Penanggulangan masalah kesehatan membutuhkan upaya yang komprehensif. Transformasi kesehatan pun perlu dilakukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah kesehatan yang dihadapi saat ini tidak hanya mengenai Covid-19. Indonesia memiliki beban kesehatan yang cukup berat. Salah satunya terkait penyakit menular seperti HIV, TBC, dan malaria. Semua pemangku kepentingan pun diharapkan bisa bekerja sama untuk menangani persoalan tersebut secara lebih serius.
Kasus tuberkulosis (TBC) di Indonesia merupakan yang tertinggi ketiga di dunia. Diperkirakan ada 824.000 insiden kasus TBC di Indonesia. Namun, baru 384.025 kasus atau 47 persen yang terdeteksi. Hal serupa juga terjadi pada penanganan HIV/AIDS.
Dari estimasi sebesar 543.000 kasus pada 2021, orang dengan HIV (ODHIV) yang terdeteksi baru mencapai 71 persen. Bahkan, diperkirakan ada 400.000 ODHIV yang belum mendapatkan pengobatan karena belum terdeteksi.
Eliminasi malaria di seluruh wilayah Indonesia pun belum tercapai. Saat ini baru 68 persen atau 347 kabupaten/kota yang mengalami eliminasi malaria. Kasus positif malaria juga mengalami stagnasi selama lima tahun terakhir, sekitar 250.000 kasus per tahun.
”Persoalan HIV, TBC, dan malaria yang masih terjadi di Indonesia karena kita belum melakukan upaya penanggulangan secara komprehensif. Karena itu, transformasi dan reformasi di bidang kesehatan yang sudah direncanakan harus diterapkan secara optimal,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam acara yang diselenggarakan Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) Pusat di Jakarta, Kamis (20/1/2022).
Terkait penanggulangan HIV, TBC, dan malaria, pemerintah memiliki sejumlah target yang harus dicapai pada 2030. Pada penanggulangan HIV, 95 persen ODHA harus terdiagnosis, 95 persen ODHA yang terdiagnosis harus mendapatkan pengobatan, dan 95 persen ODHA yang sudah mendapatkan pengobatan bisa memiliki jumlah virus yang tersupresi.
Angka kejadian TBC juga ditargetkan bisa menurun dari saat ini 312 per 100.000 penduduk menjadi 65 per 100.000 penduduk. Angka kematian pun ditargetkan bisa menurun dari 34 per 100.000 penduduk menjadi 6 per 100.000 penduduk. Sementara pada penanggulangan malaria ditargetkan pada 2030 semua kabupaten/kota mengalami eliminasi malaria.
Persoalan HIV, TBC, dan malaria yang masih terjadi di Indonesia karena kita belum melakukan upaya penanggulangan secara komprehensif. Karena itu, transformasi dan reformasi di bidang kesehatan yang sudah direncanakan harus diterapkan secara optimal.
Menurut Dante, tantangan utama dalam pengendalian tiga penyakit tersebut adalah terkait upaya pencegahan dan pengendalian faktor risiko, termasuk upaya surveilans dan penanganan kasus. Untuk menangani persoalan itu, upaya yang dilakukan harus komprehensif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.
Kementerian Kesehatan pun telah berkomitmen untuk melakukan transformasi sistem kesehatan. Ada enam pilar yang menjadi penopang utama, yakni transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.
Semua pilar tersebut akan menjadi dasar intervensi kesehatan untuk berbagai penyakit, termasuk HIV, TBC, dan malaria. ”Masyarakat dan organisasi masyarakat diharapkan juga lebih berperan untuk mendukung upaya penanggulangan masalah kesehatan di Indonesia. Ini terutama dalam upaya tracing (penelusuran) untuk deteksi penyakit tersebut,” ucap Dante.
Rencana jangka menengah
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali menambahkan, pemerintah telah menyusun arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di bidang kesehatan. Kebijakan yang disusun akan difokuskan pada upaya peningkatan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta. Itu terutama dalam penguatan pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif yang didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
”Tujuan dalam merumuskan arah dan target ini secara terpadu hanya pada tiga hal, yaitu ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi, meningkatkan respons sistem kesehatan, dan perlindungan finansial masyarakat dari beban kesehatan,” tuturnya.
Berdasarkan evaluasi yang sudah dilakukan, Pungkas mengatakan, capaian dari sejumlah aspek kesehatan sudah sesuai dengan target, seperti angka kematian bayi, prevalensi HIV, eliminasi malaria, serta ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas. Sementara aspek lain yang masih perlu kerja keras antara lain masalah tengkes pada anak, imunisasi dasar lengkap, dan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional.
Evaluasi yang dilakukan juga menunjukkan ada target dari sejumlah aspek kesehatan yang dinilai sulit dicapai. Hal tersebut khususnya menyangkut tekanan darah tinggi, obesitas, perilaku merokok, prevalensi tuberkulosis, dan angka kematian ibu.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyampaikan, upaya penanganan berbagai masalah kesehatan kini mengalami disrupsi dari adanya pandemi Covid-19. Upaya deteksi dan kunjungan klinis ke fasilitas kesehatan menurun selama pandemi. Diagnosis dan perawatan pun mengalami penundaan. Selain itu, upaya promosi kesehatan, preventif, dan diagnosis dini juga berkurang.
”Untuk mengatasi ini perlu adanya reformasi kesehatan publik secara menyeluruh di Indonesia. Pemerintah perlu mengutamakan upaya promotif, pencegahan, dan penemuan dini dari penyakit. Peran non-pemerintah juga harus lebih dilibatkan dalam layanan kesehatan, terutama layanan primer,” tuturnya.