Jalur Pidana dan Perdata Ditempuh untuk Patahkan Putusan Arbitrase Internasional
Selain melakukan penyidikan pidana dalam proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur, pemerintah juga melayangkan gugatan terhadap eksekusi putusan arbitrase internasional.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses pidana terhadap proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan serta gugatan perdata terhadap eksekusi putusan arbitrase internasional di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merupakan langkah strategis yang harus diambil pemerintah. Jika dugaan kecurangan, termasuk korupsi, dalam proyek pengadaan satelit itu bisa dibuktikan, eksekusi terhadap putusan pengadilan arbitrase internasional dapat dibatalkan.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman, ketika dihubungi, Jumat (18/2/2022), mengatakan, putusan arbitrase internasional yang memerintahkan Pemerintah Indonesia membayar denda ratusan miliar rupiah hanya dapat dibatalkan jika pemerintah dapat membuktikan adanya kecurangan dalam proyek pengadaan satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.
”Kecurangan itu termasuk kalau ada korupsi, kecurangan, atau penyimpangan. Kalau tidakada alasan itu, keputusan arbitrase itu tidak bisa batal,” kata Boyamin.
Pada 2 Februari 2022, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan telah mendaftarkan gugatannya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 64/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dan klasifikasi perkara pembatalan arbitrase. Kemenhan melalui kuasa hukumnya, Cahyaning Nuratih W, menggugat dua pihak, yakni Navayo International AG dan Hungarian Exsport Credit Insurance PTE LTD.
Pada petitum disebutkan, Kemenhan menyatakan bahwa eksekusi terhadap putusan arbitrase internasional tidak dapat dilaksanakan. Kemenhan juga menyatakan bahwa putusan arbitrase internasional itu tidak dapat diakui dan dilaksanakan. Menurut rencana, sidang gugatan yang pertama akan dilangsungkan pada 6 Juli 2022.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung Feri Wibisono mengatakan, Menteri Pertahanan telah memberikan kuasa kepada Jaksa Pengacara Negara untuk melakukan gugatan terhadap eksekusi putusan arbitrase internasional di PN Jakarta Pusat. Eksekusi terhadap putusan arbitrase internasional itu dilakukan melalui PN Jakarta Pusat.
Putusan arbitrase internasional yang memerintahkan Pemerintah Indonesia membayar denda ratusan miliar rupiah hanya dapat dibatalkan jika pemerintah dapat membuktikan adanya kecurangan dalam proyek pengadaan satelit untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.
Feri mengatakan, meski gugatan perdata melalui jaksa pengacara negara tersebut berbeda jalur dengan penyidikan pidana terhadap perkara pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT, kedua upaya hukum tersebut merupakan langkah negara yang harus diupayakan negara untuk mematahkan putusan arbitrase internasional. Selain itu, gugatan perdata tersebut juga tidak harus dibuktikan melalui putusan pidana.
”Pembuktian itu tidak harus lebih dahulu ada putusan pidananya, tidak harus. Bisa berdalil, dalil dan ada bukti,” kata Feri.
Menurut Feri, gugatan perdata tersebut mesti dilakukan sekarang agar tidak terlambat. Jangan sampai putusan arbitrase internasional dieksekusi lebih dulu. Gugatan juga diajukan karena pemerintah menemukan banyak kejanggalan dalam putusan arbitrase. Kejanggalan di antaranya terjadi pada saat proses pembuktian yang dilakukan di persidangan arbitrase internasional.
"Bukti yang diajukan di persidangan arbitrase yang menjadi dasar putusan arbitrase itu ada tipu muslihatnya," ujar Feri.
Mengenai hal itu, menurut Boyamin, selain soal tipu muslihat sebagaimana disebutkan Feri, yang terjadi adalah Pemerintah Indonesia selaku pihak tergugat tidak mati-matian melakukan perlawanan saat sidang di pengadilan arbitrase internasional. Sebaliknya, bukti-bukti dalam proses penunjukan vendor penyedia satelit yang menunjukkan kecurangan justru tidak dibuka saat sidang.
Kondisi semakin memburuk karena putusan arbitrase internasional itu justru terkesan ditutup-tutupi oleh pemerintah. Baru di tahun 2022 ini pemerintah akhirnya memutuskan mengambil langkah hukum untuk melawan putusan arbitrase internasional.
Untuk diketahui, terkait putusan pengadilan arbitrase internasional di London, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan uang sebesar Rp 514,5 miliar. Sementara itu, Pemerintah Indonesia juga disebutkan menerima tagihan sebesar 21 juta dollar AS berdasarkan putusan arbitrase di Singapura.
Menurut Boyamin, perkara pidana terhadap perkara pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT dapat membantu pemerintah dalam gugatannya melawan putusan arbitrase internasional. Dari informasi yang ia terima, ungkapan yang digunakan jaksa pengacara negara dalam gugatan perdatanya adalah karena adanya proses yang tidak memenuhi aturan dan tidak menjalankan best practices atau praktik terbaik.
Oleh karena itu, proses pidana yang berlangsung dapat mendukung gugatan perdata yang sudah dilayangkan. Selain itu, semestinya, proses penyidikan dalam perkara pidananya juga dapat dilakukan dengan lebih cepat karena proses pengadaan satelit tersebut sudah diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
”Jadi penyidikan yang cepat dan kredibel disertai bukti yang kuat dan memenuhiunsur kerugian negara. Itu yang paling utama,” kata Boyamin.
Hal senada diutarakan pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan. Menurut Agustinus, pengungkapan perkara pidana dalam proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT tersebut dapat membantu perlawanan pemerintah dalam gugatan terhadap putusan arbitrase internasional. Namun, hal itu dapat dilakukan sepanjang dapat dibuktikan antara keterlibatan tergugat dan perkara pidana korupsi tersebut.
”Dalam kaitan itu, putusan yang berkekuatan hukum menjadi menentukan ada atau tidak adanya pengaruh,” kata Agustinus.
Meski demikian, Agustinus menilai langkah pemerintah dengan memproses secara pidana perkara pengadaan satelit sekaligus melakukan gugatan perdata tersebut sudah tepat. Namun, jika perkara pidana tersebut dimaksudkan untuk membantu gugatan yang diajukan pemerintah, diperlukan kerja keras untuk mempercepat penyelesaian perkara pidananya. Sebab, proses hukum dalam perkara pidana hingga berkekuatan hukum memerlukan waktu yang cukup panjang.
Ketika dikonfirmasi Kompas mengenai proses pidana perkara pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT untuk mendukung gugatan Kemenhan di PN Jakarta Pusat, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak tidak merespons pertanyaan yang dikirimkan. Namun, Leonard mengatakan, penyidik Kejaksaan Agung telah memeriksa seorang saksi pada Rabu (16/2/2022) lalu. Saksi tersebut adalah DB selaku mantan Komisaris Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).