KPK kecewa dengan sejumlah putusan MA. Pertimbangan majelis hakim tidak mencerminkan keagungan MA. Ini termasuk putusan dan pertimbangan majelis kasasi untuk koruptor bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial diharapkan lebih proaktif dalam bekerja menegakkan muruah dan martabat hakim. Ini terutama terkait hakim yang diketahui memiliki rekam jejak kerap memangkas hukuman koruptor.
Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho saat dihubungi, Jumat (11/3/2022), mengatakan, fungsi pengawasan Komisi Yudisial (KY) terutama untuk menegakkan muruah dan martabat hakim perlu ditingkatkan.
Selama ini, KY dinilai masih kurang proaktif menindaklanjuti temuan dugaan penyimpangan etik atau perilaku hakim. Misalnya, tecermin dari kualitas putusan yang dihasilkan. Apabila telah terjadi pola pengurangan hukuman pada koruptor, seperti pada hakim kasasi bekas Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, KY seharusnya menelusuri temuan itu.
”Sebagai lembaga yang berwenang menjaga muruah peradilan, KY harus proaktif menelusuri dugaan pelanggaran etik atau perilaku hakim. KY harus mengembalikan muruah MA sebagai mahkamah yang benar-benar agung,” kata Hibnu.
Untuk diketahui, majelis hakim yang mengadili permohonan kasasi Edhy Prabowo dipimpin oleh Sofyan Sitompul, didampingi hakim anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Dalam putusan kasasi itu, majelis kasasi tidak bersuara bulat. Ada pendapat berbeda dari hakim Sinintha Yuliansih Sibarani.
Catatan Kompas, pada akhir 2020, Sofyan pernah menjadi anggota majelis kasasi perkara suap sel mewah di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin yang dilakukan Fahmi Darmawansyah. Kala itu, hukuman Fahmi dipotong dari 3,5 tahun menjadi 1,5 tahun penjara. Pada April 2021, Sofyan juga pernah menjadi anggota majelis pada perkara peninjauan kembali (PK) advokat Lucas dalam kasus dugaan merintangi atau menghalangi penyidikan kasus korupsi Eddy Sindoro. Saat itu, majelis membebaskan Lucas dari tuntutan (Kompas, 11 Maret 2022).
Untuk Edhy Prabowo, majelis kasasi yang dipimpin Sofyan memotong hukuman penjara Edhy dari sembilan tahun menjadi lima tahun penjara. Salah satu pertimbangannya ialah karena kinerja Edhy selama menjadi menteri dinilai baik. Bekas politikus Partai Gerindra itu juga dianggap telah memberikan harapan besar kepada nelayan sehingga layak diberi keringanan hukuman.
Menurut Hibnu, KY berwenang memeriksa hakim terkait ataupun mengeksaminasi putusan yang dihasilkan. KY bisa menelusuri apakah ada indikasi suap atau gratifikasi dalam putusan yang memangkas hukuman hingga hampir separuh masa hukuman itu.
”Dugaan pelanggaran etik itu luas sekali, bisa perilaku eksternal atau internal. Apakah ada intervensi dari pihak tertentu, penelusuran itu harus dilakukan oleh KY sebagai pemantau peradilan. KY harus proaktif, jangan sampai kecolongan,” kata Hibnu.
Hibnu juga mengatakan bahwa sebagai majelis tingkat kasasi, seharusnya MA hanya mengevaluasi penerapan hukuman dalam perkara korupsi (judex jurist). MA seharusnya tidak lagi mengevaluasi fakta-fakta hukum (judex factie) yang sebelumnya sudah diperiksa di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Adapun melihat pertimbangan putusan kasasi, sepertinya MA masih bertindak sebagai judex factie alih-alih sebagai judex jurist.
”Penambahan atau pengurangan hukuman itu bisa saja dilakukan sepanjang disertai argumen penerapan hukum yang logis dan rasional. Kalau dilihat, ini kan seperti memeriksa fakta lagi, dengan pemotongan hukuman yang besar, sehingga wajar jika menjadi perbincangan masyarakat soal rasa keadilan,” ujar Hibnu.
Dihubungi secara terpisah, Juru Bicara KY, Miko Ginting, mengatakan, KY masih mengumpulkan dan mempelajari informasi yang ada.
Salah satu yang didalami ialah putusan kasasi MA yang sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu lima tahun penjara. Putusan kasasi dianggap mengembalikan kepada tuntutan jaksa setelah putusan tingkat banding menaikkan beratnya pemidanaan menjadi sembilan tahun. Informasi mengenai rekam jejak hakim juga menjadi bahan penelusuran.
”Sepanjang ada bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran perilaku, maka (hakim yang bersangkutan) bisa saja dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun, jika tidak ada bukti yang cukup, tidak bisa,” kata Miko.
Sebelumnya, Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, majelis kasasi memiliki ruang untuk mengoreksi penerapan hukum di pengadilan tingkat banding. Dalam kasus Edhy Prabowo, majelis kasasi mengoreksi unsur meringankan yang tidak dipakai dalam putusan banding.
Unsur meringankan yang dimaksud ialah terdakwa Edhy dinilai telah mengeluarkan kebijakan yang baik yang bertujuan untuk menyejahterakan nelayan kecil. Peraturan menteri yang dibuat di era Edhy yang mengharuskan eksportir mengambil benih bening lobster (BBL) kepada nelayan kecil dianggap memberikan harapan kepada kaum nelayan.
”Ada ruang di UU MA yang memberikan kewenangan kepada hakim kasasi untuk mengoreksi putusan pengadilan sebelumnya. Itulah yang dilakukan oleh hakim kasasi di kasus terdakwa Edhy Prabowo,” kata Andi.
Keagungan mahkamah
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alex Marwata mengatakan, KPK akan mengevaluasi putusan kasasi MA atas Edhy Prabowo setelah menerima salinan putusan lengkap. KPK harus patuh dan menghargai apa pun putusan MA. Walaupun, KPK sebenarnya kecewa karena dengan UU Kejaksaan yang baru, KPK tidak memiliki upaya hukum banding dengan mengajukan PK.
”Beberapa putusan MA terkait perkara yang ditangani KPK dari sisi kami sangat mengecewakan. Terutama terhadap pertimbangan yang dibuat majelis hakim yang rasa-rasanya tidak mencerminkan keagungan sebuah mahkamah,” kata Alex.
Alex juga mengomentari terkait dengan pertimbangan hukum yang dibuat majelis kasasi Edhy Prabowo.
Alasan Edhy dinilai sudah bekerja dengan baik dan membantu nelayan oleh hakim karena telah mencabut peraturan menteri yang melarang ekspor benur, tidak tepat. Dalam konstruksi hukum penuntut umum, justru kebijakan Menteri Edhy itu yang menjadi pintu masuk korupsi suap karena melegalkan ekspor benur.
”Ini seolah-olah menghakimi kebijakan menteri yang lalu tidak benar. Makanya dikoreksi dan dianggap sebagai sebuah kebijakan yang baik,” kata Alex.