Diprotes Investor, Kebijakan ”Full Auction” Kurang Sosialisasi
BEI diharapkan melakukan sosialisasi yang lebih baik dan memberikan perlindungan investor.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kebijakan full periodic call auctionpada saham di papan pemantauan khusus yang diberlakukan Bursa Efek Indonesia masih diprotes sebagian investor. Pengamat menilai, kebijakan yang bertujuan melindungi investor dari saham yang bermasalah itu kurang disosialisasikan secara masif.
Mekanisme perdagangan secara full periodic call auctiondiresmikan pada Senin (25/3/2024). Periodic call auction adalah perdagangan dengan permintaan dan penawaran harga yang cocok pada jam tertentu dan ditentukan berdasarkan volume terbesar.
Ini berbeda dengan perdagangan reguler yang berlangsung sepanjang jam kerja bursa. Mekanisme full periodic call auction berlaku secara penuh atau pada semua saham yang masuk kategori pemantauan khusus. Saham yang masuk kategori ini adalah yang teridentifikasi pada satu atau lebih dari 11 kriteria pemantauan khusus.
Reaksi negatif atas kebijakan BEI tersebut salah satunya muncul dari laman petisi Change.org. Pihak yang menamai diri Indostocks Traders membuat petisi berjudul ”Hapuskan Papan Full Auction” dengan target mengumpulkan 5.000 tanda tangan sejak kebijakan itu muncul.
Sampai Rabu (27/3/2024) pukul 14.00 WIB, 4.366 orang sudah berpartisipasi menandatangani petisi. Mereka setuju dengan keluhan pembuat petisi, antara lain karena tidak adanya fitur biddan offer pada perdagangan saham dalam pemantauan khusus sehingga pasar saham sulit diprediksi.
”Saham yang masuk papan full auction tidak akan memiliki bid offer. Gelap. Kosong melompong. Nanti tiba-tiba ada random closing, harga terbentuk. Benar-benar mirip seperti para penjudi togel yang tebak-tebakan angka mana yang mau naik,” tulis pembuat petisi.
Sejumlah penanda tangan ikut berkomentar dalam laman tersebut. Salah satunya @gp.daniswara, yang meminta aturan full call auctiondibatalkan. Sebagai gantinya, semua saham yang ada notasi X diturunkan menjadi saham akselerasi atau saham skala lebih rendah.
”Lebih baik menjadi saham pada papan akselerasi daripada dikenakan sistem auction yang kurang transparan seperti ini. Malah justru membuat market lebih sepi karena bid dan ask yang disembunyikan, membuat tingkat spekulasi semakin tinggi dan market kurang efisien,” ujarnya.
Selain penerapan perdagangan itu, ketentuan autorejection pada papan ini turun dari Rp 50 menjadi Rp 1 (Rp 1-Rp 10) atau 10 persen dengan batas paling bawah Rp 1. Autorejection terjadi ketika harga saham melonjak atau anjlok dalam. Aturan ini membuat saham di papan pemantauan khusus yang terkendala karena likuiditas dapat diperdagangkan hingga harga terendah tersebut.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy, dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (26/3/2024), mengatakan, kebijakan ini diharapkan membuat perdagangan saham-saham dapat lebih aktif.
”Melalui mekanisme ini, kami harapkan saham-saham tersebut dapat lebih aktif diperdagangkan sesuai dengan fair price-nya,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan, perdagangan lewat mekanisme full periodic call auctiontidak menampilkan kolom offer dan bid. Namun, investor dapat memperhatikan kolom IEP dan IEV untuk melakukan input order pada saham papan pemantauan khusus.
Fitur IEP (Indicative Equilibrium Price) adalah potensi harga yang akan terbentuk pada periode pre-opening, pre-closing, dan sesi call auction papan pemantauan khusus. Adapun IEV (Indicative Equilibrium Volume) adalah potensi akumulasi volume transaksi. Fitur IEV dan IEP, kata Irvan, ada sepanjang waktu dan berubah sesuai order sebelum waktu matching process.
”IEP dan IEV bisa jadi acuan investor. Kalau sebelumnya, kan, pre-opening dan pre-closing totally blind orderbook. Tetapi, dengan adanya IEV dan IEP, investor ada acuan harga yang mungkin akan terbentuk serta berapa banyak volumenya. Hal yang sama berlaku di papan pemantauan khusus,” tuturnya.
Sejumlah pengamat pasar modal menilai, BEI kurang melakukan sosialisasi kepada investor sehingga keluhan investor tidak bisa diantisipasi di awal. Pengamat seperti William Hartanto menyoroti protes yang dilayangkan investor terkait harga yang ditutup.
”Fitur IEP dan IEV memang bentuk keterbukaan. Sebenarnya ini tidak menjawab keluhan pelaku pasar karena harga saham yang terbentuk pada IEP dan IEV itu bisa berubah pada pre-opening dan pre-closing. Menurut saya, aksi protes ini terjadi karena perubahan yang mendadak dan belum adanya sosialisasi,” ujarnya saat dihubungi, Rabu.
Meski demikian, ia melihat, aksi protes ini tidak akan lama dan akan berakhir ketika pelaku pasar sudah bisa beradaptasi dengan keadaan. ”BEI juga perlu menilai apakah ada yang perlu di-adjust dengan kebutuhan investor dalam hal ketebukaan informasi dan perlindungan,” ucapnya.
Head Online and Equity Sales NH Korindo Sekuritas Hendra Stevin juga berharap BEI lebih sering memberikan sosialisasi. ”Tidak cuma nabung saham, tapi juga memberikan edukasi lebih sering dan lebih masif tentang pemilihan saham yang sehat untuk kepentingan nasabah,” ujarnya.
Pihaknya sepenuhnya mendukung semangat BEI terkait perlindungan investor dengan adanya papan pemantauan khusus tersebut. Ini diharapkan membuat nasabah semakin sadar akan prinsip investasi yang benar dan sehat.
”Karena kriteria call auction ini pun tidak hanya berbasis pada saham yang punya likuiditas rendah, tapi juga beberapa pertimbangan dan kriteria lainnya terkait sehat atau tidaknya perusahaan tersebut. Apabila nasabah tidak aware, perusahaan tersebut akan jatuh lebih dalam dan tentunya menjadi kerugian bagi nasabah yang sudah menjadi investor di perusahaan tersebut,” tuturnya.