Budidaya lobster dalam negeri perlu terus ditumbuhkan melalui dukungan panduan dan pendampingan. Hingga kini, pembudidaya lobster cenderung jalan sendiri-sendiri sehingga sulit berdaya saing.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan budidaya lobster di dalam negeri hingga kini dinilai masih lambat. Upaya membangkitkan budidaya lobster perlu didukung peta jalan agar komoditas unggulan itu bisa berdaya saing.
Rencana pemerintah membuka kembali keran ekspor benih bening lobster lewat skema kerja sama investasi menuai sorotan. Alih-alih membuka peluang budidaya lobster di luar negeri oleh investor yang juga melakukan budidaya lobster di Indonesia, rencana itu dikhawatirkan menyebabkan budidaya lobster di Indonesia semakin tertinggal.
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta Suhana berpendapat, Kementerian Kelautan dan Perikanan hingga kini belum memiliki arah jelas terkait pengembangan budidaya lobster. Padahal, lobster telah digaungkan sebagai komoditas unggulan perikanan budidaya. Kebijakan terkait lobster bahkan cenderung berubah-ubah, antara lain buka-tutup keran ekspor benih bening lobster.
”Kalau pemerintah serius untuk mengembangkan usaha lobster di dalam negeri, jangan ada ekspor benih bening lobster. Perlu disusun peta jalan lobster Indonesia supaya jelas arah dan kebijakan yang harus ditempuh,” ujar Suhana, saat dihubungi, Senin (2/10/2023).
Berdasarkan draf Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penangkapan, Pembudidayaan, dan Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp), pada Pasal 6, pembudidayaan benih bening lobster di luar RI dilakukan oleh investor yang juga melakukan pembudidayaan di Indonesia. Investor merupakan pelaku usaha budidaya lobster yang telah teregistrasi di negara asal investor dan melakukan kerja sama dengan badan layanan umum di bidang perikanan budidaya.
Menurut Suhana, rancangan regulasi yang melegalkan ekspor benih bening lobster ke negara asal investor berpotensi melanggar Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dibolehkannya ekspor benih bening lobster cenderung berpihak kepada investor karena terbuka kemungkinan benih lobster lebih dominan dipasok ke negara asal investor. Sebaliknya, budidaya lobster di Indonesia akan sulit berkembang.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, selama Januari-Agustus 2023, ekspor lobster asal Indonesia tercatat 703,67 ton senilai 12,57 juta dollar AS. Pada 2022, total ekspor lobster berjumlah 1.469,55 ton senilai 25,7 juta dollar AS.
Menurut Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Erwin Dwiyana, sejak tahun 2020 ekspor lobster berasal dari hasil tangkapan. Adapun lobster hasil pembesaran berasal dari tangkapan lobster berukuran kecil dan bukan dari hasil budidaya benih bening lobster.
Abdullah, pembudidaya lobster dari Kampung Lobster Lombok, mengemukakan, masuknya investor asing untuk budidaya lobster di Indonesia dikhawatirkan membuat pembudidaya lokal kalah bersaing dalam mendapatkan benih. Untuk menyiasati harga benih bening lobster yang mahal, selama ini ia menggunakan benih ukuran jarong, yang umumnya ditolak pasar ekspor.
Saat ini, harga benih ukuran jarong untuk lobster pasir Rp 3.500 per ekor dan lobster mutiara Rp 4.500 per ekor. Adapun harga benih bening lobster untuk lobster mutiara sekitar Rp 7.000 per ekor. Untuk mencapai lobster ukuran 150 gram, masa budidaya membutuhkan waktu 8-12 bulan.
Sementara itu, penasihat Himpunan Budidaya Laut Indonesia (Hibilindo), Effendy Wong, menilai, persoalan utama lambannya budidaya lobster adalah mahalnya harga benih. Pembudidaya kalah bersaing untuk mendapatkan benih karena sebagian benih diselundupkan ke luar negeri dengan harga jual lebih tinggi.
Kecenderungan pelaku budidaya lobster menyiasati mahalnya harga benih dengan memilih lobster ukuran kecil ketimbang benih bening lobster menimbulkan beberapa kelemahan, di antaranya lobster mudah terserang penyakit dan daya tahan rendah sehingga rawan gagal panen. Ini menyebabkan budidaya lobster di Indonesia belum bisa melaju sekencang Vietnam yang mengandalkan pasokan benih bening lobster dari Indonesia.
Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi mengemukakan, regulasi terkait lobster masih digodok. ”Semangat regulasi tersebut pada dibukanya pengembangan budidaya lobster di dalam negeri dengan membuka peluang bagi investor, termasuk asing, melakukan investasi langsung (PMA) atau joint venture dengan mitra lokal,” ujarnya.