Jejaring Sosial Berbasis Audio Diminati, Twitter Kembangkan Spaces
Opsi warganet untuk memilih jejaring sosial berbasis audio akan semakin banyak. Setelah Clubhouse hadir, Twitter tidak mau ketinggalan dengan menyediakan fitur baru berbasis audio, yakni Twitter Spaces.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jejaring sosial berbasis audio akan semakin banyak. Setelah Clubhouse mendapat sambutan hangat dari publik, kini giliran Twitter yang unjuk kebolehan. Twitter mengembangkan Spaces, sebuah fitur baru agar pengguna bisa berinteraksi secara langsung via audio.
Twitter mengumumkan pengembangan fitur ini sejak November 2020. Spaces versi beta kemudian tersedia bagi pengguna iOS pada Januari 2021. Per Maret 2021, pengguna Android bisa turut mengakses Spaces dengan terlebih dulu memperbarui Twitter di Google Play.
Spaces bisa dikatakan mirip dengan Clubhouse, jejaring sosial berbasis audio yang tersedia di iOS. Spaces menyediakan room (ruangan) virtual untuk mengobrol secara waktu nyata (real time), begitu pula dengan Clubhouse.
Ruangan itu dikelola oleh seorang host yang mengatur jalannya diskusi. Penyelenggara diskusi juga bisa menunjuk co-host untuk membantu mengelola ruang digital itu.
Selain host dan co-host, ruangan juga diisi oleh pembicara dan pendengar. Host dapat mengundang hingga 10 orang untuk jadi pembicara. Jumlah pendengar dalam satu ruangan hingga kini belum dibatasi. Chief Design Officer Twitter Dantley Davis mengatakan, satu ruangan bisa diisi jutaan pendengar.
Sama seperti Clubhouse, Spaces mengizinkan pendengar untuk menjadi pembicara saat sesi berlangsung. Untuk menjadi pembicara, pendengar harus menekan tombol Request di bagian kiri bawah layar ponsel. Fitur ini diharapkan membuat obrolan menjadi dinamis.
”Selama ini Twitter menjadi tempat perbincangan publik. Kami kemudian tergerak untuk mengembangkan perbincangan ini dengan suara manusia. Mendengarkan suara seseorang memberi kita semua nuansa, mendorong empati, dan menghubungkan kita. Perbincangan akan menjadi semakin kaya karenanya,” tutur anggota staf desainer produk Twitter, Maya Gold Patterson, pada diskusi daring lewat Twitter Spaces, Jumat (5/3/2021).
Menurut Dantley Davis, Spaces bisa digunakan dalam berbagai format. Pengguna bisa menggunakan format komunikasi dua arah (dialog, wawancara, tanya jawab) ataupun satu arah (pembicara bercerita kepada audiens). Format lain diyakini bakal berkembang seiring dengan berjalannya waktu, tergantung dari kreativitas pengguna.
”Saya perkirakan komunitas akan mengenalkan format-format audio yang baru,” kata Davis. ”Kami akan mempelajari bagaimana publik menggunakannya dan menerima umpan balik. Kami akan mengembangkan fitur-fitur baru ke depan,” lanjutnya.
Twitter menyematkan beberapa fitur pembeda pada Spaces. Peserta di ruangan, misalnya, bisa memberi reaksi berupa emoji. Mereka juga bisa membagikan cuitan, kemudian menempelnya di ruangan saat sesi berlangsung.
”Kita bisa memanusiakan perbincangan lewat Spaces. Saya harap pengguna bisa mendapat pengalaman positif,” kata anggota staf peneliti Twitter, Danny Singh.
Berkembangnya jejaring sosial berbasis audio disambut baik oleh publik, tetapi menyisakan keraguan soal keamanan. Fitur audio dinilai punya celah bagi sejumlah pelanggaran, mulai dari perundungan, kekerasan verbal, hingga disinformasi.
Twitter melengkapi Spaces dengan tombol Leave atau Tinggalkan yang memungkinkan pengguna meninggalkan ruangan. Ada pula tombol Report atau Laporkan jika ada pelanggaran di ruangan itu, misalnya soal isu yang dibahas.
”Desain dan fitur Spaces dibuat untuk memprioritaskan kenyamanan pengguna. Diharapkan mereka semua merasa aman ketika berpartisipasi dalam obrolan. Ada tools lain yang akan dikembangkan nanti,” ucap Patterson.
Berkembangnya jejaring sosial berbasis audio disambut baik oleh publik, tetapi menyisakan keraguan soal keamanan. Fitur audio dinilai punya celah bagi sejumlah pelanggaran, mulai dari perundungan, kekerasan verbal, hingga disinformasi.
Setelah sesi obrolan di Spaces berakhir, Twitter akan menyimpan data audio dari sesi itu selama 30 hari. Data itu digunakan untuk menganalisis pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi. Data itu bisa diunduh oleh host.
Durasi penyimpanan data bisa diperpanjang hingga 90 hari jika pelanggaran ditemukan. Pihak terkait dapat mengajukan banding.
Selain Twitter, Facebook dikabarkan juga akan mengembangkan fitur berbasis audio. Hal ini menyusul meroketnya popularitas Clubhouse beberapa pekan terakhir ini.
Clubhouse semakin menyita perhatian publik setelah CEO Tesla Elon Musk menggunakannya, bahkan mengajak sejumlah tokoh dunia untuk berbincang via Clubhouse, salah satunya Presiden Rusia Vladimir Putin. Pendiri Facebook Mark Zuckerberg pun pernah menjajal Clubhouse.
Warganet di seluruh dunia pun memanfaatkan Clubhouse untuk berdiskusi. Pada Februari 2021, warga Thailand ramai-ramai mengunjungi Clubhouse saat diskusi tentang monarki berlangsung. Diskusi itu menampilkan Pavin Chachavalpongpun, kritikus istana Thailand yang berbasis di Jepang, sebagai pembicara.
Kegiatan itu kemudian mendapat perhatian dan peringatan dari Pemerintah Thailand. Pemerintah mengatakan mengawasi Clubhouse. Sementara itu, Pemerintah China melarang penggunaan aplikasi tersebut karena menyalahi aturan sensor pemerintah. (AFP/REUTERS)