Indonesia Tawarkan Investasi Kelautan dan Perikanan Senilai Rp 12 Triliun
Pemerintah memacu investasi kelautan dan perikanan, baik investasi dari dalam negeri maupun asing.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menawarkan potensi besar di sektor kelautan dan perikanan bagi investasi asing dan dalam negeri. Pada 2024, nilai investasi di sektor kelautan dan perikanan diharapkan tumbuh 8 persen atau menjadi Rp 12 triliun.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan, forum bisnis ini pertama kali diadakan kembali setelah tiga tahun terakhir pihaknya melakukan penataan dan pembenahan internal kelembagaan. Forum bisnis tersebut diharapkan menarik investasi, serta kolaborasi dengan kementerian/lembaga, perguruan tinggi dan investor.
”Hampir seluruh produk perikanan Indonesia permintaannya besar. (Produk) yang sudah kita kuasai tentunya yang akan kita tawarkan,” ujar Trenggono dalam Indonesia Marine and Fisheries Business Forum 2024 yang digelar Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan CNBC Indonesia, Senin (5/2/2024).
Selama Januari-September 2023, realisasi investasi sektor kelautan dan perikanan di Indonesia senilai Rp 9,56 triliun, terdiri atas penamaan modal dalam negeri sebesar Rp 5,32 triliun, penanaman modal asing senilai Rp 1,4 triliun, dan kredit investasi senilai Rp 2,84 triliun.
Investasi itu, antara lain, berasal dari China senilai Rp 370,74 miliar, Malaysia senilai Rp 240,7 miliar, dan Swiss senilai Rp 152,89 miliar. Pengolahan ikan menempati urutan pertama investasi senilai Rp 3,65 triliun, budidaya perikanan senilai Rp 2,6 triliun, pemasaran senilai Rp 1,95 triliun, dan penangkapan ikan senilai Rp 1,18 triliun.
Trenggono menambahkan, investasi asing yang siap masuk antara lain budidaya pembesaran tuna (tuna farming). Dalam waktu dekat, investor Turki akan masuk untuk investasi budidaya tuna di Biak, Papua.
Di Indonesia, produksi tuna hasil tangkapan tercatat 334.000 ton per tahun, tetapi belum bisa budidaya. Terdapat tiga jenis tuna yang dihasilkan, yakni sirip biru, sirip kuning, dan mata besar. Budidaya tuna dinilai untuk menjaga keberlanjutan produksi tuna.
Baca Juga: Minim, Investasi di Sektor Perikanan
Selain itu, investasi asing juga didorong pada hilirisasi perikanan. Di antaranya, investor China yang masuk untuk membeli ikan dari pelaku usaha perikanan Indonesia dan menyiapkan pengolahan. Penangkapan ikan diarahkan sesuai kebutuhan pasar, sedangkan perikanan budidaya masih membutuhkan waktu untuk berkembang.
”Kita agak tertinggal dalam hal perikanan budidaya, cara budidaya masih tradisional sehingga masih terus belajar. Kita punya rekam jejak buruk, akuakultur tidak memenuhi standar yang benar,” ujar Trenggono.
Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, menambahkan, dalam upaya untuk menggenjot target investasi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong investasi pada lima komoditas unggulan perikanan budidaya, yakni udang, rumput laut, nila, kepiting rajungan, serta lobster. Investasi juga diarahkan untuk hilirisasi perikanan.
Peluang investasi yang ditawarkan, antara lain, komoditas udang di daerah Kebumen, Cilacap, dan Waingapu; serta komoditas rumput laut di Wakatobi, Maluku Tenggara, dan Pulau Rote. Selain itu, juga komoditas nila di Karawang dan Pati, komoditas lobster di Mataram, serta lokasi potensial lain.
Di samping itu, seiring dengan penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT), KKP juga mendorong investasi di bidang penangkapan ikan yang terintegrasi dengan pengolahan di beberapa zona, terutama zona 3 ( wilayah Arafura), zona 2 (perairan Samudera Pasifik), dan zona 1 (perairan Natuna), yang memiliki potensi yang sangat besar.
Kebutuhan pangan
Trenggono menambahkan, permasalahan terkait pangan dunia akan menjadi isu utama mengingat terus bertambahnya populasi penduduk dunia seiring berjalannya waktu. Pada 2050, populasi penduduk dunia diprediksi naik 30 persen atau menyentuh 9,7 miliar jiwa.
Dari data Organisasi Pangan Dunia (FAO) 2023, persentase masyarakat dunia yang kekurangan pangan meningkat, 7,9 persen pada 2019 menjadi 9,2 persen pada 2022. Peningkatan populasi mendorong peningkatan kebutuhan protein 70 persen yang dipenuhi dari sumber daya laut.
Berdasarkan data International Trade Center (ITC) dan Badan Pusat Statistik, nilai ekspor udang Indonesia pada 2022 adalah 2,16 miliar dollar AS atau 6,9 persen dari nilai pasar udang global senilai 31,28 miliar dollar AS. Ekspor rumput laut terdata 600 juta dollar AS, atau 16,19 persen dari nilai pasar global senilai 3,71 miliar dollar AS.
Sementara itu, ekspor produk nila adalah 79 juta dollar AS atau 4,8 persen dari nilai pasar global 1,64 miliar dollar AS. Ekspor kepiting rajungan senilai 484 juta dollar AS atau 6,59 persen dari nilai pasar global sebesar 7,35 miliar dollar AS. Selain itu, ekspor lobster senilai 26 juta dollar AS atau 0,47 persen dari nilai pasar global sebesar 5,6 miliar dollar AS.
Baca Juga: Bank Dunia Dorong Investasi Perikanan Berkelanjutan
Sementara hilirisasi perikanan pada 2022 tercatat 289,64 triliun. Ini mencakup hilirisasi di segmen makro senilai Rp 77,08 triliun, segmen menengah senilai Rp 11,04 triliun, segmen kecil senilai Rp 11,52 triliun, dan segmen mikro senilai Rp 189,99 triliun.
KKP juga menggandeng kementerian/lembaga dan perguruan tinggi untuk kolaborasi pengembangan perikanan. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dilakukan dengan sejumlah kementerian.
Kementerian yang dimaksud Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Ada pula Universitas Brawijaya, Universitas Syiah Kuala Aceh, dan Universitas Hasanuddin.
Trenggono juga mengemukakan, jumlah penduduk pesisir mencapai 104 juta orang sehingga pihaknya menggandeng kementerian dalam negeri untuk mengembangkan percontohan usaha perikanan. Di antaranya, percontohan kampung nelayan modern. Investor didorong untuk menerima hasil produksi di kampung nelayan modern.
Pada kesempatan sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Hadi Tjahjanto mengemukakan, masyarakat Indonesia banyak yang hidup di sepanjang garis pantai, serta mengandalkan hidup dari sumber daya alam. Akan tetapi, mereka tidak memiliki kepastian hukum atas tanah. Sinergi tersebut akan ditindaklanjuti dengan pengaturan tata ruang dan pertanahan.
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Zainal Fatah mengemukakan, Kementerian PUPR menyediakan infrastruktur dasar untuk tambak-tambak yang disediakan KKP, antisipasi tambak agar terhindar dari bahaya banjir, serta memperbaiki permukiman nelayan di sepanjang pantai Indonesia.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengemukakan, provinsi, kabupaten, dan kota akan didorong membuat program-program yang bersinergi dengan KKP. Data kependudukan dan catatan sipil memiliki fitur lengkap, antara lain, terkait pekerjaan, status, dan alamat dapat dimanfaatkan menjadi basis data KKP untuk menetapkan program perikanan sesuai potensi daerah. Melalui sinergi, sistem perencanaan dan program kerja akan disinergikan dengan mata anggaran daerah.