Gelar Konsesi Penambangan Pasir Laut, Pemerintah Buka Pendaftaran Pengusaha
Pemerintah menawarkan penambangan pasir laut kepada pengusaha. Padahal, sejak 2002, eksploitasi dilarang karena merusak.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai menawarkan penambangan pasir laut kepada para pengusaha. Lokasi eksploitasi tersebar di laut Jawa, Selat Makassar, dan Natuna-Natuna Utara. Potensi hasil sedimentasi laut itu mencapai 17,64 miliar meter kubik.
Penetapan lokasi penambangan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut berikut aturan turunannya. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Lokasi eksploitasi yang ditawarkan tersebar di laut Jawa, yakni di Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Karawang. Lokasi lainnya di perairan sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan di Kalimantan Timur, serta perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan, di Kepulauan Riau.
Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2023, potensi volume sedimentasi laut di Laut Jawa yang ditawarkan kepada pelaku usaha mencapai 5,58 miliar meter kubik. Sementara di Selat Makassar sebanyak 2,97 miliar meter kubik dan di laut Natuna-Natuna Utara sebanyak 9,09 miliar meter kubik.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, penetapan lokasi pemanfaatan sedimentasi laut itu telah melalui koordinasi dengan sejumlah pihak, serta kajian ilmiah. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempersilakan pelaku usaha memanfaatkan hasil sedimentasi yang ada.
Pendaftaran berlaku sampai dengan 28 Maret 2024. Pemasukan dokumen persyaratan dimulai sejak tanggal diumumkan sampai dengan tanggal berakhirnya pengumuman.
”Pelaku usaha yang dimaksud memiliki kriteria antara lain bergerak di bidang pembersihan hasil sedimentasi di laut dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, serta memiliki peralatan dengan teknologi khusus,” ujar Trenggono, dalam siaran pers, akhir pekan lalu.
Sarana yang digunakan untuk mengeruk pasir laut berupa kapal isap.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023, izin melakukan kegiatan pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan. Izin pemanfaatan pasir laut berlaku selama tiga tahun sejak diterbitkan dan tidak dapat diperpanjang.
Sarana yang digunakan untuk mengeruk pasir laut laut berupa kapal isap. Jika kapal isap berbendera Indonesia belum siap, kapal berbendera asing dapat digunakan.
Eksploitasi dan pemanfaatan pasir laut ditujukan bagi reklamasi, pembangunan infrastruktur pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, ataupun ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Kegiatan ini juga harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bencana pesisir
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin mengemukakan, regulasi yang membuka eksploitasi pasir laut akan mengancam puluhan juta warga pesisir dan lebih dari 2 juta keluarga nelayan tradisional, termasuk perempuan nelayan.
Eksploitasi pasir laut juga bertolak belakang dengan prinsip ekonomi biru yang digaungkan KKP untuk mengutamakan ekologi sebagai tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan.
”Penambangan pasir laut berkedok pembersihan sedimentasi laut hanya akan melanggengkan kerusakan di laut Indonesia dan menghancurkan kehidupan rumah tangga perikanan,” kata Parid, Sabtu.
Biaya pemulihan lingkungan akibat penambangan pasir laut jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan ekonomi yang dihasilkan.
Dalam catatan Walhi, tambang pasir di Pulau Rupat, Riau, telah mengakibatkan abrasi di wilayah pesisirnya. Begitu pun di Pulau Kodingareng, Sulawesi Selatan. Biaya pemulihan lingkungan akibat penambangan pasir laut jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan ekonomi yang dihasilkan.
Dari hasil kajian Walhi bersama dengan tim ahli, biaya pemulihan lingkungan hidup akibat penambangan pasir laut lebih besar lima kali lipat daripada pendapatan. Dengan asumsi harga per meter kubik pasir laut 7,5 dollar Singapura, biaya yang diperlukan untuk pemulihan lingkungan dari pengambilan 344,8 juta meter kubik pasir laut mencapai 129,3 juta dollar Singapura atau setara Rp 1,507 triliun per tahun.
Ia mengingatkan, penambangan pasir laut juga berpotensi memperparah dampak krisis iklim. Krisis iklim telah menyebabkan tenggelamnya wilayah pesisir dan pulau kecil karena percepatan kenaikan muka air laut.
Di Jawa bagian utara dan Sumatera bagian barat, daratan sepanjang satu kilometer yang menjorok ke laut telah hilang. Perpaduan antara dampak destruktif pertambangan pasir laut dan krisis iklim mengancam kehidupan masyarakat pesisir.
Tim percepatan reformasi hukum, dalam dokumen Rekomendasi Agenda Prioritas Percepatan Reformasi Hukum, September 2023, menyebutkan, salah satu langkah mendesak yang harus dilakukan pemerintah adalah membatalkan PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.
Hal itu terjadi karena aturan itu membuka kembali pintu ekspor pasir laut. Penambangan dan ekspor pasir laut telah terbukti menyebabkan konflik dan memberikan dampak buruk terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup.
”Ironisnya, rekomendasi tim percepatan reformasi hukum ini tidak diindahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, dengan justru mengeluarkan aturan teknis PP Nomor 26 Tahun 2023, serta mengumumkan lokasi pembersihan hasil sedimentasi laut, yang tidak lain merupakan izin penambangan pasir laut,” kata Parid.
Pemanfaatan sedimentasi hasil laut pernah dilarang pada 2003 dengan alasan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, seperti tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah. Alasan lain, belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura sehingga dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah di antara kedua negara.