkan nama ”Puti Maua” untuk harimau itu. Putri adalah sebutan untuk putri keturunan raja, dalam hal ini raja hutan, sedangkan Maua adalah nama kampung tempat munculnya harimau itu di daerah terisolasi di dalam kawasan hutan lindung.
”Kami berharap Maua dikenal oleh seluruh pemangku kepentingan terkait kehutanan. Kami memohon dibantu oleh dinas kehutanan, BKSDA, BPDAS, atau KLHK, supaya Kampung Maua bisa menikmati kehidupan seperti di yang di luar hutan lindung. Apakah nanti mekanismenya pinjam pakai atau sebagainya,” ujarnya.