Melawan Hoaks Vaksinasi Covid-19 Anak
Vaksin Covid-19 yang saat ini diberikan kepada anak telah melewati berbagai pengujian untuk memastikan mutu, khasiat, dan keamanan vaksin tersebut. Orangtua diharapkan tidak ragu memvaksinasi anaknya.
Kendala dalam pelaksanaan vaksinasi anak bukan baru ditemui saat vaksinasi Covid-19 berlangsung. Penolakan terhadap vaksinasi anak sudah dijumpai dalam pemberian imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Hal itu yang menyebabkan cakupan imunisasi pada anak tidak optimal di Indonesia.
Hoaks atau berita bohong menjadi salah satu penyebabnya. Informasi keliru terkait vaksin yang tidak berdasarkan bukti ilmiah kemudian dikemas dengan konten yang menimbulkan rasa takut dan khawatir.
Rasa takut yang ditimbulkan dari hoaks itu kemudian membuat masyarakat memilih tidak memberikan vaksin kepada anaknya. Padahal, risiko yang bisa menimpa apabila anak tidak divaksin justru bisa lebih besar. Misalnya, terjadi kejadian luar biasa penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, seperti polio, campak, dan rubela.
Baca juga : Keraguan Orangtua Hambat Vaksinasi Anak di Sumsel
Hoaks terkait vaksinasi juga terjadi saat vaksinasi Covid-19 pada anak dimulai. Pekan lalu, informasi mengenai vaksin Covid-19 dapat mengubah DNA seseorang ramai beredar di media sosial. Itu membuat masyarakat, terutama orangtua, menjadi ragu untuk memberikan izin anaknya divaksin.
”Tidak benar jika vaksin Covid-19 dapat mengubah DNA seseorang. Vaksin Covid-19 tidak dapat mengubah atau berinteraksi dengan DNA seseorang dalam cara apa pun, baik pada jenis vaksin platform mRNA, vaksin inaktivasi, maupun vektor virus. Materi genetik dari vaksin tidak akan pernah masuk ke inti sel tempat DNA berada,” ujar Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Satari dalam acara yang diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Sabtu (22/1/2022).
Ia juga menanggapi berbagai pertanyaan yang menyangkut kemungkinan terjadinya infeksi virus penyebab Covid-19 dari vaksin yang diberikan. Ia memastikan tidak ada vaksin Covid-19 saat ini yang mengandung virus aktif yang dapat menyebabkan seseorang menjadi terinfeksi Covid-19.
Vaksin Covid-19 bekerja di dalam tubuh dengan cara membentuk sistem imunitas tubuh untuk mengenali dan melawan virus yang menyebabkan Covid-19. Saat proses ini berlangsung terkadang bisa menimbulkan sejumlah gejala, seperti demam. Gejala tersebut normal karena itu menunjukkan adanya pembentukan perlindungan pada sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Meski begitu, gejala setiap orang bisa berbeda.
Terkait dengan temuan anak yang meninggal setelah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Hindra menegaskan, berdasarkan kajian yang sudah dilakukan oleh Komnas KIPI dan Komda KIPI, kematian yang dilaporkan tersebut tidak terkait dengan pemberian vaksinasi Covid-19.
”Data menunjukkan laporan kematian itu tidak terkait dengan imunisasi karena onset tidak cocok dan ada penyakit lain yang mendasari. Namun, penelitian lebih lanjut terus kami lakukan,” katanya.
Baca juga : Vaksinasi Covid-19 Aman, Orangtua Diharap Tak Ragu pada Vaksinasi Anak
Hindra mengungkapkan, masyarakat harus terus diedukasi pentingnya pemberian vaksin Covid-19 pada anak. Sekalipun proses pengembangan dan produksi vaksin Covid-19 dilakukan dalam waktu cepat, keamanan vaksin yang dihasilkan bisa dipastikan. Seluruh tahap pengujian yang harus dilakukan untuk memastikan efikasi dan keamanan vaksin telah dijalankan dengan baik dan sesuai standar.
”Keamanan vaksin Covid-19 pada anak tidak berbeda dengan dewasa. Pentingnya vaksinasi pada anak juga sama dengan dewasa. Kasus Covid-19 pada anak masih mengancam serta risiko terkena long Covid-19 pada anak juga bisa terjadi,” tuturnya.
Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan, vaksinasi Covid-19 pada anak diperlukan untuk melindungi diri anak dari penularan sekaligus melindungi orang yang ada di sekitarnya.
Berdasarkan laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), vaksin Covid-19 Sinovac diberi izin penggunaan darurat (EUA) untuk usia anak karena kejadian tidak diinginkan yang muncul relatif ringan, seperti demam, pilek, nyeri lokal, dan nyeri kepala.
Keamanan vaksin Covid-19 pada anak tidak berbeda dengan dewasa. Pentingnya vaksinasi pada anak juga sama dengan dewasa. (Hindra Irawan Satari)
Karena itu, Sri mengatakan, vaksinasi pada anak jauh lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan. Orangtua pun diharapkan tidak ragu untuk mengizinkan anaknya divaksin. Sejak Desember 2021, vaksinasi anak di Indonesia sudah dilakukan untuk kelompok usia 6-17 tahun.
Dalam pemberian vaksin untuk anak, tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan. Hal utama yang paling penting adalah menjelaskan kepada anak mengapa vaksinasi perlu diberikan. Selain itu, pastikan anak dalam keadaan bugar sebelum vaksinasi dilakukan. Upayakan tidur lebih cepat dan sarapan cukup pada pagi hari.
”Anak dengan komorbid tetap dapat mendapatkan vaksinasi apabila komorbid yang dimiliki terkontrol. Anak dengan komorbid justru memerlukan vaksinasi sebagai perlindungan. Lebih baik untuk melakukan konsultasi juga dengan dokter yang menangani,” ucap Sri.
Kejadian ikutan
Hindra menambahkan, kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) yang muncul pada pemberian vaksin Covid-19 Sinovac dan Pfizer, yang kini diberikan kepada anak Indonesia, lebih banyak bersifat lokal dan sistemik. Dari uji klinis fase 1 dan 2 yang dilakukan pada anak dan remaja usia 3-17 tahun di China, KIPI pada vaksinasi Sinovac antara lain nyeri lokal dan bengkak pada bekas suntikan. KIPI lain yang juga ditemukan ialah demam, batuk, sakit kepala, diare, mual, dan muntah. Dari uji klinis itu juga tidak ada laporan KIPI serius pada kelompok yang diberikan vaksin.
Baca juga : Antisipasi Kejadian Ikutan Pasca-imunisasi
Sementara dari uji klinis yang dilakukan pada pemberian vaksin Pfizer, reaksi lokal yang muncul antara lain sakit di tempat suntikan, bengkak, dan kemerahan. Selain itu, reaksi lainnya adalah lelah, sakit kepala, nyeri otot, menggigil, diare, dan nyeri sendi.
Meski begitu, jika ada gejala yang muncul setelah vaksinasi, orangtua tetap harus melaporkannya ke tenaga kesehatan. Jika demam timbul lebih dari 48 jam setelah vaksinasi, anak sebaiknya isolasi mandiri dan melakukan tes Covid-19. Dikhawatirkan, penularan sudah terjadi sebelum vaksinasi dilakukan. Orangtua atau pengasuh anak pun dapat segera menghubungi petugas kesehatan di nomor kontak yang tertera di kartu vaksinasi.
”Perlindungan optimal dari vaksinasi baru terbangun dua pekan setelah vaksinasi dosis kedua diberikan. Karena itu, protokol kesehatan dengan menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun tetap harus dijalankan dengan disiplin,” kata Hindra.