Pansel Komnas HAM Cari Figur Penuntas Kasus HAM Berat
Mulai Selasa (8/2/2022), proses seleksi calon anggota Komnas HAM periode 2022-2027 dimulai. Sejumlah parameter dibuat panitia seleksi dalam memilah para peserta seleksi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses seleksi calon anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia periode 2022-2027 akan dimulai Selasa (8/2/2022). Proses diawali dengan tahapan pendaftaran selama sebulan ke depan. Panitia seleksi memiliki sejumlah parameter dalam memilah peserta seleksi. Salah satunya, harus mampu membuat terobosan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Panitia seleksi calon anggota Komnas HAM 2022-2027 dipimpin oleh Makarim Wibisono. Selain itu, menjabat sebagai wakil ketua, Kamala Chandrakirana. Tiga lainnya dalam panitia seleksi, yakni Azyumardi Azra, Harkristuti Harkrisnowo, dan Marzuki Darusman, sebagai anggota.
Makarim mengatakan, pendaftaran calon anggota Komnas HAM resmi dibuka pada Selasa (8/2/2022) hingga 8 Maret 2022. Ia mendorong masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses seleksi ini.
Pendaftaran dilakukan secara daring dengan mengunggah seluruh berkas persyaratan melalui laman resmi https://www.komnasham.go.id/seleksi-anggota/ dan wajib mengirimkan dokumen fisik melalui pos ditujukan kepada panitia seleksi calon anggota Komnas HAM dengan alamat kantor Komnas HAM.
”Terdapat enam tahapan yang akan dilalui pendaftar, yakni seleksi administrasi, tes tertulis obyektif dan penulisan makalah, dialog publik, psikologi, tes kesehatan, dan wawancara,” kata Makarim dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara daring, Senin (7/2/2022).
Ia menjelaskan, pelaksanaan tahapan tes tersebut akan berlangsung selama Februari sampai Agustus 2022. Seleksi dilakukan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Komnas HAM periode 2017-2022 yang jatuh pada November 2022.
Parameter yang akan digunakan oleh panitia seleksi dalam memilih calon anggota Komnas HAM adalah memiliki kapasitas, integritas, dan pengalaman di bidang HAM. Calon anggota yang mendaftar juga harus memiliki visi dan misi mengembangkan kelembagaan Komnas HAM yang strategis dan visioner.
Calon pun diharapkan mampu memaksimalkan kewenangan penyelidikan pro justitia dan membuat terobosan untuk mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Selain itu, memiliki kemampuan dalam membangun relasi dan kerja sama yang baik sebagai upaya pemajuan HAM.
”Kami mengharapkan seluruh masyarakat dapat berpartisipasi aktif untuk memberikan masukan dan informasi sebagai bagian dalam penelusuran rekam jejak para calon anggota (Komnas HAM),” kata Makarim.
Harkristuti Harkrisnowo menambahkan, persyaratan yang harus dipenuhi oleh pendaftar di antaranya warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun di bidang pelindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM, serta berusia 40 sampai 65 tahun pada saat resmi diangkat menjadi anggota Komnas HAM.
”Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih,” kata Harkristuti.
Ia melanjutkan, pendaftar juga bukan anggota atau pengurus partai politik. Bagi pendaftar pegawai negeri sipil (PNS), mereka sekurang-kurangnya berpangkat pembina, wajib mendapat persetujuan dari pejabat pembina kepegawaian, tidak pernah menjalani hukuman disiplin sedang atau berat, dan bersedia berhenti sementara sebagai PNS pada saat resmi diangkat menjadi anggota Komnas HAM.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Komnas HAM Aris Wahyudi mengatakan, pada September, 14 pendaftar seleksi yang lolos seluruh tahapan tes akan diserahkan ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Dari 14 nama itu, DPR akan memilih tujuh orang.
Jemput bola
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berharap panitia seleksi tidak hanya menunggu para peminat untuk mengirimkan lamaran, tetapi menjemput bola mencari orang-orang yang layak, mampu, dan efektif dalam memimpin Komnas HAM.
Ia mengkritisi batasan usia yang menjadi salah satu persyaratan. Berdasarkan pengalamannya menjadi panitia seleksi Komnas Perempuan, sulit menjadikan usia sebagai tolok ukur dalam menentukan apakah seseorang layak dan dibutuhkan untuk memimpin lembaga seperti Komnas HAM.
”Itu sangat tergantung kondisi obyektif sang kandidiat. Dalam perspektif HAM, usia tidak boleh menjadi dasar untuk mendiskriminasi seseorang. Ini perlu dilonggarkan, baik dari segi usia muda maupun digolongkan usia lanjut,” kata Usman.
Dalam usaha penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, menurut Usman, dibutuhkan komisioner yang memiliki keahlian diplomatik dan hukum yang tinggi. Selain kemampuan yang memadai, mereka juga harus sabar dalam memberikan fokus pada kemandekan kasus pelanggaran HAM tersebut.
Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy berharap, panitia seleksi dapat menemukan orang-orang yang memenuhi kriteria setidak-tidaknya berintegritas, berperspektif pada korban, tidak terlibat pada pelanggaran HAM, mampu mendorong advokasi kasus masa lalu, mendorong penyelidikan pro justitia kasus pelanggaran HAM, hingga menguasai konsep HAM.