Ekspor Benih Bening Lobster Untungkan Asing
Rencana kebijakan ekspor benih bening lobster kembali menuai polemik publik. Kekhawatiran muncul terkait keberlanjutan budidaya lobster di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan dibukanya kembali ekspor benih bening lobster untuk budidaya di luar negeri akan dibarengi dengan pengembangan budidaya lobster di dalam negeri. Namun, sejumlah kalangan menilai langkah pemerintah itu bakal memukul budidaya lobster di Tanah Air dan sebaliknya menguntungkan usaha budidaya lobster di luar negeri.
Draf Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penangkapan, Pembudidayaan, dan Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) kini memasuki tahapan konsultasi publik. Revisi aturan itu di antaranya membuka kembali keran ekspor benih bening lobster lewat skema kerja sama investasi. Sebelumnya, ekspor benih lobster dilarang.
Aturan buka-tutup ekspor benih bening lobster telah beberapa kali dilakukan. Dari catatan Kompas, pemerintah pernah menutup keran ekspor benih bening lobster pada 2015-2019, lalu membukanya lagi pada 2020. Pada 2021, ekspor benih bening lobster ditutup dan tahun ini izin ekspor berpeluang dibuka lagi. Lobster merupakan satu dari lima komoditas unggulan perikanan budidaya yang diusung pemerintah dalam program kerja berbasis ekonomi biru.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengemukakan, pemerintah sebaiknya menahan diri untuk tidak tergoda ekspor benih bening lobster yang dibungkus narasi investasi asing untuk budidaya lobster di dalam negeri. Pemerintah perlu fokus pada pengkajian stok benih bening lobster dan bekerja sama dengan para pembudidaya lokal di setiap provinsi untuk usaha pembibitan dan pembesaran lobster.
”Manfaat ekonomi dan lingkungan dari budidaya lobster di dalam negeri jauh lebih bisa dirasakan oleh pembudidaya ketimbang benih bening lobster diangkut ke Singapura, Vietnam, dan China,” katanya, saat dihubungi dari Jakarta, akhir pekan lalu.
Baca juga: Budidaya Lobster Masih Menghadapi Tantangan
Halim menambahkan, dibukanya keran ekspor benih bening lobster hanya akan menguntungkan investor asing. Transfer teknologi oleh investor asing diragukan bakal terwujud. Dari aspek hilirisasi, program pembibitan dan pembesaran benih bening lobster di dalam negeri terancam terhenti karena ada migrasi massal pembudidaya ke penangkap benih bening lobster. ”Ujungnya, eksploitasi benih bening lobster akan semakin marak dan kita kehilangan stok benih,” ujarnya.
Perbandingan
Penasihat Himpunan Budidaya Laut Indonesia (Hibilindo), Effendy Wong, mengungkapkan, budidaya lobster Indonesia masih tertinggal dengan Vietnam meski Vietnam mengandalkan pasokan benih bening lobster dari Indonesia. Ketertinggalan Indonesia, antara lain, dari sisi teknologi.
Teknik budidaya lobster yang diterapkan di sentra produksi Lombok dinilai tertinggal hampir 20 tahun dibandingkan dengan Vietnam. Vietnam memiliki cara budidaya lebih maju dan kemudahan pakan, antara lain dari ikan rucah dan kerang-kerangan meski ikan rucah banyak didapat dari penggunaan alat tangkap pukat harimau yang merusak daya dukung lingkungan.
Sementara itu, cara budidaya lobster di Indonesia yang lebih tradisional dengan kualitas pakan terbatas membuat pertumbuhan lobster lambat. Sebagian sentra budidaya lobster jauh dari sumber pasokan pakan memadai, seperti kerang-kerangan.
”Keunggulan teknologi dan kemudahan pakan di Vietnam membuat budidaya lobster lebih efisien. Untuk mencapai ukuran panen 150 gram, Vietnam hanya butuh waktu enam bulan, sedangkan Indonesia bisa makan waktu delapan bulan,” ujarnya, Minggu (15/10/2023).
Ketimpangan juga terjadi dari aspek logistik. Letak geografis Vietnam lebih dekat dengan pasar utama lobster, yakni China. Sebagai ilustrasi, ongkos angkut lobster dari Vietnam ke Shanghai (China) yakni Rp 10.000 per kilogram (kg), sedangkan ongkos dari Lombok ke Shanghai mencapai Rp 80.000 per kg. Keunggulam logistik itu dinilai turut mendorong Vietnam berani membeli benih dari Indonesia dengan harga lebih mahal agar banyak benih dipasok ke negeri itu.
Menurut Effendy, cara mengatasi ketertinggalan budidaya lobster Indonesia dengan membuka keran ekspor benih bening lobster dinilai tidak tepat. Apalagi, tidak ada jaminan pembudidaya lokal bisa mendapatkan benih dengan jumlah cukup dan harga terjangkau. Selain itu, tidak ada kewajiban investor asing membangun lahan budidaya di Indonesia dengan luas tertentu serta alih teknologi.
”Kalau hanya kembangkan lahan skala kecil, apa mungkin investor asing mau transfer teknologi sepenuhnya? Sebagai negara pesaing, tentu ada kepentingan agar Indonesia sebagai pemasok benih lobster tidak maju dalam budidaya. Keran ekspor benih hanya akan menyulitkan budidaya lobster Indonesia untuk maju,” lanjutnya.
Hal senada dikemukakan Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University, Yonvitner. Pemerintah perlu fokus mengenbangkan budidaya lobster di dalam negeri terlebih dulu agar daya saing pembudidaya dalam negeri membaik. Dibukanya keran ekspor benih bening lobster dikhawatirkan memukul daya saing pembudidaya. Harga benih bening lobster akan merangkak naik karena penangkap benih bakal menjual dengan standar harga ekspor. Akibatnya, nelayan lokal sulit menjangkau benih.
”Harga bibit yang mahal, ongkos yang tinggi, dan waktu budidaya yang lama, secara perlahan akan mematikan budidaya dalam negeri karena makin lama akan sulit membeli benih bening lobster,” ujarnya.
Yonvitner menambahkan, keunggulan Indonesia atas sumber daya benih bening lobster harus dilihat sebagai potensi yang daya saingnya harus terus ditingkatkan dengan mempelajari tata kelola dan teknologi Vietnam. Dengan demikian, Indonesia bisa unggul mengelola dari benih sampai pembesaran, proses produksi, dan pasar.
Kedaulatan
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas mengungkapkan, PP Muhammadiyah sudah pernah menyarankan KKP agar benih bening lobster tidak diekspor, tetapi dibudidayakan menjadi ukuran konsumsi agar bernilai tambah besar dan berdampak pada kesejahteraan pembudidaya dan nelayan. Dengan budidaya lobster, devisa yang didapat negara akan jauh lebih besar.
Baca juga: Pacu Budidaya Lobster Dalam Negeri
Ia menyoroti kebijakan-kebijakan yang digulirkan saat ini, seperti membuka kembali ekspor benih bening lobster serta penangkapan ikan terukur yang mengapling laut memunculkan kesan pemerintah bukan lagi memperjuangkan rakyat, melainkan keinginan pemilik modal. Kehidupan pembudidaya dan nelayan dikhawatirkan semakin susah dan tersudut.
”Negara sudah tergadai. Pemerintah tidak lagi memperjuangkan rakyat, tetapi lebih banyak memperjuangkan keinginan dari pemilik modal,” katanya, dalam Forum Nelayan ”Kapling Laut: Nasib Nelayan Diombang-ambing Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur”, yang diselenggarakan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sabtu (14/10/2023).
Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pudjiastuti, dalam forum yang sama, mengemukakan, visi misi presiden masih sama hingga kini, yakni menjadikan laut sebagai masa depan bangsa. Pilar utama mencapai visi itu adalah kedaulatan, keberlanjutan sumber daya, dan kesejahteraan pelaku usaha perikanan. ”Laut harus kita miliki, harus kita kuasai. Tanpa kedaulatan, percuma saja mau merencanakan apa pun karena orang lain menguasai sumber daya kita,” ujarnya.
Susi juga menyoroti penangkapan dan jual beli benih bening lobster ke luar negeri. Pengambilan plasma nutfah itu mengancam keberlanjutan sumber daya lobster. Ironisnya, pelaku jual-beli benih ditengarai kerap menyogok oknum aparat, tokoh, politisi, hingga akademisi untuk membenarkan penangkapan dan jual beli benih lobster. (Oknum) banyak dipakai untuk membenarkan mafia-mafia perikanan menguasai sumber daya alam kita yang luar biasa,” ujarnya.
Kepala Biro Hukum KKP Effin Martiana, dalam keterangan pers, mengemukakan, tata kelola budidaya lobster mengedepankan pengembangan budidaya, baik melalui skema budidaya di dalam wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Terkait ekspor benih bening lobster untuk pembudidayaan di luar negeri, maka skema investasi mengharuskan investor melakukan pembudidayaan di Indonesia.
Selain itu, beberapa persyaratan lain untuk ekspor benih bening lobster, yakni adanya perjanjian antarpemerintah dengan pemerintah negara asal investor, dan kewajiban membentuk perusahaan terbatas berbadan hukum Indonesia. Investor juga wajib bekerja sama dengan badan layanan umum (BLU) perikanan budidaya dan memperoleh benih dari BLU serta wajib melepasliarkan benih bening lobster sebanyak 2 persen setiap panen.
”Dalam pengaturan investasi budidaya benih bening lobster ini, ada prosedur yang ketat yang tujuannya untuk proses alih teknologi sehingga budidaya dalam negeri semakin berkembang,” ujar Effin, akhir pekan lalu.
Effin menambahkan, kuota penangkapan benih bening lobster ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan potensi sumber daya yang tersedia serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), juga mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan. Penangkapan benih bening lobster wajib memiliki perizinan berusaha dan pelaporan berjenjang agar bisa dipantau.