Setelah Brigjen Prasetijo Utomo, Tim Penyidik Buru Tersangka Lain
Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus surat jalan Joko Tjandra. Penyidik masih terus mengembangkan kasus ini. Tak tertutup kemungkinan ada tersangka lain.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia menetapkan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo sebagai tersangka dalam kasus surat jalan Joko Tjandra. Penyidik akan mengembangkan kasus ini untuk menjerat tersangka lain yang membantu pelarian buronan kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali tersebut.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers, Senin (27/7/2020), di Jakarta mengatakan, gelar perkara yang dilakukan pada Senin pagi menetapkan Prasetijo sebagai tersangka.
”Saat ini kami sudah memeriksa 20 orang sebagai saksi. Tim masih terus bekerja mendalami kemungkinan munculnya tersangka-tersangka baru yang terkait dengan proses perjalanan buron JST (Joko Soegiarto Tjandra), mulai dari proses masuk, kegiatan yang dia lakukan selama dalam proses mengurus peninjauan kembali, sampai yang bersangkutan kembali keluar dari Indonesia,” kata Listyo.
Prasetijo dijerat dengan pasal berlapis. Pertama adalah Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk pembuatan surat palsu, yakni pembuatan dua buah surat jalan, yaitu nomor 77 tanggal 3 Juni 2020 dan nomor 82 tanggal 18 Juni 2020. Kemudian surat keterangan pemeriksaan Covid-19 nomor 1561 dan surat rekomendasi kesehatan nomor 2214 yang dibuat Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri.
Terkait surat-surat tersebut, Prasetijo diduga telah menyusun, membuat, sekaligus menggunakan surat palsu tersebut. Pihak pengguna surat palsu lainnya adalah Joko Tjandra dan Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko.
Kedua, Prasetijo dijerat dengan Pasal 426 KUHP dengan membantu orang yang dirampas kemerdekaannya, yakni terpidana JST. Konstruksi hukumnya telah dilengkapi dengan keterangan saksi dan barang bukti berupa keputusan Kapolri nomor 119 tanggal 20 Juni 2019 tentang pengangkatan Prasetijo sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri dan surat dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung kepada Bareskrim Polri tentang status hukum terpidana Joko.
Dalam konstruksi kedua, peran Prasetijo sebagai anggota Polri yang seharusnya bertugas sebagai penegak hukum telah membiarkan atau memberi pertolongan kepada buronan Joko Tjandra. Pertolongan itu dalam bentuk mengeluarkan surat jalan, pembuatan surat keterangan bebas Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan.
Ketiga, Prasetijo dijerat Pasal 221 KUHP. Ini karena dia diduga telah menghalang-halangi atau mempersulit penyelidikan dengan menghancurkan dan menghilangkan sebagian barang bukti. Hal ini diperkuat keterangan beberapa saksi, antara lain perintah Prasetijo kepada Komisaris Jony Andrianto untuk membakar surat perjalanan yang telah dipergunakan oleh Joko Tjandra, Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking.
”Kami telah menetapkan satu tersangka, yaitu Saudara BJP PU, dengan persangkaan Pasal 263 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1E KUHP, dan Pasal 426 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 221 Ayat 1 Ke-1 Ke-2 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun,” kata Listyo.
Menurut Listyo, tim penyidik juga sudah membuka penyelidikan untuk menelusuri dugaan aliran dana kepada pihak-pihak tertentu. Terkait dengan hal itu, tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut dugaan aliran dana serta dalam menerapkan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait dengan keanggotaan Prasetijo di Polri, lanjut Listyo, hal itu harus melalui sidang kode etik. Proses sidang kode etik biasanya baru dilakukan setelah dugaan tindak pidana berkekuatan hukum tetap.
Anita diperiksa
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, Inspektur V pada Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung telah tuntas memeriksa Anita Kolopaking, Senin.
Pemeriksaan terkait adanya foto seorang jaksa dengan Joko Tjandra, lalu foto seorang jaksa dengan Anita, dan foto lainnya adalah seorang jaksa berfoto dengan Anita dan satu orang lain. Kemudian terkait pula video yang menggambarkan pertemuan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan Anita.
Menurut Hari, klarifikasi atas Anita untuk mencari bukti permulaan terkait pelanggaran kode etik atau bahkan pidana yang dilakukan jaksa. Jika memang terdapat unsur pidana, akan ditindak tegas.
Dengan telah diperiksanya Anita, hingga hari Senin ini pihak yang telah diminta keterangan terkait foto dan video itu sebanyak 9 orang. Mereka terdiri dari 8 orang dari pihak internal kejaksaan dan satu orang pihak eksternal, yaitu Anita Kolopaking. Tinggal satu saksi lagi yang perlu diklarifikasi. Setelah itu, Hari berjanji hasilnya akan diungkapkan ke publik.
Anita Kolopaking seusai pemeriksaan di Kejaksaan Agung mengatakan, terdapat 12 pertanyaan yang diajukan pihak kejaksaan kepada dirinya. Pertemuannya dengan Kepala Kejari Jakarta Selatan Nanang Supriatna dibenarkannya. Pertemuan dilakukan dua kali, yakni tanggal 17 dan 23 Juni 2020, terkait dengan jadwal sidang permohonan peninjauan kembali.
”Pertemuan kami buat kami hal yang biasa. Saya menanyakan soal jadwal persidangan ini. Ini tidak ada seperti yang diberitakan, lobi-lobi itu apa sih. Kami bertemu hanya untuk bertanya soal jadwal sidang,” kata Anita.
Adapun terkait foto dirinya bersama dengan jaksa dan jaksa dengan Joko Tjandra, Anita menolak menjawab. Sebab, hal itu merupakan materi pertanyaan yang diajukan kejaksaan.