Dari Taylor Swift hingga K-Pop, Memahami Hegemoni Musik Asing
Jagat musik global dikuasai dikotomi Taylor Swift dan K-Pop.
JAKARTA, KOMPAS — Dunia musik global kini kian terbuka, tidak lagi terpisah sekat geografis dan bahasa. Melihat perkembangannya, saat ini ada hegemoni di dalam blantika musik. Di salah satu sisi dikuasai oleh industri budaya populer Korea Selatan melalui fenomena musik K-Pop. Di sisi lain, ada hegemoni individual berupa Taylor Swift. Keduanya bisa mendominasi pasar global didukung strategi bisnis yang mumpuni.
Swift adalah pintu masuk melihat industri musik di Barat yang bisa dikatakan sebagai industri musik modern tertua di dunia. Adapun K-Pop melihat industri musik Asia dari fenomena yang baru dan berbeda. Meskipun begitu, tim manajemen kedua fenomena ini pandai melihat pola dan ceruk kesempatan untuk memperbesar bisnis mereka.
Baca juga: Singapura Menyiapkan ”Dunia Taylor Swift”
Taylor Swift sedang riuh dibicarakan di Asia Tenggara karena selama satu pekan ke depan hendak mengadakan konser di Singapura yang terdiri dari enam pertunjukan. Para penggemarnya dari Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand berbondong-bondong menyambangi Singapura dan memberi pemasukan signifikan kepada industri pariwisata serta jasa negara tersebut.
Sejatinya, ada begitu banyak pemusik yang hebat dari AS. Akan tetapi, Swift berbeda karena memiliki strategi pengelolaan bisnis yang membuat dia tidak hanya relevan, tetapi bisa disukai penggemar lintas negara.
Budaya industri kreatif di AS menekankan kepada individualitas si penampil dan sosok Swift benar-benar diolah agar bisa menjadi ikon.
Baca juga: Sihir Taylor Swift, Gelang Persahabatan dan Kesehatan Mental Swifties
Media Harvard Gazette edisi 2 Agustus 2023 membedah kesuksesan Swift dari sejumlah aspek. Pertama ialah sebagai penyanyi dan pemusik, Swift memang memiliki bakat dalam menulis lirik.
”Ia menggunakan kata-kata bahasa Inggris yang mudah diingat dan diucapkan. Di dalam satu kalimat, ia pandai menyusun diftong dan bunyi konsonan yang membuat kalimat itu mengalun,” kata penyair Stephanie Burt.
Meskipun begitu, argumen dari segi lirik dan narasi bukanlah bakat yang dimiliki oleh Swift seorang. Ralph Jaccodine, dosen Manajemen Musik di Kolese Musik Berklee, menjelaskan, kepiawaian tim manajemen Swift ialah menguatkan kehadiran mereka di luar aspek musik itu sendiri.
Baca juga: Teknologi Canggih Dalam Konser Taylor Swift
Swift dikenal memiliki kehadiran di media sosial yang tinggi. Pengelola setiap akun media sosialnya rajin membalas unggahan para penggemar.
Hal ini dilakukan sampai ke taraf pribadi, misalnya mengucapkan selamat ulang tahun, selamat hari pernikahan, hingga belasungkawa kepada penggemar tertentu. Bahkan, tim Swift kerap membuat kejutan mengirim bunga di hari ulang tahun penggemarnya.
Tindakan itu membuat Swift menjadi pahlawan di mata para pemusik dan idola di mata penggemar. Ia tidak hanya sekali melakukannya, tetapi konsisten mengampanyekan keadilan.
Sebelum pandemi Covid-19, Swift sendiri terlibat langsung melakukan kejutan itu. Ia tiba-tiba muncul di teras rumah penggemarnya hanya sekadar untuk menyapa.
Swift juga membesuk penggemar yang dirawat di rumah sakit dan mengadakan konser mini gratis di sana. Ia menciptakan sosok yang rendah hati dan mudah didekati oleh penggemar walaupun secara status sosial dan ekonomi berbeda jauh dengan mayoritas orang.
Baca juga: Ketika Taylor Swift Mampir ke Ancol
Selain itu, Swift juga menantang industri musik AS. Ia secara terbuka memprotes ketidakadilan yang dialami oleh pemusik ketika berhadapan dengan perusahaan-perusahaan rekaman.
Perusahaan ini memegang hak cipta dan hak guna semua lagu. Padahal, lagu-lagu itu adalah karya dari para pemusik.
Sebagai bentuk protes, Swift merekam ulang semua lagi di album-album awalnya. Ia merebut hak cipta untuk musiknya sendiri dan mengunggahnya ke berbagai situs, antara lain Youtube dan Spotify, agar para penggemar bisa menikmatinya tanpa memberi uang sepeser pun kepada perusahaan rekaman.
Baca juga: Mengintip Lemari Konser Taylor Swift
”Tindakan itu membuat Swift menjadi pahlawan di mata para pemusik dan idola di mata penggemar. Ia tidak hanya sekali melakukannya, tetapi konsisten mengampanyekan keadilan serupa untuk para pemusik pemula ataupun independen,” tutur Jaccodine.
Naluri bisnis ini kemudian dikembangkan untuk memastikan penggemar mendapat pengalaman positif setiap kali mengakses konten Swift. Tim Swift aktif terlibat dalam menjaga harga karcis konser terjangkau oleh penggemar dan tidak dimanipulasi oleh pihak mana pun.
Mereka setiap menggelar acara juga berkoordinasi dengan bisnis-bisnis lokal agar semua mendapat hasil positif.
Baca juga: Sukses Monopoli Konser Taylor Swift, Singapura Berpeluang Panen Cuan
Industri K-Pop
Berbeda dengan Barat, industri K-Pop didukung oleh sistem nasional yang dikembangkan untuk mengemas dan memasarkan produk ekonomi kreatif Korea Selatan secara masif. Kepada Nikkei edisi edisi 2 Juni 2021, ahli komunikasi dan pemasaran, Hwang Seon-hye, menjelaskan bahwa industri K-Pop telah disiapkan sejak tahun 1997.
Ketika itu, Korsel berusaha bangkit dari krisis ekonomi. Presiden Kim Dae-jung mengumumkan prioritas pembangunan adalah di sektor teknologi informasi dan komoditas budaya.
Oleh sebab itu, investasi pemerintah dan swasta dikucurkan di sektor industri kreatif. Musik, film, dan serial televisi menjadi produk andalannya.
Baca juga: Penggemar K-Pop Turut Lestarikan Hutan di Jambi
Dari tahun 1990-an hingga 2000-an, Korsel belum dilirik sebagai penghasil hiburan. Di Asia Timur ketika itu Hong Kong dan Jepang merajai dunia film dan musik.
Hong Kong dikenal dengan artis-artis solo, yaitu Andy Lau, Jacky Cheung, dan Aaron Kwok. Jepang solid dengan kelompok-kelompok musik populer, seperti SMAP, Kat-tun, dan Arashi.
”Kami di Korsel memiliki celah, yaitu membangun industri hiburan dengan target pemasaran melalui internet yang ketika itu merupakan fenomena baru dan belum tergarap,” ujar Hwang.
Persiapan untuk memasarkan produk itu tidak kaleng-kaleng. Lenzo Yoon, Direktur Pemasaran Global Hybe, perusahaan yang menciptakan kelompok musik BTS, memaparkan bahwa butuh satu dasawarsa untuk membuat BTS.
Audisi dimulai dengan memilih para remaja yang dinilai cocok dengan citra kelompok musik tersebut. Segala tema, insiprasi, dan penampilan ditentukan oleh korporasi.
Baca juga: Standar Pencitraan K-pop Selangit, Kisah Pribadi Bisa Celakakan Karier Artisnya
Setelah itu, mereka yang terpilih menjalani latihan intensif yang terdiri dari vokal, menari, mengolah penampilan, dan cara berbicara di depan umum. Baru ketika dianggap siap oleh perusahaan, mereka mulai rekaman dan dipasarkan secara daring.
Pola ini diterapkan kepada semua kelompok musik K-Pop, dari Super Junior hingga Blackpink.
”Dari jangkauan global ini, kami membuat ruang publik agar para penggemar dari seluruh dunia bisa berinteraksi. Laman internet Weverse kami luncurkan untuk mengakomodasi BTS dan para Army (penggemar fanatik),” tutur Yoon.
Baca juga: BTS Wajib Militer, Korsel Kehilangan Potensi Cuan Rp 45,7 Triliun
Dari segi konten produk, K-Pop memiliki pakem. Dosen Komunikasi Universitas Simor Fraser, AS, Dal Yong Jin, menerangkan kepada Washington Post edisi 14 Juli 2021.
Dari jangkauan global ini, kami membuat ruang publik agar para penggemar dari seluruh dunia bisa berinteraksi. Laman internet Weverse kami luncurkan untuk mengakomodasi BTS dan para Army.
Di setiap lagu K-Pop ada satu bait dengan lirik campuran bahasa Korea dan bahasa Inggris yang mudah dilafalkan. Bait ini diucapkan berulang-ulang dan menjadi ”frasa kait”, yaitu bagian dari lagu yang melekat di benak pendengar, terlepas ketidakmampuan mereka berbahasa Inggris ataupun Korea.
Visual juga menjadi aspek yang penting dalam pemasaran produk K-Pop. Menurut Lia Kom, koreografer untuk grup Girls’ Generation dan Wonder Girls, pemakaian penari latar diperkenalkan pertama kali oleh kelompok-kelompok musik AS. K-pop mengolahnya agar tidak sekadar menjadi penari latar, tetapi juga bagian dari narasi cerita yang ditampilkan di videoklip. Pengemasannya harus diramu dengan kostum yang menarik dan latar panggung atau lokasi shooting yang juga heboh.
Baca juga: K-Pop Populer, Bahasa Korea Jadi Banyak Dipelajari Orang Asing
”Serumit-rumitnya koreografi, harus ada bagian yang mudah dan bisa ditiru oleh penonton yang tidak bisa menari sekali pun. Ini yang menjadikan videoklip K-Pop begitu ikonik,” ujarnya.