Refleksi Persahabatan Nasirun, dari Peti Jenazah hingga Ribuan Kopiah
Perupa Nasirun menggelar pameran tunggal untuk merayakan persahabatannya dengan sejumlah orang. Pameran itu menampilkan karya di berbagai medium, termasuk di peti jenazah dan kopiah.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Banyak cara untuk mengungkapkan kedalaman persahabatan dengan orang lain. Bagi perupa Nasirun (57), cara terbaik untuk merayakan persahabatan tentu dengan menggelar pameran seni rupa. Maka, jadilah pameran tunggal bertajuk Perayaan Persahabatan yang menampilkan beragam karya di berbagai medium, termasuk di atas peti jenazah dan kopiah.
Pameran itu digelar di OHD Museum, Kota Magelang, Jawa Tengah, pada 2 Juli-30 Oktober 2023. Dalam pameran tersebut, ditampilkan 39 lukisan di atas kanvas, 7 karya di atas kertas, 2 karya wayang, 37 karya lukisan di kertas undangan, dan lukisan di peti jenazah.
Selain itu, Nasirun juga menampilkan lukisan di atas selembar karpet serta karya lukis pada sekitar 1.000 kopiah. Semua karya yang ditampilkan adalah rangkuman karya Nasirun sejak tahun 1995 hingga sekarang.
Sama seperti kisah perjalanan hidup yang telah dilalui Nasirun, setiap karya itu menyimpan cerita masing-masing. Lukisan di atas peti jenazah yang dibuat Nasirun sejak puluhan tahun silam, misalnya, memiliki kisah mendalam di baliknya.
Saat itu, tak lama setelah sang istri meninggal dunia, kolektor seni Oei Hong Djien mengumpulkan sejumlah seniman untuk membuat karya di atas peti jenazah. Ide ini muncul setelah pemilik OHD Museum itu melihat lukisan karya pelukis Widayat yang dibuat di atas peti jenazah istrinya.
Namun, sebelum pertemuan tersebut, Nasirun ternyata terlebih dulu menyelesaikan lukisannya di atas peti jenazah. Sempat menarik perhatian dan akan dibeli oleh seorang kolektor, peti mati dengan karya pahat itu justru diberikan Nasirun kepada Hong Djien.
”Terlepas dari disukai oleh kolektor lain atau tidak, karya peti jenazah tersebut memang harus menjadi koleksi saya,” ujar Hong Djien yang telah bersahabat dengan Nasirun sejak lama.
Karya-karya lain dalam pameran itu juga mengungkapkan kisah kedekatan Nasirun dengan banyak orang lain. Lukisan yang dibuat di atas karpet, misalnya, menceritakan kedekatan perasaan maestro seni rupa itu dengan para pekerja migran Indonesia yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Nasirun mengaku tergerak membuat lukisan tersebut setelah menonton berita di televisi tentang nasib pekerja migran itu. ”Lukisan itu saya buat di atas karpet yang saya duduki ketika menonton tayangan berita tentang pekerja migran Indonesia di Arab Saudi,” tuturnya.
Di atas karpet itu, Nasirun melukis figur dirinya dengan pedang panjang yang tersembunyi di bagian belakang badannya. Di bagian atas karpet, terdapat tulisan ”Selamat Datang Pahlawan Devisa”.
Melalui lukisan tersebut, Nasirun seolah membayangkan dirinya sebagai pekerja migran yang kerap disebut sebagai pahlawan devisa, tetapi juga menghadapi ancaman kekerasan dan bahkan hukuman mati di negara lain.
Relasinya dengan banyak orang lain juga diungkapkan Nasirun dalam lukisan kolase berukuran 14 meter x 2 meter. Karya tersebut berkisah tentang pertemuannya dengan sejumlah seniman yang meninggal selama pandemi Covid-19, misalnya penyanyi Glenn Fredly dan penyair Sapardi Djoko Damono.
Terkait lukisan-lukisan di kopiah, Nasirun juga memiliki alasan tersendiri untuk membuatnya. Pada awalnya, dalam pameran Perayaan Persahabatan, Hong Djien hanya ingin menampilkan karya Nasirun pada tahun 1995-2010. Namun, Nasirun ternyata juga ingin menampilkan karyanya yang baru.
Nasirun lalu memutuskan membuat karya di atas kopiah. Lukisan di atas kopiah itu awalnya akan dijadikan sebagai suvenir. Namun, karya yang ditawarkan dengan harga sekitar Rp 1 juta itu justru menjadi bagian dari seni instalasi yang dipajang di sepanjang lorong masuk OHD Museum.
Lukisan itu saya buat di atas karpet yang saya duduki ketika menonton tayangan berita tentang pekerja migran Indonesia di Arab Saudi.
Hong Djien menambahkan, pameran itu juga menampilkan karya-karya Nasirun yang dibuat di atas kertas undangan. Selain untuk mengenang kebiasaan Nasirun yang pernah sangat getol meminta undangan-undangan bekas dari teman-temannya, karya tersebut juga menjadi pengingat bahwa laku berkesenian pun bisa terhadang oleh kemajuan teknologi.
”Melukis di atas kartu undangan kini terancam sulit dilakukan karena banyak undangan saat ini cukup disampaikan lewat Whatsapp ataupun pesan di media sosial,” kata Hong Djien.
Hubungan personal
Pameran Perayaan Persahabatan juga tak bisa dilepaskan dari hubungan personal Nasirun dengan Hong Djien. Sejak tahun 1995, Hong Djien telah mengoleksi karya-karya Nasirun. Namun, perkenalan dengan Nasirun sudah terjalin jauh sebelum itu.
Hong Djien menyebut, dirinya membutuhkan waktu cukup lama untuk memahami dan menikmati karya Nasirun yang semula dianggapnya rumit. Namun, setelah mampu memahami, Hong Djien pun seolah ”kecanduan” karya Nasirun.
Saking kecanduannya, Hong Djien pernah mengejar Nasirun di jalan untuk memastikan agar karya sang pelukis bisa menjadi miliknya. Hubungan di antara keduanya pun makin dekat. Bahkan, Hong Djien pernah mengajak Naisrun ke Amerika dan sejumlah negara Eropa. Di sepanjang perjalanan itu, Nasirun kemudian melahirkan karya-karya yang hebat.
Hong Djien menyebut, upayanya mengoleksi lukisan Nasirun tak hanya dilakukan berdasarkan transaksi ekonomi, tapi juga berlandaskan rasa persahabatan. Bahkan, dia menuturkan, sejumlah lukisan Nasirun juga didapatnya secara gratis.
Penulis Agus Noor, yang menjadi salah satu dari empat kurator pameran Perayaan Persahabatan, menuturkan, tema pameran itu dilontarkannya setelah melihat kedekatan hubungan antara Hong Djien dan Nasirun.
Menurut Agus, hubungan keduanya tidak sekadar sebagai kolektor dan seniman, apalagi penjual dan pembeli belaka. ”Ada banyak cerita di luar kanvas antara mereka berdua,” ujarnya.
Apalagi, Nasirun yang dikenal sebagai figur yang ramah itu selalu membuka pintu rumahnya untuk kedatangan para tamunya. Tak heran, dia memiliki hubungan persahabaran dengan banyak orang. Persahabatan itulah yang dirayakan melalui pameran tunggal di OHD Museum.