Respons Hasil Pemilu, UE Berharap Pemerintahan Baru Bisa Tingkatkan Hubungan Ekonomi Kedua Pihak
Indonesia dan Uni Eropa sama-sama saling membutuhkan satu sama lain, khususnya di bidang ekonomi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA DARI BRUSSELS, BERLGIA
·3 menit baca
BRUSSELS, KOMPAS — Dalam sidang parlemen Komite Urusan Luar Negeri atau Committee on Foreign Affairs/AFET, Kamis (21/3/2024), di Brussels, Belgia, Uni Eropa merespons pengumuman resmi Komisi Pemilihan Umum RI yang menyatakan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2024. UE menilai pemerintahan yang baru perlu meningkatkan hubungan ekonomi agar kian menguntungkan antara Indonesia dan UE.
Chair AFET European Union European Union (UE) David McAllister mengatakan, pihaknya mengetahui dan mengikuti perkembangan bahwa KPU RI telah mengumumkan secara resmi pemenang Pemilu 2024. Pada kesempatan tersebut, pihaknya juga memberikan ucapan selamat kepada presiden terpilih dan mengapresiasi pemilu di Indonesia yang berjalan dengan lancar dan tertib. Menurut dia, pemilu di Indonesia sangat luar biasa mengingat hal itu dilakukan hanya sehari dengan mengambil suara lebih dari 200 juta orang.
McAllister mengatakan, Indonesia adalah salah satu mitra penting UE. Ini tak lain karena Indonesia punya posisi strategis dalam kerja sama EU-Indo Pacific Strategy dan EU-ASEAN. Adapun EU-Indo Pacific merupakan kerja sama multilateral UE dengan negara-negara lepas Samudra Hindia dan EU-ASEAN adalah kerja sama UE dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara. Menurut dia, ini momentum yang tepat untuk memperkuat hubungan dengan Indonesia baik dalam konteks geostrategi maupun perdagangan.
”Kami menyambut baik dan berharap bisa bekerja sama dengan pemerintahan yang baru terpilih sehingga bisa memastikan kebijakan yang saling menguntungkan bersama,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Head of Division South East Asia (SEA) The European External Action Service (EEAS) EU Leila-Fernandez Stembridge mengatakan, Indonesia punya peran strategis di percaturan geopolitik dunia. Sebab, Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terbesar keempat dunia, negara demokrasi terbesar ketiga dunia, dan negara populasi Muslim terbesar dunia. Posisi Indonesia, kata Fernandez, tepat berada di tengah-tengah kebijakan Indo-Pacific dan Asia Tenggara.
Ia menilai, Indonesia dan UE punya kesamaan visi untuk sama-sama berkomitmen mengurangi jejak karbon. Untuk itu, UE berpartisipasi dalam pendanaan program Just Energy Transition Partnership (JETP) di Indonesia.
Indonesia punya peran strategis di percaturan geopolitik dunia. Sebab, Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terbesar keempat dunia, negara demokrasi terbesar ketiga dunia, dan negara populasi Muslim terbesar dunia.
Fernandez menambahkan, kerja sama perekonomian Indonesia dengan UE masih memiliki ruang pengembangan yang sangat luas. Indonesia hanya menduduki peringkat kelima mitra perdagangan UE di Asia Tenggara dan juga peringkat kelima negara tujuan investasi UE di Asia Tenggara. Posisi ini dinilai masih terlalu kecil dan masih bisa ditingkatkan mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan ASEAN.
Dihubungi terpisah, ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, mengatakan, ucapan selamat dari UE pertanda bahwa mereka secara formal menerima kemenangan dan hasil pemilu di Indonesia. Di saat yang sama, ini seakan menjadi ajakan untuk meningkatkan potensi kerja sama yang bisa dibangun kedua belah pihak. Ini bisa menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk menggali lebih dalam potensi kerja sama yang menguntungkan.
Salah satu penghambat perdagangan Indonesia dengan UE adalah karena banyaknya non-tariff barrier yang ditetapkan UE.
Ia mengatakan, sudah cukup lama kerja sama perekonomian Indonesia dengan UE belum dimaksimalkan. Pada 2016-2017, pihaknya juga sudah pernah mengerjakan riset tentang negara-negara mitra potensial atau mitra non-tradisional yang bisa dikembangkan. Hasilnya, UE masuk di dalamnya. Padahal, hubungan Indonesia dengan UE sudah berlangsung lama.
Fithra menilai, salah satu penghambat perdagangan Indonesia dengan UE adalah karena banyaknya non-tariff barrier yang ditetapkan UE. Salah satunya soal isu lingkungan yang menghambat ekspor produk minyak kelapa sawit Indonesia ke kawasan itu.
”Indonesia dan UE itu sama-sama saling membutuhkan satu sama lain. Indonesia butuh banyak investasi teknologi maju dari UE untuk mendukung perkembangan industrialisasi di Tanah Air. Selain itu, juga membuka banyak pasar baru di kawasan itu yang bisa mendorong pertumbuhan ekspor,” ujar Fithra.
Fithra menambahkan, pembenahan yang mungkin bisa dilakukan adalah terus meningkatkan metode diplomasi dengan mencoba saling mengerti. Dengan persaingan pengaruh antara China dengan Amerika Serikat yang bersekutu bersama UE, maka UE menyasar Asia Tenggara yang lebih terasa netral sebagai mitra. Ini bisa jadi jendela peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia.