Banyak Ketidakpastian, Target Investasi 2025 Cuma Naik Tipis
Target moderat itu sejalan dengan kondisi ekonomi domestik yang masih tidak pasti di masa awal transisi pemerintahan.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menetapkan target realisasi investasi yang moderat untuk tahun 2025, yaitu Rp 1.750 triliun. Laju kenaikannya hanya 6,06 persen, jauh di bawah kenaikan target investasi tahun-tahun sebelumnya yang bisa tumbuh sampai 16-30 persen per tahun. Di tengah ketidakpastian domestik dan perlambatan ekonomi global, pemerintah memilih tidak ambisius.
Sebagai perbandingan, pada 2024, pemerintah memasang target realisasi investasi Rp 1.650 triliun, naik 17,8 persen dari target tahun 2023 senilai Rp 1.400 triliun. Sebelumnya, pada 2023, target investasi naik 16,6 persen dari tahun 2022 yang senilai Rp 1.200 triliun. Pada 2022, target yang dipasang lebih ambisius lagi, yakni naik 33,3 persen dari Rp 900 triliun pada 2021.
Investasi memainkan peran penting sebagai salah satu motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Investasi yang biasanya ditunjukkan lewat kinerja pembentukan modal tetap bruto (PMTB) merupakan kontributor terbesar kedua terhadap produk domestik bruto (PDB) dari sisi pengeluaran, setelah konsumsi rumah tangga.
Porsi investasi bisa menyentuh 29-32 persen dari PDB. Ketika investasi meningkat, ada penambahan kapasitas produksi dan lapangan kerja pun terbuka lebih banyak. Hal itu akan berdampak pada menurunnya tingkat pengangguran, menguatnya konsumsi rumah tangga sebagai motor utama ekonomi Indonesia, dan otomatis mengerek laju pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, ketika ekspektasi target investasi pada 2025 diturunkan secara signifikan, pertumbuhan ekonomi tahun depan pun diperkirakan bisa ikut melesu. Apalagi, motor penggerak PDB yang lain, seperti ekspor, juga mengalami tren menurun. Konsumsi rumah tangga pun relatif stagnan dibayangi tekanan biaya kebutuhan pokok.
Kepala Center of Industry, Trade and Investment di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, Minggu (3/3/2024), mengatakan, target realisasi investasi yang moderat dengan laju kenaikan hanya 6,06 persen itu sejalan dengan realitas kondisi perekonomian dalam negeri yang masih tidak pasti akibat transisi pemerintahan.
Ia memperkirakan, periodewait and see investor masih akan berlanjut sampai arah kebijakan pemerintahan berikutnya terpapar dengan lebih jelas. Ketidakpastian investor itu pun tergambar dalam target-target ekonomi yang dipasang pemerintah di masa awal transisi.
Periode wait and see investor masih akan berlanjut sampai arah kebijakan pemerintahan berikutnya terpapar dengan lebih jelas.
”Ini tantangan yang cukup serius yang akan kita hadapi dari tahun 2024 sampai 2025 selagi terjadi transisi pemerintahan lama ke baru. Meskipun kita lihat arah pemerintahan ke depan ini adalah keberlanjutan, sosok pemimpin yang akan memimpin kementerian teknis investasi bisa saja berdampak pada arah kebijakan investasi yang berbeda,” kata Andry.
Menurut dia, pola pertumbuhan ekonomi di masa transisi pemerintahan memang trennya akan cenderung menurun, seperti terlihat saat peralihan pemerintahan pada Pemilu 2014. ”Target pertumbuhan investasi yang diturunkan ini salah satunya karena arah kebijakan pemerintah di tahun-tahun awal masih akan fokus pada proses transisi dan perumusan kebijakan,” ujarnya.
Ketidakpastian global
Tidak hanya dari domestik, ketidakpastian juga masih membayangi kinerja investasi akibat pelemahan kondisi ekonomi global. Khususnya, perlambatan di beberapa negara yang punya andil kontribusi cukup besar terhadap kinerja investasi RI seperti China dan Jepang.
”Kondisi kedua negara ini setidaknya akan ikut berpengaruh terhadap rencana investasi mereka ke depan. Ini yang patut diwaspadai ke depan. Jangan sampai mereka menurunkan selera investasi ke Indonesia. Pemerintah perlu menawarkan sesuatu yang bisa meningkatkan minat mereka untuk tetap berinvestasi di Indonesia,” kata Andry.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, investasi dalam beberapa tahun terakhir ini selalu berhasil melewati target. Namun, di tengah kondisi ekonomi global yang melambat, penetapan target investasi pun mesti ikut disesuaikan.
Hal itu juga sejalan dengan kekhawatiran dunia usaha pada tahun pertama pemerintahan baru saat target ekonomi biasanya dipasang sangat konservatif. Pelaku usaha, ujar Susiwijono, khawatir ruang mereka untuk berekspansi tidak begitu besar di tengah arah kebijakan yang masih konservatif di awal masa transisi.
Di sisi lain, ia menyoroti kondisi perekonomian global yang juga belum membaik. ”Itu hitung-hitungan kami, mengingat global itu juga sedang mengalami perlambatan. Kita saja yang kondisi (ekonominya) masih sangat bagus. Jadi, ini kami menghitung berdasarkan proyeksi global saja,” katanya.
Lepas dari target investasi yang moderat itu, pemerintah tetap optimistis memasang target yang cukup tinggi untuk pertumbuhan ekonomi. Pada 2025, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan ada di kisaran 5,3-5,6 persen. Selain memaksimalkan realisasi investasi yang lebih berkualitas dan bernilai tambah, pemerintah juga akan menempuh berbagai strategi untuk memperkuat daya beli dan konsumsi masyarakat.
”Mudah-mudahan dengan kondisi politik yang semakin stabil di tahun depan dan fundamental makroekonomi kita yang cukup kuat, tahun depan kita bisa targetkan pertumbuhan yang lebih baik lagi,” kata Susiwijono.
Karena begitu target tidak terealisasi, kredibilitas jadi taruhannya.
Menurut ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal, melihat ketidakpastian dari internal dan eksternal serta target realisasi investasi yang moderat, proyeksi laju pertumbuhan ekonomi tahun 2025 pun tidak akan bisa signifikan.
Jika tidak ada kebijakan terobosan dan perbaikan kondisi perekonomian global, pertumbuhan ekonomi tahun depan diperkirakan hanya akan tumbuh di kisaran 4,9-5,1 persen, tidak akan mencapai target yang disebut pemerintah di kisaran 5,3-5,6 persen.
"Jika kita memasang target yang terlalu tinggi, itu bisa memicu ekonomi 'kepanasan' atau overheating. Permintaan akan digenjot hingga overshoot. Akhirnya malah memicu defisit neraca perdagangan, defisit fiskal, dan inflasi melejit," kata Fithra.
Ia menilai, dalam memasang target ekonomi, pemerintah tidak bisa berlebihan karena itu bisa memengaruhi kredibilitas. "Pemerintah memang perlu jadi anchor (jangkar) optimisme untuk membawa sentimen positif ke pasar, tetapi harus tetap kredibel. Karena begitu target tidak terealisasi, kredibilitas jadi taruhannya," kata Fithra.