Menteri Keuangan Baru yang Dinantikan Pasar
Peran menteri keuangan signifikan menjaga kelangsungan ekonomi. Siapa yang cocok jadi menteri keuangan era Prabowo?
Sepuluh tahun terakhir, pasar mengapresiasi perekonomian Indonesia yang mampu tumbuh baik di tengah banyaknya gejolak dari dalam dan luar negeri. Peran menteri keuangan memegang kendali cukup signifikan dalam menjaga kelangsungan ekonomi. Bagiamana tantangan perekonomian ke depan yang harus dihadapi menteri keuangan baru?
Publik tentu masih mengingat desas-desus terkait keretakan Kabinet Indonesia Maju jelang Pemilu Februari 2024. Sejak awal 2024, Menteri Keuangan yang dijabat Sri Mulyani Indrawati dikabarkan akan mundur dari jabatannya.
Meski tidak jadi mundur, desas-desus itu menurut sejumlah ekonom dan analis pasar modal menimbulkan sentimen negatif di pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok ke level 7.200 hingga 7.100 pada pekan pertama hingga akhir Januari. Level tersebut terendah sepanjang triwulan pertama 2024.
Sentimen negatif terkait ”hengkangnya” Sri Mulyani dari pemerintahan bukan yang pertama kali terjadi. Perempuan yang menjabat posisi sama di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundurkan diri pada medio 2010 atau setelah sekitar lima tahun mengabdi di Kabinet Indonesia Bersatu.
Baca juga: Tiga Tantangan Ancam Stabilitas Keuangan Indonesia
Keluarnya Sri Mulyani berkaitan dengan situasi penyelesaian kasus megakorupsi Bank Century. Ia kemudian memilih pergi ke Washington, AS, untuk menjadi menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia (Kompas, 19/5/2010).
Ihwal berita kemundurannya, pasar keuangan Indonesia tertekan hingga nilai tukar rupiah turun 0,9 persen dari Rp 9.020 per dollar AS pada penutupan Selasa menjadi Rp 9.110 per dollar AS pada Rabu (5/5/2010). Kemerosotan lebih tajam terjadi di pasar saham, di mana IHSG melorot hingga 112,7 poin atau 3,81 persen ke level 2.846 (Kompas, 6/5/2010).
Reaksi pasar itu wajar mengingat menteri keuangan adalah salah satu pilar tim ekonomi di pemerintahan. Kepercayaan pasar kepada sosok Sri Mulyani sebagai menteri juga menjadi kuncinya.
”Ini menjadi suatu hal yang krusial karena selama ini Sri Mulyani mendapat respons yang sangat positif dari market, terutama market global asing,” ujar Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, dalam acara temu media di Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Pasar pun menanti menteri keuangan, yang mungkin akan menggantikan Sri Mulyani per Oktober mendatang, untuk mengisi jabatan di kabinet pemerintahan 2024-2029. Akankah bendahara negara di pemerintahan baru dapat merancang kestabilan ekonomi di periode berikutnya?
Kebijakan fiskal
Belakangan, Indonesia dan dunia dihadapkan banyak gejolak politik dan ekonomi global yang menantang. Dari perang dagang Amerika Serikat-China, pandemi Covid-19, hingga konflik Rusia-Ukrania dan Israel-Hamas yang tidak berkesudahan.
Kemampuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam menjaga urusan fiskal. kata Rully, yang berpengaruh pada kesehatan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) menjadi krusial. Ini tergambar dari realisasi defisit APBN yang tidak jauh dari target maksimal 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
”Bahkan ketika defisit harus dinaikkan karena pandemi di 2020, itu selalu konsisten berada di bawah target defisit terhadap PDB-nya,” ujarnya.
Baca juga: Burhanuddin: Menteri-menteri Bidang Ekonomi Prabowo Akan Profesional
Sikap ini dinilai berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang masih terjaga sehingga mampu melindungi masyarakat yang paling rentan terhadap gejala-gejala kenaikan inflasi, karena bahan makanan dan bahan bakar, seperti yang terjadi di tahun 2022.
”Kesehatan fiskal atau kesehatan APBN ini yang menjadi kinerja Sri Mulyani dan dinilai sangat kredibel. Ini juga yang sangat jadi perhatian dari investor, terutama di pasar obligasi,” ungkap Rully.
Kepercayaan pasar terhadap Sri Mulyani juga karena latar belakangnya sebagai ekonom yang memiliki koneksi internasional dengan pengalamannya di Bank Dunia. Ia juga terbukti ”bersih” sehingga mampu menjadi menjadi menteri keuangan terbaik yang diakui dunia. Untuk diketahui, Sri Mulyani dua kali meraih penghargaan sebagai Finance Minister of the Year for East Asia Pacific dari majalah Global Markets pada tahun 2018 dan 2020.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto saat menjawab pertanyaan Kompas di acara diskusi daring, Selasa (26/3/2024), juga mengakui, sosok Sri Mulyani berhasil merebut kepercayaan publik, bahkan internasional dengan manajemen utang negara yang bijak.
Angka utang luar negeri dan rasio utang Indonesia terhadap PDB terus membaik sejak Maret 2022. Rasio utang terhadap PDB menurun dari 39,7 persen di 2022 ke 38,6 persen di 2023, sementara utang meningkat dari Rp 8.144 triliun menjadi Rp 8.253 triliun per Januari 2024. Peringkat utang Indonesia, yang diberikan berbagai lembaga pemeringkat, pun membaik atau stabil. Ini menjadi modal tersendiri bagi Indonesia dalam mengakses pendanaan internasional.
”Ada kenaikan utang dan lain-lain, tetapi itu untuk pengembangan infrastruktur. Cara pengelolaan anggarannya kelihatan dari tingkat prudent-nya,” kata Eko.
Baca juga: “Mimpi” Mendorong Ekonomi Mandiri, Prabowo-Gibran Pacu Tiga Mesin Pertumbuhan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajarannya saat akan memberikan keterangan dalam konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) edisi Agustus 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019).
Kepemimpinan Sri Mulyani di Kementerian Keuangan sejauh ini juga memberi standar reformasi perpajakan yang berguna untuk meningkatkan pendapatan negara. Demikian juga dengan alokasi subsidi.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, saat dihubungi Kompas, mengatakan, Sri Mulyani telah mengembangkan reformasi perpajakan dengan tiga hal, yakni program pengampunan pajak (tax amnesty), program pengungkapan sukarela (PPS), dan integrasi data nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan nomor induk kependudukan (NIK).
Bagaimanapun, program itu masih memiliki ruang perbaikan. Misalnya, ia menyebut, tax amnesty hanya konsisten di jilid pertama. Ini terlihat dari penerimaan pajak pribadi non-karyawan yang beberapa tahun terakhir peningkatannya kecil. Kepatuhan wajib pajak pun tidak konsisten setiap tahunnya.
”Secara umum, rasio pajak belum banyak bergerak setelah program reformasi perpajakan. Saya kira, meski di satu sisi ada reformasi, ada pekerjaan rumah peningkatan rasio pajak yang belum naik,” kata Yusuf, Rabu (27/3/2024).
Dari sisi belanja pemerintah, pekerjaan rumah yang terlihat di bawah kepemimpinan Sri Mulyani adalah masih adanya belanja yang tidak tepat sasaran untuk komponen bantuan sosial. Aspek itu, menurut dia, perlu diperbaiki kendati pekerjaan itu bukan sepenuhnya wewenang dan tanggung jawab Kementerian Keuangan.
”Kombinasi penerimaan dan belanja perlu jadi perhatian Kementerian Keuangan ke depan,” pesannya.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5,3-5,6 Persen pada 2025
Tantangan
Kementerian Keuangan selanjutnya tentu perlu mengambil langkah yang lebih baik daripada yang sudah dikerjakan menteri keuangan saat ini. Pemerintahanan era Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka jika mulus melenggang ke pelantikan usai meraih suara terbanyak di Pemilu 2024, diketahui mengedepankan keberlanjutan rezim saat ini. Namun, ada sejumlah tantangan yang perlu ditangani secara bijak.
Tantangan itu antara lain datang dari program dan janji politik Prabowo-Gibran yang membutuhkan belanja anggaran besar. Salah satu yang mengemuka adalah program makan siang gratis. Menurut Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, program ini butuh anggaran Rp 450 triliun atau sedikit di bawah dana perlindungan sosial tahun 2024 yang sebesar Rp 496,8 triliun.
Eko menilai, menjaga kelanjutan kestabilan fiskal bisa jadi tidak mudah dengan program visi-misi Prabowo yang berpotensi melanggar disiplin fiskal karena adanya kebutuhan dana yang sangat besar.
Baca juga: Banyak Ketidakpastian, Target Investasi 2025 Cuma Naik Tipis
Sementara itu, publik masih menangkap kebuntuan Prabowo dalam mencari dana untuk menutupi kebutuhan belanja tersebut. Kebutuhan seperti itu, menurut dia, akan membuat investor, yang hanya mencari keuntungan, pesimistis pada ketangguhan fiskal Indonesia.
”Berbeda dengan era Pak Jokowi yang tidak terlalu menjanjikan hal populis, Pak Prabowo banyak hal populis yang konsekuensinya langsung ke APBN. Kalau kemudian menteri keuangan enggak terlalu tegas, iya-iya saja dengan ini (program)-nya presiden karena sudah dijanjikan tetapi enggak lihat realitas, siap-siap saja nanti akan dikoreksi oleh pasar,” ujar Eko.
Pada kesempatan sama, Direktur Riset Indef Berly Martawardaya juga melihat adanya peluang pemerintah berikutnya melonggarkan defisit APBN untuk membiayai program bernilai besar.
”(Defisit) Ini yang sepertinya akan berubah (ketika masuk pemerintahan baru). Cuma kita berharap pelonggaran tetap terukur di (kepemimpinan) yang berikutnya, jangan dilepas aja, karena ini salah satu titik kepercayaan global dan investor,” ujar Berly.
Kehati-hatian dalam belanja ini, menurut Yusuf, juga diperlukan karena pemerintah saat ini berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, sebagaimana diatur lewat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
”Jika diasumsikan pemerintah baru akan melanjutkan dan meski ada potensi nambah pemasukan, ini perlu dianalisis biaya manfaatnya. Ada konsekuensi lebih besar, misalnya perubahan harga atau inflasi. Kenaikan inflasi bukan tidak mungkin akan berdampak pada semua golongan atas atau bawah. Kelompok menengah justru paling tertekan, tidak cukup kaya tetapi juga tidak cukup miskin untuk dapat bantuan,” kata Yusuf.
Kriteria
Masa depan ekonomi Indonesia pun akan ikut bertumpu pada sosok menteri keuangan yang akan menjabat akhir tahun ini. Rekam jejak para calon dalam mengurus keuangan publik akan menentukan. Nama-nama sejumlah pejabat di lembaga pengatur ruangan, ekonom, hingga bankir tersiar di publik sebagai calon menteri keuangan. Mereka antara lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang sebelumnya menjabat di Kementerian BUMN dan pernah menjadi bankir, lalu Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Direktur Utama BNI Royke Tumilaar.
Ekonom seperti Rully menilai, salah satu kriteria seorang menteri keuangan yang baik adalah harus memilliki pengetahuan ekonomi makro. Pengetahuan ini bisa dimiliki sosok dengan pengalaman di perbankan yang biasa berdisiplin dalam menjaga kesehatan keuangan dan memitigasi risiko-risiko di korporasi.
”Bankir, kan, juga selalu memiliki target. Kalau dari sisi negara juga ada target penerimaan, kemudian spending-nya juga harus disiplin. Saya rasa kalau memiliki background korporasi itu akan cukup baik juga. Sebenarnya menteri ini juga pasti didukung dari staf ahli, ada dirjen-dirjennya yang juga harusnya memiliki pengetahuan makro,” ujarnya.
Sementara, CORE, kata Yusuf, berprinsip bahwa menteri keuangan yang baik harus memiliki pengalaman di pemerintahan dan pernah secara spesifik mengurus keuangan publik. Sebab, mengurus keuangan publik berbeda dengan mengurus keuangan perusahaan atau badan privat.
”Harapannya, menteri baru punya sense keuangan publik, tidak hanya lihat defisit itu buruk. Tentu pengalaman birokrasi jadi penting, apalagi harapannya kalau sudah mulai masuk pemerintahan baru sudah bisa kerja, punya pengalaman eksekusi berbagai visi misi atau program pemerintah baru,” katanya.
Baca juga: Target Inflasi 2023-2027 adalah 2,5 Persen