Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur Tak Dibebani Target PNBP
Uji coba penangkapan ikan terukur dilakukan tanpa target PNBP. Dampak ekonomi pada masyarakat lebih diutamakan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, uji coba penangkapan ikan terukur pada tahun ini akan dilakukan tanpa dibebani target penerimaan negara bukan pajak . Uji coba itu lebih untuk melihat manfaat dan dampak ekonomi pada masyarakat, termasuk pelaku usaha perikanan.
”Kita ingin menekankan bahwa manfaat PIT (penangkapan ikan terukur) bukan semata-mata PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Hal yang lebih penting adalah bagaimana PIT bisa mendorong pertumbuhan dan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Sakti dalam Rapat Kerja Teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2024, Rabu (6/3/2024), di Yogyakarta.
Sakti memaparkan, dampak yang akan dilihat dari uji coba PIT itu menyangkut beberapa aspek, misalnya besaran investasi para pelaku usaha perikanan, jumlah pelaku usaha yang terlibat, jumlah tenaga kerja yang direkrut, dan seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan di suatu kawasan.
Di sisi lain, Sakti menyatakan, semua pihak tidak perlu khawatir jika uji coba PIT akan membuat capaian PNBP merosot selama beberapa tahun. Dia meyakini, dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan PIT, besaran PNBP akan kembali meningkat.
”Tahun pertama dan kedua, PNBP mungkin merosot. Namun, yakinlah, di tahun ketiga, PNBP kita justru akan melejit,” ujarnya.
Sakti menambahkan, dengan penerapan PIT, para pelaku usaha perikanan akan mengubah perilaku dengan tidak mengeksplorasi laut ke berbagai wilayah dan menangkap ikan apa pun. Setelah kebijakan itu diberlakukan, mereka bakal fokus pada daerah tangkapan tertentu dan menangkap ikan jenis tertentu.
”Jangan lagi menjelajah laut mencari ikan apa saja yang ada hingga ikan-ikan kecil pun ditangkap. Ibarat kata, kucing pun tak kebagian ikan,” ujarnya.
Menurut Sakti, agar pelaku usaha perikanan bisa berkembang, mereka harus memfokuskan diri pada satu jenis tangkapan. Fokus semacam itu juga bakal berdampak meningkatkan harga jual ikan di pasaran.
Sakti juga mendorong setiap pelaku usaha perikanan untuk memaksimalkan investasi dan berupaya menembus pasar ekspor ke Eropa. Selama ini, sebanyak 60 persen ekspor ikan Indonesia diekspor ke Eropa, berkisar 20-30 persen ke China, dan sekitar 10 persen ke Jepang.
Sakti menuturkan, para pengusaha perikanan di Indonesia semestinya meniru apa yang sudah dilakukan pelaku usaha perikanan Norwegia yang berhasil mengekspor salmon ke 64 negara. Ekspor salmon itu juga memberi dampak ekonomi sangat besar karena membuat 80 persen warga Norwegia sejahtera dan 20 persen lainnya sangat kaya.
Ke depan, potensi perikanan di Indonesia juga diharapkan bisa memberikan dampak ekonomi yang besar. Sebab, potensi sumber daya ikan Indonesia mencapai lebih dari 12 juta ton per tahun. Adapun volume tangkapan ikan per tahun sekitar 6 juta ton.
Dalam kesempatan sebelumnya, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta Suhana mengingatkan, sosialisasi publik terkait PIT sangat penting dilakukan. Hal ini karena dalam kebijakan PIT terdapat aturan-aturan baru, seperti pembagian wilayah tangkapan ikan menjadi enam zona penangkapan.
Selain itu, terdapat aturan tentang pengalihan kuota industri dan nelayan lokal yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.
”Kuota (penangkapan ikan) yang bisa dialihkan ini berbahaya karena berpotensi menimbulkan calo-calo jual beli kuota dan kepemilikan kuota penangkapan ikan terkonsentrasi pada pihak-pihak tertentu dan pemodal besar yang bisa membeli kuota," kata Suhana (Kompas.id, 22/11/2023).