Pelukis Djoko Pekik memamerkan lukisan-lukisan yang dibuatnya selama pandemi Covid-19. Di dalam lukisan-lukisan tersebut masih tampak semangat Djoko Pekik untuk membicarakan masalah-masalah yang dialami rakyat kecil.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Pelukis senior Djoko Pekik memamerkan lukisan-lukisan yang dibuatnya selama pandemi Covid-19. Di dalam lukisan-lukisan tersebut masih tampak semangat Djoko Pekik untuk membicarakan masalah-masalah yang dialami rakyat kecil. Kanvas pelukis berusia 85 tahun itu menampilkan sosok-sosok manusia yang didera beragam persoalan, tetapi tetap menjalani hidup dengan ketegaran.
Karya-karya Djoko Pekik yang dibuatnya selama pandemi ditampilkan dalam pameran bertajuk Gelombang Masker di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta, pada 26-31 Maret 2022. Dalam pameran itu ditampilkan 23 lukisan yang dikerjakan Djoko Pekik pada tahun 2020-2022. Sebagian lukisan itu pernah ditampilkan dalam pameran lain sebelumnya, tetapi kebanyakan baru pertama kali dipertontonkan kepada publik.
Djoko Pekik menuturkan, selama pandemi Covid-19, dirinya sangat jarang keluar rumah. Hal ini untuk membatasi interaksi dengan banyak orang mengingat usianya sudah lanjut. ”Saya tidak banyak keluar rumah. Keluar rumah cuma keliling-keliling pakai mobil dan tidak turun,” tuturnya saat pembukaan pameran, Sabtu (26/3/2022) malam.
Selama pandemi, Djoko Pekik juga kerap menyimak berita-berita, termasuk tentang banyaknya korban yang meninggal dunia akibat Covid-19. Saat mendengar berita-berita itu, Djoko Pekik mengaku takut karena usianya sudah tua dan dia memiliki riwayat diabetes atau penyakit gula.
”Siapa yang enggak takut kayak gitu, apalagi bagi orang yang tua, sudah punya penyakit gula, sudah umur 85. Pastilah gemetar. Dalam keadaan gemetar itulah saya melukis,” ujar pelukis yang pernah menjadi tahanan politik setelah peristiwa 1965 itu.
Meski merasa ketakutan dengan situasi pandemi, Djoko Pekik mengaku masih merasa semangat untuk melukis. Itulah kenapa, selama pandemi Covid-19, dia berhasil menyelesaikan cukup banyak lukisan.
”Saya sudah tua, umur 85, tua saja tua bangka. Membungkuk-bungkuk jalan saya, tapi kalau melihat kanvas putih kosong, langsung bisa berdiri dan kanvas saya sabet dengan kuas,” ungkap pelukis kelahiran Purwodadi, Jawa Tengah, 2 Januari 1937, itu.
Semangat melukis itu pula yang terpancar dalam lukisan-lukisan yang dihadirkan dalam pameran Gelombang Masker. Tajuk pameran itu mengambil judul dari salah satu lukisan Djoko Pekik yang dibuat tahun 2020. Lukisan berjudul ”Gelombang Masker” itu pernah ditampilkan dalam pameran seni rupa Artjog tahun 2020.
Lukisan ”Gelombang Masker” menampilkan orang-orang yang berkumpul di dekat sebuah mobil bak terbuka. Di atas mobil bak terbuka itu tampak dua orang yang hendak membagikan barang bantuan kepada orang-orang yang berkumpul. Dilihat dari masker yang dipakai orang-orang dalam lukisan itu, juga tulisan ”Corona 2020” di mobil bak terbuka, karya ini secara jelas menampilkan situasi pandemi Covid-19.
Budayawan Budi Subanar menilai, lukisan ”Gelombang Masker” itu menghadirkan pengalaman saat bulan-bulan pertama pandemi Covid-19. Saat itu, di tengah ancaman penyakit Covid-19 yang sangat mencekam, banyak elemen masyarakat yang saling membantu satu sama lain.
”Di tengah ancaman virus Covid-19 yang mencekam, ada geliat masyarakat yang saling berbagi hidup dan saling bergotong royong menopang hidup yang sangat rentan dan terancam,” tutur Budi Subanar dalam tulisan di katalog pameran.
Secara khusus, Budi Subanar juga menyoroti gestur orang-orang dalam lukisan ”Gelombang Masker” yang berdiri dengan posisi sedikit terbungkuk, seolah menanggung beban yang berat. Gestur itu bisa jadi merupakan simbol tentang beratnya beban yang harus ditanggung oleh kebanyakan rakyat selama pandemi. Namun, betapapun berat beban itu, toh orang-orang tersebut masih sanggup berdiri dan terus menjalani hidup dengan sikap tegar.
Parangtritis
Karya lain yang menarik dalam pameran Gelombang Masker adalah sejumlah lukisan yang menggambarkan lanskap pemandangan Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam pameran tersebut terdapat sembilan lukisan karya Djoko Pekik yang menggambarkan pemandangan Pantai Parangtritis.
Pada sebagian lukisan itu, Djoko Pekik tak hanya menggambarkan pantai, pohon-pohon, dan perbukitan, tetapi juga menampilkan figur-figur manusia yang sedang berjalan kaki di jalanan berkelok-kelok di sekitar pantai. Orang-orang itu membawa bakul atau keranjang yang mereka gendong di punggung sehingga harus terbungkuk-bungkuk saat berjalan.
Kehadiran figur-figur manusia itu menunjukkan, Djoko Pekik tak hanya menampilkan keindahan alam dalam sejumlah lukisannya tentang Pantai Parangtritis. Seniman yang dikenal dengan lukisan ”Berburu Celeng” itu tampaknya juga ingin menampilkan perjuangan rakyat kecil yang ada di kawasan pantai selatan Jawa itu.
Seri lukisan tentang Pantai Parangtritis itu memang menunjukkan kecintaan Djoko Pekik terhadap kawasan pantai selatan Jawa. Bahkan, dia juga berharap ada pembangunan jalan yang lebih memadai di kawasan itu agar lebih banyak wisatawan yang datang ke sana sehingga kesejahteraan warga setempat juga meningkat.
”Pantai selatan Pulau Jawa itu adalah pusat wisata. Itu harus dibangun jalan tol. Jadi, wisatawan lebih banyak datang ke Yogyakarta. Wisatawan itu, kan, mendatangkan duit,” ungkap Djoko Pekik.
Karya lain yang menjadi sorotan selama pameran adalah sebuah lukisan berjudul ”Megatruh”. Lukisan yang dibuat tahun 2020 itu menggambarkan seorang lelaki tua sedang bersetubuh dengan seorang perempuan. Secara fisik, lelaki tua dalam lukisan itu mirip dengan Djoko Pekik karena sama-sama memiliki rambut panjang dikucir dan jenggot yang juga panjang.
Budi Subanar menafsirkan, tindakan bersetubuh dalam lukisan ”Megatruh” adalah simbolisasi gairah hidup karena persetubuhan bisa dianggap sebagai tindakan untuk menghasilkan keturunan yang menjamin kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, bisa jadi lukisan tersebut merupakan simbol gairah hidup Djoko Pekik yang terus menyala-nyala meski usianya sudah 85 tahun.
Kurator Bentara Budaya Yogyakarta, Sindhunata, mengatakan, lukisan-lukisan Djoko Pekik memang kerap menampilkan kehidupan rakyat kecil. Namun, dalam karya-karya Djoko Pekik, rakyat bukan sekadar konsep atau gagasan. ”Pada lukisan Pak Pekik, rakyat itu tidak bisa didefinisikan, tidak bisa diteorikan, karena dia bukan konsep, tapi kehidupan,” ujarnya saat pembukaan pameran Gelombang Masker.
Sindhunata menyebut, karya Djoko Pekik juga terkadang menampilkan libido yang dimiliki rakyat. Libido atau nafsu itulah yang juga menggerakkan kehidupan rakyat dan menghidupi perlawanan mereka. Libido rakyat itu pula yang terlihat dalam lukisan ”Megatruh” karena lukisan tersebut bisa jadi tak hanya menunjukkan gairah hidup Djoko Pekik sebagai individu, tetapi juga menjadi simbol semangat hidup rakyat kecil yang tak mudah menyerah meski disergap berlapis-lapis persoalan.