Indonesia Kekurangan Guru, Rekrutmen Calon ASN Jadi Solusi
Saat ini baru tersedia 1,3 juta guru ASN. Adapun kekurangan guru bisa lebih dari 1 juta. Rekrutmen calon ASN tahun ini jadi solusi, terutama karena guru honorer diberi kesempatan menjadi ASN melalui jalur PPPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perekrutan calon aparatur sipil negara tahun ini menjadi kesempatan untuk mengatasi kekurangan guru. Tak hanya itu, perekrutan para guru honorer untuk menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang menjadi bagian dari aparatur sipil negara merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas guru.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan, saat ini Indonesia sedang kekurangan pengajar dalam jumlah yang besar. ”Pemerintah telah menyediakan sekitar 300.000 satuan pendidikan formal. Dengan standar kurikulum saat ini, kita membutuhkan lebih dari 2,2 juta guru,” kata Nadiem, Kamis (1/7/2021).
Pernyataan tersebut disampaikan Nadiem dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian 2021 Badan Kepegawaian Negara bertajuk ”Transformasi Manajemen ASN Menuju Birokrasi yang Dinamis” yang diselenggarakan secara daring dan luring di Bali. Hadir juga sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut, di antaranya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana.
Nadiem mengungkapkan, saat ini baru tersedia 1,3 juta guru ASN yang terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Adapun kekurangan guru di sekolah negeri saat ini sekitar 900.000 guru ASN. Jika memperhitungkan jumlah guru ASN yang pensiun pada tahun ini, kekurangannya menjadi lebih dari 1 juta guru.
Selama ini, upaya untuk mengisi kekurangan guru ASN bertumpu pada guru honorer. Namun, kehadiran guru honorer belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidik. Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Tahun 2020, jumlah guru honorer hanya tersedia sekitar 700.000 guru. Akibatnya, lebih dari 150.000 guru memiliki beban mengajar yang lebih dari semestinya.
”Kami bahkan sempat menemui kasus ekstrem di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, di mana terdapat SD negeri yang hanya memiliki satu guru ASN. Guru tersebut pun terpaksa mengajar di enam kelas berbeda secara bersamaan. Situasi ini jelas-jelas membutuhkan perhatian kita semua agar dapat segera ditangani,” kata Nadiem.
Ia mengungkapkan, kesejahteraan guru honorer masih kurang. Banyak guru honorer yang hanya menerima gaji Rp 100.000-Rp 350.000 per bulan. Hal tersebut terjadi karena perbedaan kemampuan sekolah untuk menggaji guru honorer. Selain itu, 88 persen guru non-PNS tidak memiliki sertifikasi. Ironisnya, 55 persen di antaranya guru honorer di sekolah negeri.
Oleh karena itu, Kemendikbudristek berupaya mengatasi kekurangan guru tersebut dengan membuka perekrutan guru honorer menjadi ASN dari jalur PPPK. Untuk memberikan kesempatan dan dukungan sebesar-besarnya, ujian seleksi bagi guru honorer dilakukan tiga kali, yakni pada Agustus, Oktober, dan Desember. Guru honorer memiliki tiga kesempatan untuk mencoba.
Nadiem menegaskan, guru profesional dengan kompetensi unggul menjadi kunci terlaksananya pendidikan berkualitas. Guru profesional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diwajibkan memiliki kualifikasi minimal S-1 atau D-4, sertifikasi pendidik, serta menerima pengembangan profesi dan kompetensi sesuai dengan bidangnya.
Kompetensi ASN
Ma’ruf Amin mengatakan, dalam pengembangan talenta pemenuhan kualifikasi kompetensi dan kinerja, salah satu upaya yang dilakukan ialah melalui seleksi pegawai yang adil dan transparan. Hal tersebut dilakukan melalui sistem pendaftaran digital dan sistem seleksi yang dibantu dengan komputer.
Bima Haria Wibisana menuturkan, instansi pemerintah memerlukan ASN yang bisa berpikir ke depan, antisipatif, dan reflektif. ”Diperlukan ASN yang berpikir reflektif dengan mengkaji ulang hasil pemikiran atau think again dan berpikir secara horizontal serta lintas disiplin atau think across untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang dinamis,” ujarnya.
Sebagai upaya menerapkan berbagai kebijakan terkait pengelolaan SDM aparatur, kata Bima, diperlukan adanya dukungan teknologi informasi agar menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Pada rakornas ini, BKN meluncurkan Sistem Informasi Kepegawaian Nasional atau Simpegnas. Sistem ini merupakan aplikasi bidang kepegawaian.