Pastikan Penanganan Pandemi Merata dan Berkeadilan
Penanganan pandemi Covid-19 perlu dilakukan secara merata. Itu termasuk pada cakupan vaksinasi bagi semua penduduk.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Ketidakadilan akses layanan kesehatan pada masyarakat telah membuat penanganan pandemi Covid-19 menjadi tidak optimal. Lonjakan kasus tidak terkendali hingga fasilitas kesehatan yang kolaps pun tidak terelakkan. Penanganan pandemi pun perlu segera diubah dan diperbaiki agar lebih berperspektif pada keadilan bagi semua penduduk.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Gatot Suarman Ilyas menuturkan, penularan Covid-19 dapat terkendali apabila jumlah kasus terinfeksi bisa terus ditekan sekaligus mencegah peningkatan jumlah kematian. Seluruh upaya yang dilakukan pun perlu dipastikan dijalankan secara merata dan adil di semua wilayah.
“Pada tahun 2021, kasus terus naik dan akhirnya di waktu tertentu terjadi lonjakan sangat tinggi. Layanan kesehatan menumpuk dan rerata keterisian rumah sakit melonjak sehingga banyak pasien tidak tertangani dengan baik. Ketidakadilan akses vaksin, masker, tes, dan kapasitas lacak kasus juga telah membunuh banyak orang pada 2021, ujarnya dalam peluncuran "Health Outlook 2022: Habis Gelap, Terbitkah Terang?" yang diikuti dari Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Kondisi tersebut bisa terjadi karena pemerintah dinilai lebih fokus pada kebijakan pengaturan mobilisasi sosial dan karantina. Padahal, kebijakan yang lebih krusial yakni penerapan upaya 3T, tes, lacak, isolasi yang harus dipastikan berjalan baik.
Selain itu, penyebab lainnya yakni terbatasnya para ahli dan ilmuwan dalam memberikan pandangan dan saran pada pembuatan kebijakan berbasis bukti. Inkonsistensi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan juga berdampak pada penurunan kepercayaan publik pada penanganan pandemi.
Gatot menuturkan, apabila mengacu pada kinerja sistem kesehatan Indonesia pada 2021 diperkirakan Indonesia akan berada pada skenario “Survival of the Fittest”. Pada kondisi itu, keberhasilan mengendalikan Covid-19 akan terjadi secara terbatas dan perlahan. Meski begitu, ketimpangan yang terjadi akan cukup besar antarwilayah.
Karena itu, sejumlah rekomendasi disampaikan untuk mencegah berulangnya kembali ketimpangan penanganan pandemi pada 2022. Rekomendasi tersebut meliputi antara lain, segera membenahi kerangka regulasi dan tata kelola penanganan pandemi agar tak tumpang tindih. Hal itu termasuk menguatkan koordinasi pusat dan daerah serta membuka keterlibatan unsur non pemerintah secara lebih terbuka.
Pada 2021, kasus terus naik dan akhirnya di waktu tertentu terjadi lonjakan yang sangat tinggi. Layanan kesehatan menumpuk dan rerata keterisian rumah sakit melonjak sehingga banyak pasien yang tidak tertangani dengan baik.
Pemerintah juga diharapkan menyediakan akses pemeriksaan Covid-19 secara lebih luas. Dengan begitu, realokasi anggaran penanganan Covid-29 diperlukan untuk memperkuat tes, lacak, dan isolasi dengan lebih melibatkan kader kesehatan di masyarakat. Kombinasi yang tepat dari intervensi berbasis kesehatan masyarakat juga perlu ditemukan.
Kapasitas produksi dan distribusi vaksin pun perlu diperkuat. Strategi pencapaian target vaksin perlu diperjelas serta mempercepat jangkauan vaksinasi pada masyarakat rentan. Tata kelola untuk penyediaan dosis ketiga secara gratis bagi seluruh masyarakat juga disiapkan dengan baik.
“Kami juga serukan agar Indonesia tetap berpegang pada posisi politis dan skenario pendanaan pandemi untuk menekan laju ketimpangan vaksin, antara negara maju, negara berkembang, dan negara dunia ketiga. Perbaikan perlu dilakukan agar kita tidak berada di posisi yang paling buruk,” tutur Gatot.
Penasihat Gender dan Pemuda untuk Direktur Jenderal WHO Diah Satyani Saminarsih menambahkan, masyarakat harus menyadari bahwa saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Upaya pencegahan dan penanganan harus terus diperkuat agar pandemi tetap terkendali. Jangan sampai masyarakat rentan dibiarkan untuk bisa bertahan sendiri.
“Untuk menjawab apakah pandemi bisa berakhir endemi jawabannya tergantung pada penyelesaian masalah ketidakadilan. Lindungi pihak yang rendan dan pastikan pula vaksinasi bisa merata,” ucapnya.
Komunikasi efektif
Ketua Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Erlina Burhan menuturkan, keberhasilan dalam penanganan pandemi juga bergantung pada komunikasi efektif yang disampaikan ke masyarakat. Pemerintah serta pemangku kepentingan lain perlu memahami bahwa masyarakat di Indonesia beragam. Komunikasi yang disampaikan pun perlu menyesuaikan kondisi dan latar belakang setiap masyarakat.
“Kita harus terus sampaikan juga kalau vaksinasi bukan hanya upaya utama untuk mencegah Covid-19. Vaksinasi memang penting namun jangan sampai membuat kita abai pada prokes. Edukasi sangat penting,” ucapnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, risiko yang cukup besar juga terjadi dengan membiarkan anak yang belum divaksinasi lengkap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka. Karena itu, kebijakan pembelajaran tatap muka harus dikaji kembali.
“Jangan sampai sekolah tutup kembali karena ditemukan kasus positif. Jadi lebih baik untuk mengutamakan upaya preventif. Orangtua juga perlu lebih diberikan edukasi untuk segera memvaksinasi anaknya,” tuturnya.