Kepala Daerah Rentan Terjerat Penyuapan serta Pengadaan Barang dan Jasa
Ada lebih dari 1.000 perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dari 2004 hingga 2021. Berdasarkan jenis perkaranya, tindak pidana korupsi terbanyak adalah penyuapan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Penyuapan serta pengadaan barang dan jasa masih menjadi perkara tindak pidana korupsi yang dominan. Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan para kepala daerah di Kalimantan Selatan untuk tidak menyalahgunakan kewenangan agar tidak lagi terkena operasi tangkap tangan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengingatkan kepala daerah di Kalsel dalam rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi untuk mewujudkan pemerintah daerah se-Kalimantan Selatan yang transparan, akuntabel, dan bebas dari korupsi di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Kamis (17/3/2022).
Dalam paparannya, Ghufron menyampaikan ada lebih dari 1.000 perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dari 2004 hingga 2021. Berdasarkan jenis perkaranya, tindak pidana korupsi terbanyak adalah penyuapan (802 perkara) serta pengadaan barang dan jasa (263 perkara). Sisanya ada penyalahgunaan anggaran (54), tindak pidana pencucian uang (42), pungutan atau pemerasan (26), perizinan (25), dan merintangi proses KPK (11).
”Kami tidak ingin memperbanyak dan memperpanjang daftar itu. Kami juga tidak ingin lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sepanjang Anda (para kepala daerah) melayakkan diri dan memantapkan diri untuk tidak kena OTT,” katanya.
Ghufron menyebutkan, korupsi adalah penyimpangan kewenangan publik yang diberikan kepada pemimpin untuk kepentingan diri, keluarga, kelompok, tim sukses, ataupun partai politik. Padahal, semestinya kekuasaan yang diberikan kepada pemimpin menjadi penggerak untuk mulia di hadapan manusia dan juga Allah.
”Dalam pengadaan barang dan jasa, ada yang orientasinya bukan lagi pengadaan barang dan jasa, melainkan feedback (umpan balik). Maunya membeli barang yang kuat, bagus, dan murah. Tetapi, yang terjadi, tidak masalah barangnya mahal dan berkualitas jelek asalkan feedback-nya paling tinggi,” ungkapnya.
Menurut Ghufron, KPK sedih dan sama sekali tidak bangga saat melakukan OTT karena orang-orang terbaik dan hebat di daerah harus menjadi ”pasien KPK”. Yang membanggakan justru saat tidak ada orang yang terkena OTT KPK karena memang sudah tidak korupsi, daerahnya juga sejahtera, adil, dan makmur.
”Namun, kalau masih kucing-kucingan, bagaimana bisa korupsi tetapi tidak terendus KPK, jangan salahkan kami terus memanen hasil tangkapan,” ujarnya.
Atensi khusus
Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalsel Rudy Mahani Harahap menyampaikan, BPKP telah melakukan observasi terhadap berbagai aspek di Kalsel. Dari hasil observasi terhadap tata pemerintahan (governansi), baru lima kabupaten/kota di Kalsel yang berstatus hijau, enam kabupaten/kota berstatus kuning, dan dua kabupaten berstatus merah.
”Kita semua perlu memberikan atensi khusus kepada daerah yang berwarna merah, yaitu Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara. Hal itu juga sinkron dengan kejadian OTT di Kalsel,” katanya.
Pada Januari 2018, Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif terkena OTT KPK karena menerima suap terkait proyek pembangunan RSUD H Damanhuri. Kemudian pada November 2021, Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa.
”Kami berharap jangan sampai terjadi OTT lagi. Daerah yang berstatus kuning juga diharapkan tidak menjadi merah dan yang hijau bisa mempertahankan lebih bagus lagi,” katanya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor mengatakan, korupsi masih menjadi salah satu isu utama dalam tata kelola pemerintahan dan pembangunan dari seluruh aspek yang berhubungan dengan birokrasi pemerintahan. Segala upaya sudah dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, mulai dari reformasi birokrasi, penataan kelembagaan, hingga membangun budaya antikorupsi di sektor pelayanan publik.
Menurut Sahbirin, komitmen yang kuat dari pimpinan daerah sangat penting untuk mencegah terjadinya korupsi dan itu perlu diikuti penguatan strategi dan aksi dengan pendekatan secara teknokratis. Pimpinan daerah perlu mengukur sejauh mana efektivitas langkah-langkah pencegahan yang sudah dijalankan dan sektor mana saja yang masih perlu dikuatkan.
”Sebagai pimpinan daerah, kita harus mengutamakan pencegahan. Sebab, mencegah lebih baik daripada mengobati. Kita harus menjauhi korupsi karena tentu tidak ada kepala daerah yang mau memakai gelang besi (borgol),” kata Sahbirin di hadapan para bupati dan wali kota se-Kalsel.