Rela “Mengaspal” demi Merajut Perjumpaan
Sepeda motor menyiratkan banyak makna ketika banyak orang masih memanfaatkannya untuk pulang ke kampung halaman.
Pertemuan selalu jadi kegiatan yang dinanti-nanti banyak orang, salah satu esensi Lebaran tentu merekatkan yang berjauhan. Demi melanggengkan tradisi ini, masyarakat mengupayakan banyak cara untuk bisa berkumpul dengan sanak saudara dan handai taulan di kampung halaman. Sepeda motor menjadi pilihan rasional untuk pulang, sekaligus simbol keberhasilan banyak orang.
Program mudik gratis ataupun berbayar banyak diserbu. Pemerintah maupun korporasi mengakomodasi pengguna sepeda motor dengan mengirimkan kendaraan serta pemilik dan keluarganya ke titik terdekat tujuan akhir.
Baca juga: Puncak Arus Mudik 2024 Jalur Nagreg Diprediksi Malam Ini
Salah satunya dilakukan PT Astra Honda Motor (AHM) melalui program Mudik Balik Bareng Honda yang memasuki tahun ke-16. Tahun ini, perusahaan itu mengantarkan 2.559 konsumennya mudik dengan bus ke kota tujuan di Semarang, Jawa Tengah (Jateng) dan Yogyakarta. Sebanyak 1.109 unit sepeda motor peserta mudik telah diangkut 28 truk pada Kamis (4/4/2024).
Banyak keluarga muda yang memanfaatkan program mudik ini. Hampir tiap keluarga membawa koper, tas jinjing, serta printilan lainnya sembari menggandeng atau menggendong buah hatinya menuju bus.
Malam sebelum keberangkatan, mereka telah tiba di tempat peristirahatan di Gedung AHM, Sunter, Jakarta Utara. Sebagian besar tidur di sana sembari menanti keberangkatan, meski sesekali ada pula balita yang rewel dan merengek.
Walau begitu, para pemudik telah menantikan momen-momen ini. Hiruk-pikuk di tempat peristirahatan menjadi bagian dinamika perjalanannya.
Menggunakan sepeda motor
Motor penting banget ya, kayak makanan pokok
Banyak pemudik yang terdaftar program mudik AHM telah menjajal program-program mudik lain. Hanya, mereka ingin mencoba suasana berbeda dengan program lain, atau sesederhana kalah berebut tiket mudik gratis yang disediakan penyelenggara lain.
“Biasanya, aku naik kapal yang disediakan Pelindo (PT Pelabuhan Indonesia). Tiap tahun aku ikut mudik gratis karena ongkos perjalanan lumayan. Kalau bus bisa lebih dari Rp 600.000,” ujar pemudik asal Tangerang, Banten, Yunik Dharyanti (36) di Jakarta, Sabtu (6/4/2024).
Baca juga: Tiket di Pelabuhan Merak Habis, Tersedia Kembali 9 April 2024
Yunik dan keluarga memilih berhenti di Semarang. Namun, kota tersebut bukanlah tujuan akhirnya. Ia masih akan lanjut perjalanan dengan sepeda motor ke Sragen, Jateng. Estimasi waktu tempuhnya sekitar 4 jam.
Dengan satu sepeda motor, ia akan berboncengan dengan suami serta kedua anaknya berusia 3 tahun serta 11 tahun. Walau jarak yang ditempuh sekitar 116 kilometer (km), kendaraan roda dua masih menjadi andalan keluarga ini.
“Kalau naik motor, di rumah (kampung) bisa bawa motor jalan-jalan karena di kampung kan terbatas kendaraannya. Sepeda motor juga bisa dipakai Bapak dan adik,” kata Yunik.
Sepeda motor pribadi jadi kawan akrab keluarga untuk bersilaturahmi ke rumah sanak saudara dan kerabat. Karena itulah, Yunik menganggap begitu pentingnya sepeda motor untuk mendukung mobilitasnya selama ini.
Hal serupa dilakukan Riana Dwi (39) asal Pulo Gadung, Jakarta Timur. Bersama suami dan keenam anaknya, keluarga ini mendaftarkan tiga sepeda motor supaya bisa terangkut dalam rombongan mudik menuju Yogyakarta. Sesampai di sana, mereka melanjutkan perjalanan ke Magelang, Jateng selama dua jam.
“Total berdelapan orang. Motor akan dibawa anak pertama (18), saya, dan suami. Anak-anak lain, termasuk balita dijemput saudara di Yogyakarta. Sampai Yogyakarta pasti sudah malam. Ada barang bawaan juga dan jalanan rawan,” tutur Riana.
Baca juga: Tidak Kebingungan Mencari Angkutan Pulang Kampung Berkat Program Mudik Gratis
Riana menganggap sepeda motor begitu penting karena membantu pergerakan keluarga. Mereka tidak lagi kebingungan mencari moda transportasi yang cocok untuk bersilaturahmi, agenda wajib tahunan keluarganya.
“Karena orangtua sudah enggak ada, jadi kami yang meneruskan silaturahmi. Karena itu, motor penting banget ya, kayak makanan pokok,” kata Riana.
Kawan baru
Pulang kampung dari tahun ke tahun dengan sepeda motor sembari memanfaatkan program yang disediakan banyak pihak, para pemudik mengukir kisah baru sepanjang perjalanan. Bukan hanya bertemu keluarga besar di kampung halaman, tetapi persaudaraan terjalin dari pertemuan-pertemuan di jalan.
“Saat sampai di tujuan akhir bus, kami mengobrol dengan pemudik lain. Ketika tahu satu tujuan (akhir), jadi berangkat bareng seperti konvoi. Kenalnya ya di tempat itu, bersambung, kemudian ketemu lagi,” kata Riana.
Baca juga: Kiat-kiat Mudik Asyik, Cegah Kejenuhan dalam Perjalanan
Ia menambahkan, perjumpaannya dengan banyak orang baru memperkaya makna Lebaran baginya. Kegiatan ini mempertemukannya dengan orang yang bakal menjadi kawan perjalanan dari tahun ke tahun.
Kisah yang sama dituturkan Suryana (19). Bersama keluarga mengarungi jalanan menggunakan sepeda motor kesayangan, mereka kerap menciptakan relasi baru dengan orang-orang baru yang dijumpainya di jalan.
“Jadi banyak kenalan, tahu cerita tentang daerah-daerah lain. Kebanyakan sih kami mengobrol di rest area saat berhenti,” ujarnya.
Makna lain
Pasti bangga. Ini mah tanda berhasil di kota orang
Selain mempererat hubungan dengan orang lain, pulang ke kampung halaman dengan sepeda motor menjadi simbol bagi pemudik. Terselip kebanggaan yang dibawa pulang, bukti kesuksesannya dari tanah perantauan.
Sebelum memasuki masa Lebaran, Suryana baru saja membeli sepeda motor Honda PCX 160. Kendaraan roda dua yang bongsor itu akan dibawa pulang perdana ke kampung halaman pada masa berlibur kali ini.
Baca juga: Tak Mudik Demi Mendulang Cuan
“Kebetulan baru ambil PCX 160. Baru beli. Alhamdulillah, baru lulus Sekolah Menengah Kejuruan langsung dapat kerjaan. Biar ada kenang-kenangan,” ujarnya sembari tersenyum.
Sepeda motor barunya ini menambah kepercayaan diri Surya pulang ke kampung halaman. Meski harus mengaspal selama sekitar tiga jam dari Semarang menuju Pekalongan, Jateng, kendaraan ini berhasil “membakar” semangatnya untuk pulang kampung.
“Pasti bangga. Ini mah tanda berhasil di kota orang,” katanya.
Walau begitu, Surya yang mudik bersama adik dan orangtua terpaksa kembali ke rumahnya di Tangerang dengan menggunakan sepeda motor. Sebab, terlalu jauh bagi mereka untuk kembali dengan program mudik serupa yang mayoritas terpusat di daerah Semarang dan Yogyakarta.
Ia mengestimasi, durasi perjalanan dari Pekalongan hingga Tangerang selama 12 jam dengan catatan banyak berhenti untuk beristirahat. Namun, frekuensi beristirahat yang dikurangi dapat memangkas waktu tempuh perjalanan menjadi 8-9 jam perjalanan.
“Berharap (program mudik) ada tambahan rute biar makin terjangkau. Kami bisa memiliki lebih banyak pilihan. Kota di Jawa kan banyak, berharap ada rute lebih,” ujar Surya.
Etalase pencapaian
Keberhasilan membawa kendaraan pulang kampung merupakan simbol perubahan nasib dan kemajuan seseorang
Fenomena mudik yang mengakar di Indonesia menyiratkan banyak makna. Tak heran masyarakat berbondong-bondong kembali ke kampung halaman dengan peluh keringatnya.
Menurut Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, mudik sangat bermakna bagi bangsa Indonesia, sehingga masyarakat rela bepergian jauh dengan sepeda motor. Setidaknya ada dua penjelasan melatarbelakangi hal ini.
Pertama, rata-rata pemudik sepeda motor berasal dari kalangan menengah-bawah. Hidupnya tergolong keras di Jabodetabek. Mudik pun menjadi medium untuk lepas sejenak dari rutinitas sehari-hari.
Kedua, kampung halaman menjadi momen pertemuan dengan saudara dan teman masa kecil yang rata-rata juga merantau. Suasana yang hangat dan nyaman banyak dirindukan.
“Meski ada sisi lain, terkadang Lebaran menjadi etalase, ukuran bagi masyarakat bahwa kesuksesan di antaranya memiliki motor, lebih mewah lagi punya mobil. Keberhasilan membawa kendaraan pulang kampung merupakan simbol perubahan nasib dan kemajuan seseorang,” tutur Asep.
Baca juga: Pekerja Tetap Berbagi THR di Tengah Hidup yang Jumpalitan
Ketiga, Asep melanjutkan, mudik dengan sepeda motor dapat menekan biaya perjalanan. Tak hanya itu, kendaraan roda dua ini bisa bersifat fungsional bagi mereka, sehingga memudahkan berkunjung ke rumah saudara dan tempat rekreasi. Aktivitas mereka tak terganggu.
“Jadi sepeda motor ini punya fungsi selain simbolik juga memiliki fungsi fungsional,” katanya.
Bagi pemudik, sepeda motor merupakan pilihan paling realistis. Penghasilan yang tidak seberapa, keinginan agar uang dapat digunakan untuk kebutuhan lain menjadi prioritas daripada mencari opsi moda transportasi lain.
Cermin ketimpangan wilayah
Serangkaian program pulang kampung bersama dinilai bisa mengakomodasi kebutuhan para pemudik, terutama dari kalangan menengah bawah. Upaya ini dipandang mampu menekan angka kecelakaan di jalan.
Asep mengapresiasi upaya pemerintah, perusahaan, serta organisasi masyarakat yang mengadakan beragam program mudik. Sayangnya, program sejenis tak sebanding dengan jumlah masyarakat yang bermigrasi ke Jabodetabek. Persoalan mudik menunjukkan pula fenomena ketimpangan wilayah.
Wilayah yang timpang mengakibatkan peluang ekonomi hanya terpusat di kawasan Jabodetabek. Maka, kemajuan sosial juga terjadi pada wilayah ini. Fenomena ini tak akan berubah, kecuali proyek Ibu Kota Nusantara berhasil. Pusat pemerintahan yang berpindah ke Kalimantan Timur akan mendorong sebagian masyarakat untuk bermigrasi ke sana pula.
“Memang pulang kampung bersama itu sangat membantu, meski bukan solusi besar karena persoalannya itu ketimpangan wilayah. Sudah puluhan tahun terjadi, pasar akan tetap ada terus selama pusat ekonomi ada di Jabodetabek,” tuturnya.
Pemudik sepeda motor ini perlu difasilitasi. Asep berharap, jika memungkinkan didukung pula dengan pemeriksaan kesehatan, pijat gratis, dan makanan gratis di berbagai tempat peristirahatan. Harapannya, cara ini dapat mengurangi risiko kelelahan berkendara.
Lebaran menjadi momentum masyarakat untuk saling merekatkan diri, setelah terpisah jarak. Guna mengakomodasi niat itu, sepeda motor diandalkan untuk pulang ke kampung halaman. Selain sahabat dalam perjalanan, kendaraan ini juga cerminan keberhasilan mereka di mata sanak saudara.