Canda, Tawa, dan Kritik, Eh Kena!
Lakon ”Perempuan-perempuan Pilihan” benar-benar mengukuhkan pendapat bahwa kritik menjadi tidak tabu disampaikan. Bahkan, kritik pedas pun menjadi gurih jika disampaikan dalam nuansa hiburan yang kental.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F16%2Fa8e1a32b-7224-4b5e-8994-331584c5c188_jpg.jpg)
Pementasan Perempuan-perempuan Pilihan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jumat (16/7/2022). Pertunjukan ke-37 yang digelar Indonesia Kita itu mengangkat cerita kepemimpinan perempuan di sebuah negeri yang semua penduduknya adalah perempuan. Semua pemain dalam pertunjukan tersebut, termasuk pemain pria, tampil membawakan karakter perempuan.
Kritik bisa tidak menyakiti kalau disampaikan dengan halus dan indah. Apalagi sambil bercanda, lalu tertawa bersama karena masing-masing merasa ditelanjangi. Begitulah seri pentas Indonesia Kita selalu mengemas pementasannya.
Lakon Perempuan-perempuan Pilihan benar-benar mengukuhkan pendapat bahwa kritik menjadi tidak tabu disampaikan jika pada akhirnya memberi hiburan. Bahkan, kritik pedas pun menjadi gurih jika disampaikan dalam nuansa hiburan yang kental.
Misalnya, ada yang menyentil baliho perempuan tokoh politik partai tertentu yang ramai di mana-mana. Grup komedi Sahita asal Solo dengan empat perempuan berdandan tua menyibak tawa penonton sambil melontarkan kritik tersebut.
Mereka saling berceloteh satu sama lain. Hingga berujung pecahnya tawa penonton ketika ada yang melontarkan, siapa pun yang ingin menjadi pemimpin bangsa ini, maka dekatlah dengan rakyat.
”Tidak perlu bikin baliho yang besar-besar,” ujar salah satu penampil dari grup Sahita, Jumat (16/9/2022), di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F17%2F2531c382-d9a2-4f73-84a5-2e685ebef9e8_jpg.jpg)
Pementasan Perempuan-perempuan Pilihan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Lakon tersebut merupakan pertunjukan ke-37 yang digelar Indonesia Kita. Perempuan-perempuan Pilihan mengisahkan kehidupan suatu negara yang adil dan sejahtera karena pemerintahan yang dipimpin perempuan. Sutradara dan penulis naskah Agus Noor tidak hanya menampilkan perempuan tulen, tetapi juga menghadirkan sosok transpuan dalam pementasan.
Kritik itu melebur menjadi canda tawa. Itulah Indonesia Kita yang didirikan mendiang Djaduk Ferianto, Butet Kartaredjasa, dan Agus Noor sejak 2011. Seperti di awal pentas, Butet Kartaredjasa juga membuka dengan kritik yang mengundang tawa.
Butet menyuarakan lokasi pementasan Indonesia Kita kali ini bukan lagi di gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Butet menyinggung persoalan gedung Graha Bhakti Budaya yang sudah dirobohkan dan dibangun kembali. Setelah gedung itu selesai, ternyata disewakan dengan harga yang tinggi.
”Harga sewanya Rp 180 juta untuk delapan jam. Siapa yang bisa menyewa gedung semahal itu untuk seni pertunjukan,” ujar Butet. Penonton pun pecah dengan derai tawa pahit tentunya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F17%2F39c45023-36c6-4554-8398-3d770f7b3bf1_jpg.jpg)
Pemain biola dan penyanyi Mia Ismi dalam pementasan Perempuan-perempuan Pilihan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Lakon tersebut merupakan pertunjukan ke-37 yang digelar Indonesia Kita.
Ludruk
Butet menggunakan istilah pertunjukan Indonesia Kita sebagai ibadah kebudayaan. Indonesia Kita pun tergerak untuk selalu menunjukkan karakter keindonesiaannya. Setiap pementasan diolah dari bentuk kesenian daerah tertentu.
Pementasan kali ini mengolah bentuk kesenian daerah Jawa Timur yang dikenal sebagai ludruk. Lakon Perempuan-perempuan Pilihan menampilkan tokoh yang semuanya berperan sebagai perempuan di suatu negara Kenyapuri.
Lakon ini diproduksi Kayan Production dengan penulis naskah dan sutradara Agus Noor. Beberapa pemeran sudah biasa tampil di pementasan-pementasan Indonesia Kita sebelumnya. Di antaranya Cak Lontong dan Akbar yang memerankan Hakim Agung dan Hakim Muda. Selain dengan humor Cak Lontong, gelak tawa penonton sering dipicu kesalahan sebut ”Pak” atau ”Bapak”. Padahal, mereka semestinya berperan sebagai hakim perempuan.
Baca juga: Yusman dan Gerbang Literasi yang Rumpang
Pasangan Wisben dan Joned menggenapi humor. Selain itu, pemeran yang sudah biasa tampil lainnya, seperti Marwoto dan Sruti Respati. Berikutnya para pemeran yang baru dicomot atau beberapa kali saja ikut pentas Indonesia Kita.
Mereka di antaranya Dira Sugandi, Rieke Diah Pitaloka, Rosianna Silalahi, Sri Krishna Encik, Mia Ismi, Merlyn Sopjan, grup Sahita, dan Catur Benyek Kuncoro.
Sumber candaan
Peristiwa penembakan seorang polisi oleh polisi menjadi sumber candaan. Seperti penghilangan barang bukti, termasuk perubahan tempat kejadian perkara, menjadi pemantik dialog-dialog lucu.
Pentas Perempuan-perempuan Pilihan mengolah bentuk kesenian ludruk yang mengawali pentas juga dengan tari dan nyanyian. Koreografi yang digarap oleh Maria Bernadeta Aprianti, akrab disapa Etty Kajol, menyuguhkan semarak pementasan. Aransemen iringan musik oleh Bintang Indrianto dan koor Bianglala Voices melengkapi pementasan itu.
Alur kisah Perempuan-perempuan Pilihan secara pokok menceritakan tokoh Roro Ayu (Rieke Dyah Pitaloka) yang memikat hati warga. Hingga kemudian muncul keresahan Ratu (Rosianna Silalahi). Apalagi ketika muncul desas-desus Roro Ayu sampai hamil. Padahal, di negeri itu semuanya perempuan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F16%2Fc231323d-541f-45db-92f7-6e1190ddc4b6_jpg.jpg)
Pementasan Perempuan-perempuan Pilihan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jumat (16/7/2022). Pertunjukan ke-37 yang digelar Indonesia Kita itu mengangkat cerita kepemimpinan perempuan di sebuah negeri yang semua penduduknya adalah perempuan. Semua pemain dalam pertunjukan tersebut, termasuk pemain pria, tampil membawakan karakter perempuan.
Selanjutnya, Ratu menugaskan Jenderal (Dira Sugandi) untuk melakukan investigasi. Dari sinilah terkuak misteri Roro Ayu hamil semata sebagai desas-desus yang diembuskan para hakim (Cak Lontong dan Akbar), serta Sesepuh Tua (Marwoto).
Desas-desus diembuskan demi mencipta sebuah kegaduhan. Ini mengingatkan dalam keseharian berpolitik kita juga tidak lepas akan hadirnya desas-desus yang belum tentu benar ini.
Apalagi desas-desus kadang diciptakan demi kepentingan pihak tertentu, termasuk menjatuhkan kekuatan lawan yang sulit diendus. Ini sungguh merepotkan.
Lakon ini berakhir agak mengejutkan. Di situ dihadirkan sosok-sosok lelaki yang menyusup sebagai perempuan, sebagai Hakim Agung, Hakim Muda, dan Sesepuh Tua. Merekalah yang mengembuskan desas-desus Roro Ayu hamil demi kepentingan tertentu.
Akhir kisah ini menyiratkan hakikat kehidupan yang tidak bisa seragam. Ada perempuan, semestinya ada laki-laki. Keduanya memiliki kesempatan sama meski realitasnya, seperti di dalam kepemimpinan politik, lebih berpihak kepada laki-laki.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F17%2Fd1341b5e-9ae9-4ac2-bf5b-8a855f693878_jpg.jpg)
Pementasan Perempuan-perempuan Pilihan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Lakon tersebut merupakan pertunjukan ke-37 yang digelar Indonesia Kita. Perempuan-perempuan Pilihan mengisahkan kehidupan suatu negara yang adil dan sejahtera karena pemerintahan yang dipimpin perempuan. Sutradara dan penulis naskah Agus Noor tidak hanya menampilkan perempuan tulen, tetapi juga menghadirkan sosok transpuan dalam pementasan.
Butet Kartaredjasa menyampaikan, lakon Perempuan-perempuan Pilihan ditampilkan sebagai persembahan bagi perempuan. Tidak hanya kali ini, sebenarnya beberapa pementasan Indonesia Kita lainnya juga bernada serupa.
Pada 2012 pernah dipentaskan lakon Nyonya-nyonya Istana. kemudian lakon Nyonya Nomor Satu (2015) dan Princess Pantura (2018).
”Lakon ini memperlihatkan sekaligus menyadarkan kita, pernahkah kita memberi kesempatan yang layak dan sepantasnya kepada perempuan untuk mengemban tanggung jawab politik dan pemerintahan,” ujar Butet.
Baca juga: Menggugat Luka Penyintas Kekerasan Seksual
Di sisi lain, lakon tentang perempuan juga memetaforakan situasi. Ini mengajak kita untuk bertanya, apakah situasi dominasi satu pihak menjadi jawaban untuk meraih kehidupan bernegara yang aman sentosa dan sejahtera.
”Bukankah negara ini dibentuk dengan landasan Bhinneka Tunggal Ika, yang memberikan tempat bagi keberagaman,” ujar Butet.
Lakon tentang perempuan tidak semata-mata berbicara tentang perempuan. Ini metafora fondasi negara yang disusun dari kontribusi semua pihak, golongan, dan jender.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F17%2F9dae95ca-bc35-4010-98ec-66844a7652db_jpg.jpg)
Duet komedian Cak Lontong dan Akbar dalan pementasan Perempuan-perempuan Pilihan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Lakon tersebut merupakan pertunjukan ke-37 yang digelar Indonesia Kita. Perempuan-perempuan Pilihan mengisahkan kehidupan suatu negara yang adil dan sejahtera karena pemerintahan yang dipimpin perempuan. Sutradara dan penulis naskah Agus Noor tidak hanya menampilkan perempuan tulen, tetapi juga menghadirkan sosok transpuan dalam pementasan.
Penulis naskah dan sutradara Agus Noor menyodorkan jalinan kisah Perempuan-perempuan Pilihan itu menarik dan kontekstual. Di tengah arus pemberitaan beredar persiapan pencarian sosok pemimpin masa depan. Setidaknya, hal ini menjelang pesta peralihan kekuasaan politik pada 2024.
”Sosok pemimpin mau tidak mau akan dikaitkan dengan jender. Lewat lakon Perempuan-perempuan Pilihan ini, kita justru mengajak penonton untuk melihat bahwa jender bukan harus menjadi faktor dalam menilai kemampuan seseorang memimpin,” ujar Agus Noor.
Dalam bentuk seni tradisi ludruk, sejak dulu juga tidak pernah membatasi atau mengotak-ngotakkan para senimannya. Konsep pemanggungan ludruk menantang seni peran para pemainnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F17%2F6bbbe0c9-1714-4d9d-95f6-5ec943db3b42_jpg.jpg)
Anggota DPR RI, RIeke Diah Pitaloka (tengah), tampil dalam pementasan Perempuan-perempuan Pilihan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Lakon tersebut merupakan pertunjukan ke-37 yang digelar Indonesia Kita. Perempuan-perempuan Pilihan mengisahkan kehidupan suatu negara yang adil dan sejahtera karena pemerintahan yang dipimpin perempuan. Sutradara dan penulis naskah Agus Noor tidak hanya menampilkan perempuan tulen, tetapi juga menghadirkan sosok transpuan dalam pementasan.