Mengundang Perdebatan, Data Publik Boleh Disimpan di Pusat Data Swasta
PP No 71/2019 tidak secara detail mengklasifikasikan mana data PSE publik bersifat strategis dan sensitif per sektor.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan, tiga fasilitas pusat data nasional atau PDN yang sekarang sedang dibangun oleh kementerian di Cikarang, Batam, dan Ibu Kota Nusantara diperkirakan belum cukup untuk menyimpan dan memproses data publik pemerintah. Oleh karena itu, kementerian rencananya akan membuka opsi bekerja sama dengan penyedia fasilitas pusat data swasta.
Ketua Umum Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO) Hendra Suryakusuma, Senin (18/3/2024), di Jakarta, menilai pernyataan terkait tiga PDN yang diperkirakan kementerian belum cukup kapasitasnya dan buka opsi penyimpanan data publik di fasilitas pusat data berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat. Kekhawatiran yang bisa muncul adalah pemerintah sejak awal tidak cermat menghitung kebutuhan kapasitas PDN yang sebenarnya dibutuhkan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, saat sesi Ngopi Bareng dengan Kemenkominfo, Jumat (15/3/2024) petang, di Jakarta, mengatakan, Kemenkominfo tahun 2018 sudah menghitung kebutuhan kapasitas penyimpanan fasilitas PDN untuk menampung seluruh data penyelenggara sistem elektronik (PSE) publik kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam kurun waktu sepuluh tahun alias sampai 2028.
Ternyata perhitungan kebutuhan kapasitas yang dilakukan meleset dari kapasitas proyek PDN yang direncanakan. Tiga PDN yang menjadi proyek Kemenkominfo berlokasi di Cikarang (sedang proses dibangun), Batam (persiapan tender), dan Ibu Kota Nusantara (IKN).
”Tahun ini, kebutuhan kapasitas fasilitas pusat data untuk menyimpan dan memproses data PSE publik pemerintah sudah melebihi proyeksi sepuluh tahun yang kami buat tahun 2018,” ujar Semuel. Dia tidak menyebutkan secara detail angka kapasitas PDN beserta proyeksi kebutuhan penyimpanan dari PSE publik.
Berangkat dari kondisi itu, Semuel menyatakan, opsi menggunakan fasilitas pusat data milik swasta bisa dibuka sepanjang klasifikasi standarnya memenuhi syarat yang diberikan pemerintah. Jika klasifikasinya sesuai, akan disambungkan dengan PDN.
Kemudian, kementerian/lembaga beserta pemerintah daerah yang sejauh ini telah memiliki sendiri fasilitas pusat data dan memenuhi klasifikasi standar setara dengan PDN, maka bisa langsung terhubung dengan PDN. Lain ceritanya jika fasilitas pusat data kementerian/lembaga beserta pemerintah daerah yang tidak mempunyai kualitas setara, maka fasilitas itu akan dilikuidasi sehingga harus dialihkan ke PDN.
”Volume data PSE publik pasti besar. Data PSE publik boleh saja disimpan di fasilitas pusat data swasta tergantung dari jenis datanya apa. Kalau jenis datanya terbuka, disimpan dan diproses di fasilitas pusat data ataupun cloud milik swasta dibolehkan,” kata Semuel.
Data KPU
Pernyataannya itu sekaligus merespons perdebatan data Sirekap Komisi Pemilihan Umum yang belakangan diketahui disimpan di cloud milik Alibaba Cloud. Pemakaian cloud Alibaba oleh KPU terungkap saat persidangan sengketa informasi Badan Hukum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia dengan KPU beberapa waktu lalu.
Alibaba Cloud telah membangun fasilitas pusat data di Indonesia. Secara ketentuan di Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, data PSE publik harus disimpan dan diproses di dalam negeri. Jadi, ketika KPU menyimpan data di Alibaba Cloud yang sudah memiliki fasilitas pusat data di Indonesia itu, dia menilai sudah sesuai ketentuan.
”Kami sedang melakukan finalisasi rancangan Peraturan Menkominfo terkait PSE publik dan Keputusan Menkominfo terkait PDN. Dalam rancangan Peraturan Menkominfo terkait PSE publik tercantum jenis data publik apa saja yang wajib disimpan di fasilitas PDN dan bisa menggunakan fasilitas pusat data milik swasta. Tentunya, jenis data publik bersifat strategis wajib disimpan di fasilitas PDN,” ujar Semuel.
Kami menyarankan agar pemerintah memperbaiki dulu PP No 71/2019.
Hendra menilai, pemerintah perlu memperjelas kondisi ini. Kekurangan kapasitas fasilitas pusat data untuk menyimpan menjadi pembenaran data KPU disimpan di cloud milik swasta. Padahal, sebelumnya ada pernyataan soal moratorium pembangunan fasilitas pusat data baru karena akan dibangun pemerintah.
”Ada pula pernyataan (pembenaran) data KPU disimpan di cloud milik swasta. Beberapa waktu lalu juga muncul pernyataan terkait moratorium kementerian/lembaga dan pemerintah daerah agar tidak membangun fasilitas pusat data baru karena akan ada PDN. Pernyataan-pernyataan seperti itu semestinya diperjelas ke masyarakat,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, sesuai Pasal 20 PP No 71/2019, data PSE publik wajib disimpan dan diproses di dalam negeri. Penyimpanan dan pemrosesan data PSE publik diperbolehkan di luar negeri sepanjang teknologi di dalam negeri belum siap. Namun, PP No 71/2019 tidak secara detail mengklasifikasikan mana data PSE publik yang bersifat strategis dan sensitif per sektor.
”Kemudian, mekanisme perlindungan data seperti apa yang pemerintah bisa kontrol dengan instrumen regulasi jika fokus pemerintah bukan terletak pada lokasi di mana data disimpan dan diproses? Kami menyarankan agar pemerintah memperbaiki dulu PP No 71/2019,” ujar Wahyudi.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga mengatakan, secara teknis, cloud milik swasta telah memiliki sistem keamanan siber. Namun, menempatkan data PSE publik ke cloud ataupun fasilitas pusat data milik swasta harus dilihat tingkat urgensinya.
”Apabila jenis data PSE publik bersifat penting, data tersebut lebih baik disimpan di fasilitas milik PSE sendiri,” katanya.