Beroperasi Ilegal 3 Tahun, Kapal Ikan asal Filipina Ditangkap
Pemerintah terus mengantisipasi munculnya modus-modus baru perikanan ilegal di perairan Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap kapal pengangkut ikan asal Filipina di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia atau WPPNRI 716 Laut Sulawesi. Kapal ilegal tersebut ditengarai telah beroperasi mengangkut ikan curian dari Indonesia selama hampir tiga tahun.
Kapal FB.CA. F-01 atau KM EPM ditangkap aparat pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 18 Maret 2024, pukul 11.14 Wita di Perairan Pelabuhan Perikanan Dagho WPPNRI 716. Kapal tersebut ditengarai melakukan pengangkutan ikan di perairan Indonesia ke General Santos, Filipina, terhitung sejak tahun 2022.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Pung Nugroho Saksono, saat dihubungi, Kamis (21/3/2024), mengemukakan, berdasarkan pengakuan dari nakhoda kapal, kapal itu telah mengangkut ikan di perairan Indonesia ke General Santos (Gensan) Filipina sejak 2022 sampai Maret 2024 tanpa dokumen sama sekali alias ilegal.
Kapal pengangkut ikan ilegal tersebut memiliki kemiripan dengan kapal nelayan kecil setempat dengan ukuran kapal ditaksir 7-10 gros ton (GT) sehingga kerap sulit dibedakan dengan kapal perikanan lokal. Kapal itu juga ditengarai kerap mengelabui aparat pengawasan dengan beroperasi pada malam hari.
Baca juga: Modus Kapal Ilegal Ditelusuri
Pung menambahkan, pihaknya sedang menelusuri keterlibatan kapal pengangkut asing ilegal tersebut dengan kapal-kapal nelayan lokal. Sebab, kapal angkut ilegal tersebut diduga bisa masuk ke perairan Indonesia hingga pelabuhan.
”Pola kapal perikanan ilegal tersebut akan menjadi perhatian dalam operasi pengawasan kapal-kapal serupa berikutnya, termasuk antisipasi modus-modus pencurian baru. Biasanya, jika pola lama pelanggaran sudah ketahuan (aparat), modus baru akan berkembang,” ujar Pung.
Pung menambahkan, KKP terus berkomitmen dan bekerja keras dalam menjaga keberlanjutan perikanan dan melindungi perairan Indonesia dari aktivitas ilegal yang merugikan sumber daya perikanan. ”Operasi penangkapan itu menunjukkan Indonesia serius dalam menjaga kedalulatan sumber daya perikanan Indonesia, serta memberikan pesan kuat kepada pelaku illegal fishing bahwa kami akan tindak tegas,” ujarnya.
Dokumen palsu
Kepala Stasiun PSDKP Tahuna Bayu Y Suharto menjelaskan, pihaknya dengan armada speedboat pengawas (SP) Napoleon 39 telah menghentikan, memeriksa, dan menahan kapal FB.CA. F-01. Kapal Filipina yang berjenis pengangkut ikan tersebut memiliki empat anak buah kapal berkebangsaan Filipina dengan muatan kurang lebih 2 ton tuna.
”Kapal tersebut juga masuk ke teritorial Laut Sulawesi dengan tidak dilengkapi dokumen perizinan pengangkutan ikan yang sah, bahkan menggunakan dokumen palsu,” kata Bayu.
Baca juga: Pencuri Ikan Makin Nekat
Dengan penangkapan tersebut, Stasiun PSDKP Tahuna berhasil menjaga potensi valuasi kerugian negara dari penangkapan illegal fishing senilai Rp 1.420.650.000. Angka tersebut didapatkan dari perhitungan total ikan yang diangkut ke Gensan Filipina dalam kurun tiga tahun terakhir. Saat ini, kapal Filipina itu berada di Stasiun PSDKP Tahuna untuk diproses hukum lebih lanjut.
Kasus kapal pengangkut ikan asal Filipina yang telah lama beroperasi menyiratkan perlunya pembenahan PSDKP, evaluasi penempatan pangkalan PSDKP, serta pengusutan tuntas, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat di dalam negeri.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan dalam Ministerial Lecture di Universitas Gadjah Mada pada 6 Maret 2024 bahwa praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU Fishing) dan penangkapan ikan berlebih (overfishing) masih menjadi tantangan di sektor kelautan dan perikanan.
Ia mengatakan, stok ikan Indonesia tercatat mengalami eksploitasi berlebih pada tahun 2022, sedangkan estimasi kerugian akibat praktik perikanan ilegal di Indonesia mencapai nilai 4 miliar dollar AS per tahun.
Butuh pembenahan
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, saat dihubungi secara terpisah, menyatakan, perairan Indonesia masih menjadi primadona bagi kapal-kapal penangkap ataupun pengangkut berbendera asing untuk beroperasi secara ilegal di tengah kapasitas pengawasan yang belum ideal.
Ia mempertanyakan penangkapan kapal pengangkutan ikan asal Filipina setelah ditengarai selama tiga tahun mengangkut ikan hasil curian di Laut Sulawesi. Itu mengindikasikan pentingnya pembenahan struktur pengawasan sumber daya perikanan di wilayah perairan yang rentan terhadap praktik IUU Fishing dan perikanan yang merusak (destructive fishing).
”Kemampuan sistem informasi dan radar untuk pengawasan di laut patut dipertanyakan kenapa bisa kecolongan dalam waktu yang terbilang lama sehingga menimbulkan kerugian negara yang teramat besar,” ucapnya.
Menurut Halim, kasus kapal pengangkut ikan asal Filipina yang telah lama beroperasi menyiratkan perlunya pembenahan PSDKP, evaluasi penempatan pangkalan PSDKP, serta pengusutan tuntas, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat di dalam negeri.
Penempatan Pangkalan PSDKP dinilai perlu dikaji kembali untuk peningkatan pengawasan. Di antaranya, perlu pembangunan stasiun PSDKP Ternate yang berdekatan dengan Laut Sulawesi guna meningkatkan kapasitas pengawasan.
Baca juga: Kapal Ikan Ilegal Dihibahkan ke Nelayan
Hasil kajian Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan menemukan praktik IUU Fishing juga masih marak terjadi di perairan Maluku Utara, yakni dilakukan kapal dalam negeri. Di antaranya, penggunaan alat penangkapan ikan terlarang, seperti bom dan potasium, serta penangkapan spesies ikan yang dilindungi, seperti ikan napoleon (Cheilinus undulatus).
Pelanggaran lain berupa penangkapan ikan tanpa disertai kelengkapan administrasi perikanan yang dilakukan nelayan dari provinsi lain, seperti Papua Barat Daya dan Sulawesi Utara, serta penangkapan ikan menggunakan dokumen perizinan yang sudah habis masa berlakunya. Selain itu, juga penangkapan ikan di luar daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang diizinkan, serta pendaratan hasil tangkapan ikan di luar pangkalan pelabuhan perikanan yang diizinkan.
Praktik IUU Fishing juga masih marak terjadi di perairan Maluku Utara, yakni dilakukan kapal dalam negeri.
Pada tahun 2021, lima kapal penangkap ikan asal Bitung ditangkap aparat penegak hukum karena melakukan aktivitas penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara secara ilegal. Pasalnya, izin penangkapan ikan yang mereka kantongi berasal dari Provinsi Sulawesi Utara dan tidak dilengkapi dengan surat tanda keterangan andon (STKA).
”Pelanggaran oleh kapal nelayan dalam negeri itu ditengarai untuk menghindari kewajiban mengurus kelengkapan perizinan, serta memanfaatkan kelemahan pengawasan di laut,” kata Halim.
Ia menambahkan, pembenahan pengawasan perlu dilakukan di tengah proses revisi UU Kelautan di DPR.