Mekanisme Ekspor Benih Lobster Berpotensi Ciptakan Praktik Monopoli
Ekspor benih bening lobster dikhawatirkan membuka mekanisme monopoli dalam perdagangan benih.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan badan layanan umum perikanan budidaya untuk mengatur rantai pasok hingga penjualan benih bening lobster ke luar negeri. Mekanisme ekspor benih bening lobster itu dikhawatirkan memicu praktik monopoli.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan harga patokan terendah benih bening lobster di tingkat nelayan, yakni Rp 8.500 per ekor. Ini menindaklanjuti rencana pemerintah untuk membuka kembali ekspor benih bening lobster.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan harga patokan terendah benih bening lobster di tingkat nelayan, yakni Rp 8.500 per ekor.
Pemerintah juga sedang menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kelautan tentang Penangkapan, Pembudidayaan dan Pengelolaan Lobster (Panurilus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp), yang kini dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dalam rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Rapermen-KP) tersebut, investor asing mendapatkan benih bening lobster melalui kerja sama dengan Badan Layanan Umum Perikanan Budidaya. Pembudidayaan lobster di luar negeri dilakukan dengan ketentuan, antara lain, adanya permintaan jumlah kuota benih bening lobster dari pemerintah negara asal investor. Tiga BLU PB yang ditunjuk KKP, yakni BLU di Jepara, Situbondo, dan Karawang.
Salah satu menu hidangan lobster di restoran Tien Chao di Gran Melia, Jakarta Selatan, Selasa (16/1/2024). Cita rasa masakan Chinese yang otentik dan memanjakan lidah ini diracik oleh Chef Walden Qiang Wei.
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta, Suhana, mengemukakan, peran Badan Layanan Umum (BLU) Perikanan Budidaya sebagai pembeli benih dari nelayan sekaligus satu-satunya penjual benih bening lobster ke luar negeri rentan terhadap praktik monopoli. Pemerintah akan menjadi pelaku bisnis ekspor benih bening lobster sehingga sulit berharap mekanisme kontrol.
Tujuan pembentukan Badan Layanan Umum Perikanan Budidaya adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meliputi layanan utama produksi, pembudidayaan, laboratorium dan bimbingan teknis. Namun, peran BLU dibuat terkesan hanya untuk menjual benih bening lobster bagi kebutuhan investor luar negeri dan berpihak pada kepentingan asing.
”Pemerintah harus ingat bahwa tujuan dibuat BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan bukan kepada investor atau pembudidaya di luar negeri,” ujar Suhana, saat dihubungi, Senin (19/2/2024).
Baca Juga: Transaksi benih Lobster lewat BLU Berpotensi Konflik
Ia menambahkan, Rapermen-KP itu juga mewajibkan investor asing untuk membuat badan hukum di Indonesia. Akan tetapi, rancangan aturan itu tidak mencantumkan kewajiban investor asing untuk bekerja sama dengan pelaku usaha di dalam negeri. Tidak ada pula kewajiban investor untuk melakukan budidaya lobster di dalam negeri sehingga harapan pemerintah untuk transfer teknologi ke pembudidaya lokal tidak akan terjadi.
”Ini dikhawatirkan mengkhianati keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat, khususnya masyarakat perikanan. Bahkan, pemerintah cenderung sangat berpihak pada kepentingan usaha pembudidaya lobster di negara investor,” kata Suhana.
Infografik Perkembangan Regulasi Terkait Lobster
Sebelumnya, ketika pemerintah membuka keran ekspor benih bening lobster pada 2020, regulasi masih mewajibkan eksportir melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat. Meskipun dalam praktiknya, kerja sama budidaya itu cenderung manipulatif, hanya untuk mendapatkan izin ekspor benih lobster.
Sementara itu, penetapan kuota benih bening lobster yang boleh ditangkap dan diekspor sedang dalam tahap kajian. Pemutakhiran data stok benih dan jumlah yang boleh ditangkap dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan).
Sebelumnya, dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 70 Tahun 2021 tentang Kuota dan Lokasi Penangkapan Benih Bening Lobster, jumlah kuota penangkapan benih bening lobster secara total berjumlah 278.268.287 ekor. Dari angka itu, kuota penangkapan benih bening lobster jenis mutiara dan pasir ditetapkan mencapai 78,29 juta ekor.
Penyelam lobster menunjukkan hasil tangkapannya di perairan Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (6/6/2023). Nelayan setempat masih menggunakan peralatan tradisional saat berburu lobster untuk menjaga keberlangsungan sumber daya alam.
Ketua Komnas Kajiskan Indra Jaya mengemukakan, pihaknya melakukan pemutakhiran data untuk menjadi rekomendasi bagi pemerintah dalam menentukan alokasi atau kuota penangkapan benih bening lobster.
Terdapat peningkatan signifikan jumlah benih bening lobster jenis mutiara dan pasir yang direkomendasikan boleh ditangkap, yakni sekitar 150 juta ekor. Angka alokasi itu dinilai tidak melebihi total tangkapan benih bening lobster yang dapat mengancam keberlanjutannya.
Baca juga: Ekspor Benih Lobster Segera Dibuka
Ia mengakui, estimasi jumlah benih bening lobster bersumber dari hitungan jumlah lobster dewasa, bukan dari hasil pendataan langsung benih bening lobster. Oleh karena itu, diperlukan validasi silang (cross-validation) antara hasil estimasi yang diturunkan dengan data observasi lapang. “Perlu ada pendataan langsung dan sistematis di lapang (laut) di seluruh wilayah pengelolaan perikanan,” kata Indra Jaya.
Suhana berpendapat, data dasar yang minim sangat riskan untuk dijadikan rujukan kuota penangkapan benih bening lobster di seluruh wilayah pengelolaan perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan dinilai bertanggung jawab dalam membenahi data dasar untuk penghitungan kuota.
Bahar (47), Ketua Kelompok Nelayan Bintang Fajar menunjukkan salah satu lokasi keramba pengembangan lobster milik salah satu anggotanya, di Desa Soropia, Konawe, Sulawesi Tenggara, Minggu (15/12/2019).
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia, Budhy Fantigo. Data yang dijadikan landasan untuk penentuan kuota penangkapan benih bening lobster masih sangat lemah dan cenderung kurang akurat karena berbasis data sekunder. Apalagi, data jumlah lobster di 4 wilayah pengelolaan perikanan masih cenderung data asumsi.
Sementara itu, BLU Perikanan Budidaya yang menjadi pelaku tunggal pembelian hingga ekspor benih juga dinilai bertentangan dengan Undang-undang Persaingan Usaha. BLU Perikanan Budidaya yang ditunjuk merupakan BLU juga baru, yakni BLU di Jepara dan Situbondo, sehingga belum memiliki pengalaman. Ia menyoroti ekspor benih bening lobster yang erat kaitannya dengan keinginan pemerintah mendongkrak penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Harga jual benih lobster yang tak terjangkau dan memberatkan akan membuat budidaya lobster di Indonesia tak bisa berkembang.
Penasihat Himpunan Budidaya Laut Indonesia (Hibilindo) Effendy Wong, saat dihubungi terpisah, mengemukakan, harga jual benih lobster yang tak terjangkau dan memberatkan akan membuat budidaya lobster di Indonesia tak bisa berkembang. Pembudidaya lobster di dalam negeri yang didominasi tingkat pemula dengan hasil budidaya kualitas rendah akan dibenturkan untuk bersaing dengan Vietnam.
”Investor Vietnam bekerja sama dengan BLU untuk pasokan benih bening lobster, dan BLU membeli benih langsung ke nelayan. Pembudidaya lokal hanya akan jadi penonton,” kata Effendy.
Ia meragukan investor asing asal Vietnam mau memberikan alih teknologi kepada Indonesia sebagai negara pesaing. Kemajuan budidaya lobster akan menjadi ancaman Vietnam, apalagi jika suatu saat ekspor benih bening lobster dari Indonesia ditutup. Pihaknya berharap investor Vietnam memiliki komitmen melakukan budidaya lobster di Indonesia, dan bukan kamuflase untuk dapat mengekspor benih bening lobster.