Tegakkan Hukum dalam Penanganan Kasus HAM Berat Masa Lalu
Hingga kini, belum tampak kelanjutan proses penegakan hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Kejaksaan Agung berdalih berkas penyelidikan Komnas HAM belum lengkap. Komnas HAM menilai sebaliknya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permintaan Presiden Joko Widodo agar aparat penegak hukum menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu, semaksimal mungkin, diharapkan segera ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menyampaikan hal ini, Senin (17/5/2021).
Bentuk tindak lanjut yang diharapkan, Jaksa Agung segera menindaklanjuti hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu. Untuk itu, tim penyidik adhoc harus dibentuk. Kemudian mereka yang diduga terlibat dibawa ke pengadilan HAM adhoc.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta aparat penegak hukum menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu semaksimal mungkin. Sebagai tindak lanjut dari instruksi itu, Mahfud telah menggelar rapat dengan Kejaksaan Agung dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dalam pertemuan itu, Jaksa Agung diperintahkan menyelesaikan penyidikan perkara-perkara itu.
Menurut Wahyudi, dalam proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, Presiden diharapkan berani menanggung beban politik. Jika sebuah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu pada akhirnya tidak memungkinkan untuk dibawa ke pengadilan, Presiden harus dapat menjawab pertanyaan publik secara terbuka.
Beban politik lainnya adalah adanya pihak-pihak yang diduga terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat yang kini berada dalam lingkaran kekuasaan. Sebab, bisa jadi hal itu menjadi kendala dalam proses penegakan hukum.
”Dengan meneruskan proses penegakan hukum berarti hukum sebagai panglima, bukan politik sebagai panglima. Dukungan Menko Polhukam dan dukungan Presiden penting untuk ditindaklanjuti,” terang Wahyudi.
Menanti dilengkapi
Ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, hingga saat ini, berkas perkara kasus pelanggaran HAM berat dalam proses untuk dilengkapi berkas perkaranya. Berkas perkara tersebut dilengkapi oleh penyelidik dari Komnas HAM atas petunjuk dari kejaksaan sebagai penyidik.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono mengatakan, dari 13 berkas kasus pelanggaran HAM yang diselidiki Komnas HAM, tidak ada satu pun yang bisa ditindaklanjuti ke penyidikan sebelum petunjuk penyidik dipenuhi Komnas HAM.
Sebaliknya, Komnas HAM dalam beberapa kesempatan justru menyatakan telah menyelesaikan tugasnya sebagai penyelidik. Kekurangan yang diminta jaksa untuk dilengkapi dianggap bukan lagi kewenangan Komnas HAM, melainkan tugas jaksa sebagai penyidik.
Menurut Mahfud MD, aparat penegak hukum saat ini tengah bekerja keras untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu. Ikhtiar ini, ditekankannya, bukan hal yang mudah. Pemerintah juga menyadari bahwa persyaratan hukum untuk membawa kasus HAM berat ke pengadilan rumit. Ia mencontohkan kasus pelanggaran HAM di Timor Timur pada 1999. Sekalipun 38 terdakwa dibawa ke pengadilan HAM ad hoc, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap justru membebaskan mereka.
”Sebanyak 38 terdakwa yang diajukan ke pengadilan semua dibebaskan MA (Mahkamah Agung) karena tak bisa dibuktikan sebagai pelanggaran HAM berat,” katanya.