Transaksi Benih Lobster Lewat BLU Berpotensi Konflik
Peran BLU yang ditunjuk sebagai satu-satunya pengekspor benih bening lobster rawan menimbulkan konflik kepentingan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah sedang menggodok aturan mekanisme pemasaran benih bening lobster. Badan Layanan Umum atau BLU Kementerian Kelautan dan Perikanan disiapkan untuk menyerap, menjual, hingga mengendalikan pemasaran benih bening lobster ke luar negeri. Mekanisme ekspor benih itu masih menuai kontroversi.
Mekanisme penjualan benih bening lobster ke luar negeri, antara lain, dipaparkan dalam konsultasi publik ke-3 terkait harga patokan terendah benih bening lobster (Puerulus) yang digelar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Senin (12/2/2023). Hingga awal Februari 2024 tercatat ada lima perusahaan asal Vietnam siap masuk dan berinvestasi budidaya lobster di Indonesia, sekaligus mengirim benih bening lobster ke luar negeri.
Investor asing untuk mendapatkan benih bening lobster asal Indonesia, antara lain, harus merupakan pembudidaya terdaftar di negara asal, serta membentuk usaha yang berbadan hukum Indonesia. Selain itu, bekerja sama dengan Badan Layanan Umum Perikanan Budidaya (BLU PB), membeli benih bening lobster dari BLU PB, melakukan alih teknologi budidaya lobster, dan sanggup melepas liar lobster. Negara asal investor juga memiliki perjanjian dengan Indonesia.
KKP menyiapkan harga patokan terendah benih bening lobster di nelayan, yakni Rp 8.500 per ekor. Harga patokan itu mempertimbangkan biaya variabel produksi, biaya tetap produksi, dan margin keuntungan. Nelayan penangkap benih bening lobster wajib terdaftar di BLU PB. Tiga BLU PB yang ditunjuk KKP adalah BLU di Jepara, Situbondo, dan Karawang.
Abdullah, pembudidaya di UD Brilian Selatan, Kampung Lobster Lombok, Senin (12/2/2024), mengemukakan, pihaknya meminta pemerintah agar benih bening lobster tidak diekspor dan investor asing cukup mengembangkan budidaya di Indonesia. Pihaknya juga meminta agar harga benih lobster untuk pembudidaya lokal tidak lebih dari Rp 5.000 per ekor.
Sementara itu, Founder dan CEO Ocean Solutions Indonesia Zulficar Mochtar saat dihubungi di Jakarta, berpendapat, narasi dan kajian akademis kebijakan membuka keran ekspor benih bening lobster masih menuai tanda tanya. Mekanisme penjualan benih ke luar negeri berpotensi melahirkan konflik di tingkat nelayan yang berebut mencari rekomendasi dan benih bening lobster untuk tujuan ekspor. Akibatnya, tujuan awal pemerintah untuk mengembangkan budidaya lobster di dalam negeri berpotensi terabaikan.
Rawan konflik
Zulficar menambahkan, peran BLU PB yang ditunjuk sebagai satu-satunya pengekspor benih bening lobster juga rawan menimbulkan konflik kepentingan. Di sisi lain, banyak instrumen, petunjuk teknis, dan sumber daya manusia yang harus disiapkan untuk mengendalikan dan mengimplementasikan ekspor benih. ”Tanpa pengalaman sebelumnya, (peran BLU) bisa bermasalah,” ujarnya.
Ia mengingatkan, rekomendasi dan kuota tangkapan benih bening lobster untuk tujuan ekspor belum ditunjang data data yang kuat. Hingga kini, kajian stok benih bening lobster belum pernah dimutakhirkan. Skema ekspor benih bening lobster hanya akan memberikan keuntungan besar ke pemain kunci dan dominan lobster, yakni Vietnam, yang selama ini mengandalkan pasokan benih bening lobster dari Indonesia. Sebaliknya, hilirisasi atau budidaya lobster di dalam negeri semakin sulit terwujud.
”Kalaupun mau membuka kerja sama dengan investor asing, cukup di kerja sama sampai alih teknologi saja. Tidak perlu benih bening lobster diperdagangkan keluar negeri, karena justru melanggengkan dominasi Vietnam di pasaran Lobster. Belum lagi ancaman kelestarian benih lobster kita bakal terganggu,” kata Zulficar.
Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia Budhy Fantigo menyoroti alur pengeluaran benih bening lobster yang mencakup penangkapan, penampungan dan ekspor. Mekanisme itu dinilai bakal sulit diterapkan oleh BLU PB, termasuk menyerap benih bening lobster dari kelompok usaha bersama dan nelayan benih lobster yang tersebar di Indonesia.
Selama ini, harga benih bening lobster ditentukan oleh Vietnam sesuai kebutuhan. Saat kebutuhan benih di Vietnam sedikit, sedangkan Indonesia sedang musim benih, otomatis harga turun. ”BLU menyuplai kebutuhan benih dari mitra luar negeri. Pemerintah mau berdagang?” katanya.
Ia juga mempertanyakan pengaturan kuota ekspor benih bening lobster berbanding budidaya lobster yang dilakukan di Indonesia. Muncul indikasi, investasi budidaya lobster di Indonesia hanya dijadikan alasan untuk bisa ekspor benih bening lobster.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 70 Tahun 2021 tentang Kuota dan Lokasi Penangkapan Benih Bening Lobster, total kuota benih bening lobster nasional sebanyak 278,26 juta ekor. Potensi benih tersebut mencakup seluruh jenis lobster.
Menurut Budhy, data benih itu tidak relevan dengan pernyataan KKP bahwa ekspor benih bening lobster ke Vietnam mencapai 600 juta ekor per tahun. Sementara itu, benih bening lobster yang dibutuhkan pasar hanya lobster jenis pasir dan mutiara. Dua jenis lobster itu lokasinya didominasi pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 572 dan 573, serta sebagian kecil di WPP 714 dan 715. Adapun WPP lainnya dinilai tidak ada nelayan penangkap. Namun, ia menaksir potensi nelayan untuk menangkap benih lobster mencapai 300 juta ekor per tahun.
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta Suhana mengemukakan, regulasi yang disusun pemerintah belum menggambarkan skema harga dan pengembangan budidaya lobster di dalam negeri. Muncul dugaan regulasi itu disusun hanya untuk kepentingan menjual benih bening lobster ke luar negeri.
”BLU bukan lagi berperan pengendali, tetapi cenderung berbisnis praktis dan memonopoli penjualan benih lobster,” katanya.
Suhana mengingatkan, BLU memiliki tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan melakukan kegiatan didasarkan pada prinsip efektivitas, efisiensi dan produktivitas.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi mengemukakan, perusahaan milik pemodal asing yang mengambil benih bening lobster di Indonesia wajib berbadan hukum Indonesia dan melakukan budidaya lobster di Indonesia. Perusahaan hanya diperbolehkan membeli benih bening lobster dari BLU yang ditunjuk KKP sesuai dengan kuota benih yang ditetapkan.
Ia menambahkan, BLU juga akan berperan dalam mengontrol pembayaran penerimaan negara bukan pajak. Kebijakan terkait lobster melibatkan kerja sama antarpemerintah (G to G). Perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia harus terdaftar oleh pemerintah di negara asal sehingga pemerintah ikut mengontrol perlintasan benih. Dengan demikian, harga dan pengiriman benih bening lobster diharapkan terkontrol.
”Semua terkontrol, tidak boleh lagi jalan tikus dan pengiriman gelap,” ujarnya, pekan lalu.