Jaga Momentum Percepatan Transformasi Sistem Kesehatan Nasional
Transformasi di bidang kesehatan mutlak diperlukan untuk memperkuat sistem ketahanan kesehatan di Indonesia. Hal ini juga dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan bermutu dan merata bagi semua penduduk.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk memperbaiki serta menyempurnakan sistem kesehatan nasional. Akselerasi transformasi kesehatan pun perlu didorong agar bangsa Indonesia lebih siap menghadapi berbagai tantangan kesehatan di masa depan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pandemi Covid-19 telah membuka kesempatan bagi bangsa dan negara Indonesia untuk memperbarui sistem kesehatan yang berlaku. Saat ini pula dinilai menjadi waktu yang tepat untuk bertransformasi di sektor kesehatan.
”Kita harus mampu memulai transformasi sistem kesehatan di Indonesia, sekaligus menunjukkan perubahan pada sistem kesehatan global harus dilakukan untuk memastikan anak cucu kita jauh lebih siap dibandingkan kita untuk menghadapi pandemi berikutnya,” katanya dalam acara peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-57 di Jakarta, Jumat (12/11/2021).
Pada tahun ini, Hari Kesehatan Nasional yang diperingati setiap 12 November mengusung tema ”Sehat Negeriku, Tumbuh Indonesiaku”. Tema tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat dan optimisme seluruh komponen masyarakat untuk bahu-membahu dan bergotong royong menyelesaikan pandemi Covid-19.
Terkait upaya transformasi kesehatan nasional, Budi menyampaikan, Kementerian Kesehatan telah menyusun enam program utama yang harus dijalankan pada periode 2021-2024. Program itu meliputi transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia bidang kesehatan, dan teknologi kesehatan.
Pada transformasi di layanan primer, seluruh puskesmas serta klinik-klinik pratama yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di pelosok Tanah Air, ditargetkan bisa meningkatkan pelayanan ke masyarakat. Itu terutama pada layanan promotif dan preventif.
Kemudian transformasi layanan rujukan akan dilakukan dengan meningkatkan keterbukaan akses warga ke rumah sakit. Kualitas pelayanan terus ditingkatkan agar semua penduduk mudah mendapatkan layanan dengan mutu baik tanpa perlu antre ataupun mencari layanan di luar negeri.
Sementara transformasi sistem ketahanan kesehatan dilakukan dengan meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan. Ketahanan tanggap darurat juga diperkuat.
”Indonesia cukup sering mengalami bencana alam ataupun nonalam. Untuk itu, kita harus memiliki sistem ketahanan kesehatan yang kuat dalam menghadapi setiap bencana. Kita harus selalu siaga,” tutur Budi.
Selain itu, transformasi lain yang juga harus dilakukan adalah transformasi di sistem pembiayaan kesehatan. Pembiayaan kesehatan di Indonesia perlu dibangun secara berkesinambungan dengan pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat.
Indonesia cukup sering mengalami bencana alam ataupun nonalam. Untuk itu, kita harus memiliki sistem ketahanan kesehatan yang kuat dalam menghadapi setiap bencana. Kita harus selalu siaga.
Upaya transformasi berikutnya adalah transformasi di bidang sumber daya kesehatan. Saat ini masih banyak warga sulit mengakses layanan kesehatan dengan tenaga kesehatan mumpuni, terutama masyarakat di daerah pelosok. Karena itu, berbagai upaya akan dilakukan untuk menambah kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan agar layanan bisa lebih merata.
Selanjutnya, transformasi dilakukan pada teknologi kesehatan. Pemanfaatan teknologi bidang kesehatan menjadi keniscayaan. Teknologi akan dimanfaatkan secara masif di bidang kesehatan, mulai dari penapisan, deteksi dini, sampai pada penyampaian layanan kesehatan. Lewat teknologi ini pula diharapkan Indonesia bisa mengembangkan berbagai obat dari dalam negeri.
”Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan biodiversitas yang tinggi. Kekayaan biodiversitas serta keragaman genomik ini seharusnya bisa dimanfaatkan dan mendukung Indonesia menjadi salah satu produsen obat-obatan di masa depan yang berbasis bioteknologi,” ucap Budi.
Secara terpisah, CEO Kalbe Farma Vidjongtius dalam rangkaian acara Kompas100 CEO Forum, Rabu (10/11/2021), di Jakarta menyampaikan, industri juga bisa berperan untuk mendukung transformasi kesehatan di Indonesia, seperti transformasi pada sistem ketahanan kesehatan.
Untuk meningkatkan ketahanan di sektor farmasi dan alat kesehatan, transformasi di sisi hulu pada penyediaan bahan baku menjadi sangat penting. Sebanyak 95 persen bahan baku obat di Indonesia masih harus diimpor.
Menurut Vidjongtius, kolaborasi antara industri dan para peneliti di lembaga penelitian dan perguruan tinggi perlu diperkuat untuk mewujudkan kemandirian bangsa di bidang kefarmasian. Kolaborasi itu bisa dilakukan bersama para peneliti di dalam dan di luar negeri dalam menciptakan bahan baku obat yang bisa diproduksi di dalam negeri.
”Jika kita konsisten membangun RnD (riset dan pengembangan) melalui kolaborasi dengan akademisi, bisnis, pemerintah, dan komunitas, percepatan bisa diwujudkan. Ilmu-ilmu yang ada di periset bisa cepat diaplikasikan dan diwujudkan sampai ke hilir dalam bentuk produksi dan distribusi sampai ke pelayanan di masyarakat,” ucapnya.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya, pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mendukung kemandirian bahan baku obat. Saat ini, regulasi terkait penetapan tingkat komponen dalam negeri dalam sediaan farmasi disiapkan. Menurut rencana, tingkat komponen dalam negeri akan ditetapkan sampai 50 persen.
”Pemerintah juga membuat regulasi yang mendukung pasar. Jadi, kita akan mengharuskan pengadaan pemerintah menggunakan produk dalam negeri. Itu penting karena pasar industri farmasi di Indonesia sebesar 60-70 persen dibeli oleh pemerintah,” tuturnya.