“Membalap” di Sirkuit dalam Senyap
Dua mobil listrik keluaran Hyundai, Kona Electric dan Ioniq, diuji kemampuannya di Sirkuit Internasional Sentul, Bogor, Jabar selama tiga hari sejak Jumat hingga Minggu (21/3/2021).
Dua mobil listrik keluaran Hyundai, Kona Electric dan Ioniq, diuji kemampuannya di Sirkuit Internasional Sentul, Bogor, Jabar selama tiga hari sejak Jumat hingga Minggu (21/3/2021). Keduanya memang bukan mobil untuk balapan. Lewat acara ini, Hyundai Motors Indonesia bermaksud mempertontonkan ragam kepraktisan kendaraan listrik mereka.
Acara itu bernama Hyundai Track Day 2021 dengan tema “Electrify your Weekend”. Masyarakat umum diperkenankan mengikutinya pada Sabtu dan Minggu. Sedangkan awak media mendapat kesempatan pada hari pertama, yaitu Jumat (19/3/2021), yang dibagi menjadi dua sesi: pagi dan siang.
Kompas kebagian mengikuti sesi kedua yang diikuti 20 jurnalis. Karena masih diliputi pandemi Covid-19, seluruh peserta diwajibkan menjalani tes usap antigen terlebih dulu. Memakai masker dan sesering mungkin mencuci tangan juga menjadi kewajiban, baik sejak di bis rombongan dari Jakarta ke Sentul, maupun di kawasan sirkuit.
Ketika kami tiba, di jalur pit sudah berjajar enam mobil Ioniq, dan enam mobil Kona Electric. Setiap model dikawal satu mobil marshall, atau lead car saat diuji berkeliling sirkuit. Dari lima unit Hyundai Kona Electric yang dijajarkan, hanya ada satu yang merupakan versi terbaru atau facelift. Itu tak jadi soal, sebab kinerja mobilnya sama.
Acara dimulai dengan sambutan-sambutan dari PT Hyundai Motors Indonesia (HMID), di antaranya oleh Astrid Ariani Wijana sebagai Head of Marketing, Bonar Pakpahan sebagai Product Expert, dan Putra Samiaji sebagai General Manajer Service.
Dua marshall, yaitu Jimmy Lukita dan Rendison memaparkan karakteristik sirkuit dan aturan mainnya. Aturannya, peserta mencoba mobil bersamaan secara beriringan. Satu mobil diisi dua orang. Setiap orang kebagian menyetir sebanyak dua putaran untuk masing-masing jenis mobil. Kami dilarang salip-menyalip. Ya, ini memang bukan balapan.
Setelah rangkaian penjelasan tadi, peserta diminta untuk siap-siap. Gerimis turun tipis-tipis. Para petugas menyemprot dan mengusap bagian kabin dengan cairan disinfektan sebelum peserta diizinkan mendekat ke unit mobilnya. Kompas kebagian menjajal jenis Ioniq terlebih dulu.
Setelah penyemprotan beres, kami mengenakan perlengkapan keselamatan yang ditaruh di dalam mobil. Perlengkapannya adalah sepasang sarung tangan, dan helm lengkap dengan balaclava-nya. Meski memakai balaclava, masker dilarang dilepas. Petugas memastikan penggunaan sabuk pengaman sebelum mobil diijinkan bergerak. Di dalam mobil itu juga ada handy-talkie untuk mendengar arahan dari marshall.
Sampai mentok
Karena ini di sirkuit balap, tak ada alasan untuk tidak memakai mode mengemudi Sport, yang ada di Ioniq maupun Kona. Itu adalah mode berkendara yang paling tepat di sirkuit. Setelah mode itu dipilih, kami menahan diri untuk tidak terburu-buru menginjak pedal gas, karena start berangkat dari jalur pit dan beriringan dengan jarak antarmobil berdekatan.
Begitu mobil masuk lintasan balap, tenaga mobil bisa dihela tapi tak lama karena tikungan pertama sudah menunggu. Tikungan itu dilahap dengan kecepatan 60 km per jam saja. Hyundai Ioniq dengan ruang kolong relatif rendah, yaitu 150 mm, tak memberi body roll berarti di dalam kabin.
Tikungan kedua bisa dibesut dengan kecepatan lebih tinggi. Sudut tikungannya dibuat lebih sempit, sehingga mobil terasa lebih mengayun tapi tetap nyaman. Tak heran, selain berkolong rendah, pusat gravitasi mobil juga rendah dengan penempatan baterai di bagian bawah rangka mobil. Ini juga terjadi di Kona Electric. Jimmy Lukita bilang, faktor itu menambah kelincahan (agility) mobil bermanuver.
Aspek kelincahan ini benar-benar diuji menjelang garis finis. Penyelenggara merancang jalur zig-zag kanan-kiri-kanan-kiri. Area zig-zag ini dimasuki dari posisi mobil berhenti setelah arahan petugas. Ini kesempatan baik untuk mencoba kelincahan, sekaligus torsi maksimal yang digadang-gadang bisa dipetik instan.
Pedal akselerator—atau pedal gas pada mobil konvensional—langsung diinjak sampai mentok, atau istilahnya dibejek, begitu petugas memberi aba-aba jalan. Badan terhenyak ke kursi. Mobil melesat maju berbarengan dengan suara decit roda bergesekan hebat dengan aspal. Panel instrumen menunjukkan indikasi tenaga yang muncul 100 persen. Motor listrik Hyundai Ioniq menghasilkan torsi maksimal 295 Nm. Rasanya mantap.
Berkelit menghindari cone juga mudah saja dalam kecepatan relatif tinggi itu. Badan memang terombang-ambing ke kiri dan kanan melawan gravitasi, tapi tidak sampai mual. Mobil juga bisa berhenti sama sekali dari kecepatan tinggi dalam tempo relatif singkat. Ini ditopang dengan pengereman regeneratif (seperti engine brake pada mobil konvensional) yang kadarnya bisa diatur lewat tuas paddle shift di area setir. Kedua mobil ini mengampu sistem rasio transmisi tunggal, jadi fungsi tuas itu dipastikan bukan untuk “menaik-turunkan gigi”.
Sensasi berbeda
Menjajal Kona memberi sensasi berbeda lagi. Secara dimensi, Kona punya ruang kolong lebih tinggi (158 mm) dibandingkan Ioniq yang bertipe sedan liftback. Torsi Kona juga lebih besar, yaitu 395 Nm. Suara decit ban terdengar hingga tiga kali begitu pedal akselerator Kona dibejek dalam-dalam dari posisi berhenti. Selisih 100 Nm di atas kertas memang tidak bohong.
Di trek lurus yang sengaja disiapkan untuk berakselerasi, kami hanya berhasil memacu Kona ini hingga kecepatan 146 km per jam. Pada kondisi lain, mobil masih bisa dipacu lebih cepat. Namun di sirkuit itu, kami memutuskan tidak menambah kecepatan mengingat keberadaan mobil lain di depan, atau juga harus segera mengerem untuk berbelok.
Di arena zig-zag, body roll Kona lebih terasa mengayun dibandingkan Ioniq. Sekadar kembali mengingat pengalaman berzig-zag dalam Kona pekan lalu itu menimbulkan rasa mual. Namun, kelimbungan hebat itu hanya muncul di kondisi berkendara ekstrem seperti di sirkuit. Pada penggunaan sehari-hari, cara mengemudi pasti jauh “lebih sopan”.
Suasana berbeda terasa di dalam sirkuit itu. Bebunyian bising yang biasa terdengar dari sirkuit setiap ada kendaraan yang mengebut, sama sekali tak terdengar. Meski tenaga mobil dihela maksimal, suasana kabin tetap senyap. Satu-satunya bunyi yang bisa memompa adrenalin adalah decit putaran ban ketika pedal akselerator diinjak maksimal.
Kesenyapan adalah karakteristik unggulan kendaraan bertenaga listrik sejati. Bonar Pakpahan menyebutkan, tingkat kebisingan yang dihasilkan ketika mobil menyala dalam kondisi diam tak lebih dari 30 desibel (dB). “Suara orang mengobrol di dalam kantor saja lebih tinggi desibel-nya,” kata Bonar.
Dari segi performa berkendara, Bonar mengatakan, penggerak listrik Hyundai Kona dan Ioniq memiliki daya dorong yang bahkan lebih kuat dibandingkan mobil bermesin konvensional. “Ketika menginjak pedal akselerator, pengalaman berkendaranya seperti mobil sport,” ujarnya.
Selain lebih ramah lingkungan karena tidak menghasikan gas buang, kelebihan lain dari menggunakan mobil bertenaga listrik adalah biaya perawatan yang diklaim lebih rendah dibandingkan mobil berbahan bakar fosil. Klaim itu masuk akal karena alur kerja motor listrik lebih sederhana dibandingkan mesin konvensional.
“Karena tidak memakai mesin, komponen yang bergerak atau berputar jadi lebih sedikit. Jadi di kemudian hari tidak banyak onderdil yang aus karena usia pemakaian. Penggunaan oli juga jauh lebih sedikit,” kata Putra Samiaji yang menangani aspek perawatan Hyundai di Indonesia ini.
Putra mengatakan, interval perawatan mobil listrik Hyundai setidaknya dilakukan setahun sekali, atau setiap 15.000 km; mana yang tercapai lebih dulu. Sedangkan perawatan berkala mobil bermesin konvensional dilakukan setiap 10.000 km, atau ada yang 5.000 km. “Pengguna mobil listrik bakal lebih jarang datang ke bengkel,” kata Putra.
Segala kelebihan mobil listrik itu diharapkan menarik minat masyarakat sehingga bisa mempercepat elektrifikasi berkendara di Indonesia. Untuk itulah acara track day ini diselenggarakan. Astrid Ariani Wijana mengatakan, peluncuran Hyundai Ioniq dan Kona di Indonesia sejak semester kedua 2020 lalu sebagai "pengubah permainan" (game changer) dalam percaturan otomotif di Tanah Air. “Sejauh ini, dua mobil listrik itu diterima cukup baik. Sekitar 300 unit (total) sudah terjual, dan banyak yang sudah dikirimkan,” kata Astrid.