Pemerintah mengupayakan keseimbangan ekosistem media di Tanah Air, termasuk kesetaraan di muka hukum. Hal ini bernilai penting untuk menciptakan persaingan usaha sehat serta menyeimbangkan relasi kuasa dan medan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·6 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Indonesia mencermati perkembangan industri di bidang teknologi dan dampaknya pada kehidupan masyarakat sebagai bahan untuk merumuskan kebijakan yang terbaik. Pemerintah mengupayakan keseimbangan ekosistem media di Tanah Air, termasuk kesetaraan di muka hukum. Hal ini dinilai sangat penting untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat serta mewujudkan relasi kuasa dan medan yang seimbang.
Pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang antara lain memuat ketentuan mengenai pajak digital, bukan semata-mata untuk mengeruk pajak lebih besar, melainkan untuk memberikan keadilan bagi pelaku usaha dan industri. ”Secara khusus saya mengapresiasi inisiatif Dewan Pers, perwakilan asosiasi, perusahan media, dan para jurnalis yang turut memberikan kontribusi pemikiran terkait rancangan regulasi mengenai hak publikasi atau jurnalistik, publisher rights,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan secara virtual pada acara Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional 2022 di Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Senin (7/2/2022).
Secara khusus saya mengapresiasi inisiatif Dewan Pers, perwakilan asosiasi, perusahan media, dan para jurnalis yang turut memberikan kontribusi pemikiran terkait rancangan regulasi mengenai hak publikasi atau jurnalistik, publisher rights.
Menurut Wapres Amin, regulasi ini nantinya bukan sekadar untuk melindungi kepentingan pers nasional dalam menghadapi dominasi media baru atau platform digital global. Lebih dari itu, publisher rights adalah unsur penting untuk menjaga ekosistem media agar kemanfaatan ruang digital dapat dinikmati secara berimbang, dan kedaulatan nasional di bidang digital dapat terwujud.
Mengawali sambutannya, Wapres Amin menuturkan bahwa digitalisasi adalah topik yang sangat luas. Di masa modern seperti sekarang, digitalisasi telah memberikan dampak pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kehadiran e-commerce pada sektor perdagangan, fintech dan e-payment pada sektor perbankan, dan edutech pada sektor pendidikan adalah beberapa bukti eksistensi digitalisasi pada sendi-sendi kehidupan.
”Bidang pelayanan publik tidak terkecuali, kita ingin merealisasikan penyelenggaraan pelayanan publik secara digital. Tidak berlebihan bila digitalisasi dikatakan turut mengubah praktik keseharian dalam ranah privat, publik, bahkan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Wapres Amin.
Fenomena kemajuan teknologi digital secara global harus diakui telah melahirkan berbagai peluang dan tantangan, serta dampak positif dann negatif, tergantung dari bagaimana pengelolaannya. Disrupsi teknologi tidak hanya mengubah kebiasaan lama di kalangan praktisi dan akademisi, tetapi juga memengaruhi arah kebijakan negara, termasuk di bidang media, fiskal dan pajak, perbankan, ketenagakerjaan, dan sebagainya.
Ada pula potensi dan risiko seperti capital outflow (aliran keluar modal), pengabaian kewajiban membayar pajak, hingga pengangguran jenis baru. ”Oleh karena itu, kemandirian digital atau kedaulatan digital haruslah menjadi suatu gerakan dan kesadaran bersama segenap elemen bangsa. Setiap peran aktif kita akan semakin memperkuat upaya membangun kedaulatan di tengah berbagai tantangan digitalisasi,” kata Wapres Amin.
Saat ini, digitalisasi menjadi mesin penggerak perekonomian. Ekonomi digital Indonesia diprediksi menjadi yang terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2025 dengan nilai mencapai Rp 1.700 triliun. Ada sekitar 21 juta konsumen digital baru selama pandemi, sejak awal 2020 hingga pertengahan 2021. Akumulasi nilai pembelian pengguna internet di Indonesia juga naik dua digit sebesar 49 persen, yakni dari 47 miliar dollar AS diperkirakan menembus 70 miliar dollar AS di akhir tahun 2021.
Seiring peningkatan transaksi digital, aliran modal global pun diproyeksikan akan terus masuk. Indonesia menjadi tujuan investasi terpopuler di Asia Tenggara, melampaui Singapura. ”Data ini tentu sangat menggembirakan. Namun, yang perlu saya garis bawahi, Indonesia tidak boleh hanya sebagai pasar yang besar dari produk-produk teknologi digital global,” ujar Wapres Amin.
Kemandirian digital
Indonesia mesti memiliki posisi tawar yang kuat, dan mampu mengambil manfaat-manfaat alih teknologi dan inovasi. Indonesia harus berdikari secara digital. Roda ekonomi digital juga harus mampu menjangkau pelaku usaha besar hingga mikro dan kecil.
Namun, kemandirian digital ini tidak harus diartikan secara saklek atau keras hati dan kaku. Indonesia harus mampu membangun kemandirian secara relatif di hadapan kekuatan-kekuatan platform digital global, yang bahkan tidak menutup kemungkinan di masa depan muncul teknologi dan media baru yang belum terbayangkan hari ini.
Di satu sisi, Indonesia ingin mengembangkan aspek positif digitalisasi, seperti pemberdayaan ekonomi, kemajuan ekonomi kreatif dan UMKM, serta memberi ruang bagi inovasi digital karya anak bangsa. ”Di sisi lain, kita ingin tetap melindungi iklim demokrasi, kebebasan berpendapat dan berekspresi melalui regulasi-regulasi yang mengatur segi-segi digitalisasi. Oleh karena itu, pengaturan secara proporsional harus diimplementasikan. Tendensi overregulation perlu dihindari dalam hal ini,” ujar Wapres Amin.
Kita ingin tetap melindungi iklim demokrasi, kebebasan berpendapat dan berekspresi melalui regulasi-regulasi yang mengatur segi-segi digitalisasi. Oleh karena itu, pengaturan secara proporsional harus diimplementasikan. Tendensi overregulationperlu dihindari dalam hal ini.
Mengakhiri sambutannya, Wapres Amin kembali mengingatkan bahwa penggunaan teknologi digital saat ini adalah sebuah keniscayaan. Indonesia harus mampu mengarungi dunia digital agar tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Melek teknologi digital adalah keharusan, termasuk bijak bermedia sosial. Media massa harus membantu menyediakan konten-konten mendidik untuk tujuan tersebut.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam sambutannya menuturkan, ada satu kata yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan umum, yakni omniverse atau sering kali disebut metaverse. ”Kata metaverse atau omniverse itu, kalau kita lacak ke belakang, padanannya hampir sama dengan kata internet pada tahun 1970-an,” katanya.
Sekitar 1970, terjadi kehebohan saat diupayakan pembuatan sistem komunikasi antarkomputer. Kehebohan itu diulang lagi sekarang, yakni dengan metaverse. ”Meta itu artinya adalah beyond, di atas. (Adapun) Verse adalah universe. (Metaverse) Yaitu di atas universality. Oleh karena itu, kita yang sekarang masih hidup di tiga dimensi, barangkali agak tergopoh-gopoh untuk menangkap fenomena yang ada di metaverse ataupun omniverse,” kata Mohammad Nuh.
Namun, menurut Nuh, penjelasan mengenai hal itu sebenarnya sederhana. Penjelasan pertama, apabila mengikuti perkembangan atau perubahan di kehidupan, maka perubahan paling cepat adalah perubahan teknologi. Setelah itu perubahan yang melekat pada kehidupan orang per orang. Berikutnya adalah perubahan di dunia bisnis. Dan, perubahan yang paling lambat adalah perubahan kebijakan publik.
”Contoh itu bisa kita lihat pada saat ramai-ramai orang berdemonstrasi mengenai ojol, ojek online, dan seterusnya, public policy tentang itu belum siap. Dan, tentu nanti akan ada sesuatu yang baru lagi, sesuatu yang baru lagi. Oleh karena itu, insan pers maupun para industri pers, paling gampang adalah mengikuti perkembangan teknologi itu larinya ke mana. Maka, dia bisa kita jadikan sebagai guidance (pemandu) untuk kita melakukan perubahan-perubahan,” kata Nuh.
Dalam hal ini, menurut Nuh, kata paling tidak nyaman adalah kata terlambat. Keterlambatan perusahaan melakukan perubahan dapat memiliki beragam konsekuensi. Konsekuensi dimaksud dari keuntungan menjadi stagnan, keuntungan turun atau merugi, bahkan sampai kebangkrutan perusahaan.
Dengan demikian, sekarang adalah saat bagi insan pers mempercepat perubahan-perubahan itu sesuai tren perkembangan teknologi. Metaverse juga dapat dijelaskan dengan cara lain, dengan mengingat pelajaran mengenai bilangan kompleks. Bilangan kompleks itu terdiri dari bilangan riil dan bilangan imajiner.
”Selama ini kita hanya berkutat di wilayah bilangan riil. Dari riil inilah konteksnya menjadi physical space, semuanya diukur dari sesuatu yang sifatnya fisik. Tetapi setelah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang, sudah mulai mengeksplorasi wilayah yang selama ini belum pernah dieksplor, yaitu wilayah siber, wilayah imajiner,” kata Nuh.
Dua padanan ini, wilayah fisik dan wilayah siber, sekarang sudah mulai ramai dieksplorasi. Pihak yang tidak mau mengeksplorasi wilayah siber ibaratnya hanya akan mempunyai satu sayap. Dia tidak akan dapat terbang dan bahkan bisa ditinggal. Hal ini terlihat dari data pertumbuhan media daring, sebagai suatu media yang memanfaatkan ruang siber, yang luar biasa.
”Sehingga kami sangat-sangat menyarankan, bahkan bisa didiskusikan dengan matang, bagaimana caranya kita migrasi dari physical space yang memang sudah lama sekali kita bergelut di situ, (untuk kemudian) memasuki wilayah siber. Paling tidak, kita memasuki hybrid, kombinasi antara physical space dan cyber space,” kata Nuh.
Kami sangat yakin, insan pers adalah insan-insan yang selalu melakukan perubahan-perubahan itu, bahkan menjadi mesin untuk melakukan perubahan itu.
Pada kesempatan tersebut, merujuk pendapat Charles Darwin, Nuh mengatakan bahwa bukan yang paling kuat yang bisa bertahan, bukan pula yang paling pintar yang bisa bertahan, tetapi siapa yang melakukan perubahan itulah yang bisa bertahan. Kami sangat yakin, insan pers adalah insan-insan yang selalu melakukan perubahan-perubahan itu, bahkan menjadi mesin untuk melakukan perubahan itu, ujarnya.