Kualifikasi, Kompetensi, dan Kinerja Birokrasi Harus Terus Diperbaiki
Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian Tahun 2021 menekankan pentingnya kualifikasi, kompetensi, dan kinerja birokrasi terus ditingkatkan.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mendorong birokrasi yang profesional, adaptif, berintegritas, dan berdedikasi memerlukan pengembangan aparatur sipil negara yang terus-menerus. Karena itu, aspek kualifikasi, kompetensi, dan kinerja perlu terus ditingkatkan.
”Ketiga aspek tersebut ke depan menjadi faktor penting dalam pengembangan manajemen talenta nasional,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian Tahun 2021 secara daring, Kamis (1/7/2021). Hadir pula dalam acara ini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana.
Sejak 2012, pemenuhan kualifikasi dilakukan melalui sistem perencanaan, pengadaan, serta seleksi pegawai yang adil dan transparan. Sistem pendaftaran digital dan sistem seleksi dibantu komputer atau Computer Assisted Test (CAT).
Standar kompetensi diterapkan melalui manajemen aparatur sipil negara (ASN) berbasis sistem merit, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemetaan, hingga pengawasan penilaian kompetensi ASN. Ke depan, kata Wapres Amin, pengembangan manajemen talenta harus sudah dilaksanakan secara obyektif dan profesional mulai perekrutan sampai ASN pensiun. Untuk itu, perlu dukungan pusat data yang kuat.
Tak hanya itu, semua harus berada dalam satu sistem yang terintegrasi. Karena itu, Wapres Amin pun mengapresiasi terbentuknya Sistem Informasi Kepegawaian Nasional atau Simpegnas yang dikembangkan BKN.
Wapres juga meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, BKN, Lembaga Administrasi Negara, dan kementerian/lembaga serta pemerintah daerah terus mendorong transformasi organisasi serta mempercepat reformasi birokrasi.
Untuk itu, peralihan jabatan struktural ke jabatan fungsional diminta dipercepat. Kendati demikian, penataan ini harus berbasis kinerja dan optimalisasi pengembangan kompetensi jabatan fungsional.
Selain itu, digitalisasi pemerintahan juga perlu dipercepat. Pelayanan publik seperti perizinan, pariwisata, UMKM, dan bantuan sosial sangat mendesak untuk didigitalisasi. ”Ini perlu ditunjang dengan percepatan digital service platform dan percepatan interoperabilitas data secara digital,” tambah Wapres Amin.
Kolaborasi juga perlu dilakukan dalam menyusun kebijakan dan program prioritas pemerintah. Untuk mendukungnya, perlu disiapkan pula Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (Sakip) yang kompatibel dan akomodatif dengan sistem kerja kolaboratif, seperti dalam penanggulangan kemiskinan, pencegahan tengkes (stunting), dan penanggulangan pandemi.
Reformasi birokrasi di daerah juga harus dipercepat. Salah satunya dengan memperkuat Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP) dan Sakip untuk pencapaian tujuan pembangunan daerah.
Dari pengelolaan ASN yang semakin profesional, manajemen talenta nasional juga akan terwujud. Untuk itu, diperlukan sistem database yang mendukung. Database ini akan memudahkan mobilisasi dan mutasi ASN sesuai kebutuhan dan sistem merit.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam sambutannya menambahkan, saat ini diperlukan tata kelola pemerintahan yang dinamis, responsif, efektif, dan efisien. Karena itu, tata kelola tak bisa linear karena semua hal yang di luar prediksi harus selalu diantisipasi. Kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang harus direspons secara baik.
Untuk memastikan pelayanan publik semakin baik, evaluasi dengan berbagai sudut pandang perlu dilakukan. Harapannya, solusi kerja semakin efisien, efektif, dan tetap akuntabel.
”Oleh karena itu, dibutuhkan ASN yang berpikir ke depan dan antisipatif, reflektif, serta lateral horizontal dan lintas disiplin untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang dinamis,” ujarnya.
Selain itu, struktur pemerintahan yang ramping memungkinkan pengambilan kebijakan strategis dilakukan secara cepat dan tepat. Apalagi hal ini sudah disampaikan Presiden Joko Widodo saat dilantik pada 20 Oktober 2019.
Gubernur Bali I Wayan Koster menceritakan pengalamannya dalam menyederhanakan organisasi perangkat daerah (OPD). Dari 49 OPD, organisasi disederhanakan menjadi 39 OPD. Namun, kemudian dibentuk dua organisasi tambahan, yakni Dinas Pemajuan Masyarakat Adat serta Badan Riset dan Inovasi Daerah.
Dinas Pemajuan Masyarakat Adat dinilai perlu untuk mengakomodasi 1.493 desa adat di Bali dalam struktur birokrasi. Adapun Badan Riset dan Inovasi Daerah dibentuk atas arahan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004) sebagai percontohan program pembangunan semesta berencana.
Ke depan, struktur disederhanakan lagi menjadi 37 OPD supaya lebih efisien. Hal ini masih dibahas dengan DPRD Bali.
Menurut Koster, struktur OPD di daerah tidak perlu linear dengan pemerintah pusat. Sebab, kewenangan operasional paling banyak di tingkat kabupaten/kota sesuai aturan otonomi daerah saat ini. Karena itu, di tingkat provinsi tidak diperlukan terlalu banyak OPD.
”Pemerintah provinsi lebih banyak sebagai regulator dan fasilitator, bukan operator kebijakan. Jadi, perlu pendekatan baru dalam penyederhanaan organisasi di semua daerah,” tuturnya.