Kebijakan Baru Saham Papan Pemantauan Khusus Tuai Kontroversi
”Full periodic call auction” untuk saham dalam papan pemantauan khusus diprotes investor karena tidak transparan.
JAKARTA, KOMPAS — Bursa Efek Indonesia resmi memberlakukan kebijakan baru untuk saham dalam papan pemantauan khusus, Senin (25/3/2024). Kini semua saham yang terancam disuspensi atau dihapus dari pencatatan di bursa diperdagangkan dengan mekanisme periodic call auction. Namun, kebijakan ini diprotes banyak investor.
Seperti diketahui, papan pemantauan khusus, yang berlaku sejak 12 Juni 2023, merupakan papan perdagangan berisi saham-saham yang memenuhi salah satu dari sebelas kriteria pemantauan khusus. Kriteria itu antara lain berkaitan dengan masalah likuiditas rendah, memiliki ekuitas negatif, dituntut pailit, tidak memenuhi persyaratan bursa, dan lain sebagainya.
Implementasi ini diperbarui dengan kebijakan full periodic call auction, sesuai Peraturan Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus serta pengumuman nomor Peng-00001/BEI.PB1/03-2024 tanggal 20 Maret 2024.
Baca juga: BEI Segera Luncurkan Papan Pemantauan Khusus
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy, Selasa (26/3/2023), menjelaskan, sistem ini merupakan pengembangan lanjutan dari mekanisme call auction secara hibrida yang diberlakukan sebelumnya.
”Dengan metode perdagangan ini, pembentukan harga diharapkan menjadi lebih fair karena memperhitungkan seluruh order yang ada di orderbook sehingga memberikan proteksi kepada investor atas potensi aggressive order yang masuk di pasar,” jelas Irvan dalam keterangannya kepada wartawan.
Periodic call auction merupakan mekanisme perdagangan dengan kuotasi permintaan dan penawaran pada jam tertentu. Harga pasar akan ditentukan berdasarkan volume terbesar. Sementara ketentuan autorejection pada papan ini berlaku Rp 1 dengan batas paling bawah Rp 1. Autorejection terjadi ketika harga saham melonjak atau anjlok dalam (Kompas.id, 31/1/2023).
Sebelumnya, periodic call auction hanya berlaku pada emiten yang masuk salah satu kriteria pemantauan khusus, yaitu emiten dengan likuiditas perdagangan rendah. Pada kriteria ini, nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar reguler periodic call auction. Saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus selain karena kriteria itu adalah saham yang diperdagangkan secara continous auction atau proses tawar-menawar secara berkesinambungan.
Sekarang, periodic call auction diberlakukan secara full pada seluruh saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus atau 11 kriteria. Saham-saham tersebut dapat diperdagangkan di luar pasar reguler dalam lima sesi periodic call acution dalam satu hari pada Senin-Kamis dan empat sesi pada hari Jumat.
Dampak kebijakan
Dengan kebijakan baru kali ini, periodic call auction akan berlaku pada 220 emiten yang per Selasa (26/3/2024) masuk dalam papan pemantauan khusus. Jumlah tersebut mencapai hampir seperempat dari total 921 perusahaan tercatat saat ini.
Salah satu dampak impelmentasi periodic call auction secara penuh ini adalah harga minimum saham yang masuk papan pemantauan khusus karena masalah likuiditas tidak lagi Rp 50 per saham. Harga saham tersebut bisa mencapai Rp 1 dengan ketentuan autorejection sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Pada perdagangan 26 Maret, misalnya, beberapa saham yang sudah anjlok di bawah Rp 50 antara lain milik emiten PT Pan Brothers Tbk (PBRX) seharga Rp 41 per lembar, PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) seharga Rp 41, dan PT Harapan Duta Pertiwi Tbk (HOPE) seharga Rp 42. Bahkan, harga saham PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT) sempat menyentuh harga Rp 1. Perubahan harga saham itu ada yang terjadi sejak 20 Maret.
Dampak tidak langsung lainnya adalah munculnya sebuah petisi berjudul ”Hapuskan Peraturan Papan Full Auction” di laman Change.org. Petisi itu dibuat oleh pihak atas nama Indostocks Traders pada malam setelah kebijakan baru ini resmi diberlakukan.
Sampai Selasa (26/3/2024) pukul 18.00 WIB, petisi yang ditargetkan ditandatangani 5.000 orang itu sudah didukung 3.199 orang.
Pembuat petisi yang menyatakan diri sebagai seorang investor saham di Jakarta mengaku terganggu oleh peraturan full periodic call auction pada papan pemantauan khusus. Ia mengeluhkan tidak adanya transparansi bid offer pada saham-saham tersebut hingga terbentuknya harga dalam random closing.
”Benar-benar mirip seperti para penjudi togel yang tebak-tebakan angka mana yang mau naik,” ujarnya.
Peraturan ini, katanya, membuat pasar saham menjadi tidak stabil dan sulit diprediksi. Ia pun menganalogikan sistem itu mirip dengan permainan judi daripada investasi jangka panjang yang seharusnya aman dan dapat diprediksi.
Dengan adanya peraturan ini, kestabilan investasi investor menjadi terancam. ”Kami meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghapuskan peraturan papan full auction demi kestabilan pasar saham kita dan perlindungan bagi para investor,” ujarnya.
Meluruskan petisi tersebut, Irvan dalam keterangannya juga menjelaskan bahwa proses perdagangan saham ini transparan karena investor bisa melihat informasi harga melalui kolom IEP dan IEV. Fitur IEP atau indicative equilibrium price adalah potensi harga yang akan terbentuk pada periode pre-opening, pre-closing, dan sesi call auction papan pemantauan khusus. Sementara IEV atau indicative equilibrium volume adalah potensi akumulasi volume transaksi.
”Investor dapat memperhatikan kolom IEP dan IEV yang tersedia juga di IDX mobile untuk melakukan input order pada saham papan pemantauan khusus,” jelasnya.
Kami tetapkan ini dan ini jadi bagian dari upaya kami meningkatkan kualitas dan kuantitas emiten secara holistik.
Daftar harga pada kolom IEP dan IEV, katanya, ada sepanjang waktu dan berubah mengikuti order atau pesanan yang masuk sebelum waktu proses matching. Ini tidak muncul pada mekanisme sebelumnya. ”Kalau sebelumnya kan pre-opening dan pre-closing totally blind orderbook,” katanya.
Perketat aturan
Di antara isu yang menyebabkan saham emiten masuk dalam papan pencatatan khusus adalah volatilitas harga yang tinggi. Hal ini tidak hanya dialami emiten lama, tetapi juga banyak terjadi pada saham-saham perusahaan yang belum lama mencatatkan sahamnya di bursa atau melakukan initial public offering (IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna, dalam satu kesempatan, menyampaikan bahwa pihaknya mengevaluasi naik turunnya atau volatilitas transaksi setelah adanya IPO. Selain karena faktor penawaran dan permintaan, permasalahan pada perusahaan juga menjadi dasar.
”Ada beberapa perusahaan yang mengalami permasalahan dari sisi operasional,” katanya dalam acara temu media di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Untuk mencegah hal ini, kata Nyoman, BEI akan menyempurnakan peraturan tentangan penjatahan atau alloment, sebagai salah satu faktor volatilitas harga saham baru. BEI juga akan mengetatkan ketentuan free float agar tidak termanipulasi. Free float merupakan jumlah saham yang tersedia bagi publik untuk diperdagangkan di pasar sekunder.
BEI juga mencermati ada beberapa perusahaan yang bermasalah karena ukuran perusahaan, terutama di segmen usaha kecil menengah (UKM), yang dapat masuk bursa lewat papan pengembangan dan akselerasi. Untuk itu, BEI mempertimbangkan peningkatan tes finansial.
BEI juga sedang membahas ketentuan sponsor pihak pendukung good corporate governance (GCG) untuk meningkatkan kualitas perseroan. Kemudian, peningkatan kualitas underwriter yang akan membantu bursa dan regulator untuk mendapatkan perusahaan yang lebih baik.
”Kami tetapkan ini dan ini jadi bagian dari upaya kami meningkatkan kualitas dan kuantitas emiten secara holistik,” katanya.
Baca juga: Yang Mudah Masuk tapi Sulit Keluar di Pasar Modal